"Kalau bicara tuh hati-hati. Lidah nggak ada tulangnya, tapi hati ada darahnya."
Saya terus menerus mengingat nasihat seorang guru saya selagi masih di sekolah
menengah atas. Beliau memberikan nasihat itu untuk pembekalan para pengurus
kerohanian Islam sekolah kami, saya termasuk di dalamnya. Sepanjang hari setelah
acara pembekalan tersebut saya tak hentinya memikirkan kalimat itu. Klimaksnya,
saya datangi guru agama itu untuk menanyakan lebih lanjut.
"Lidah nggak
ada tulangnya saya mengerti pak, tapi apa kaitannya dengan hati nggak ada
darahnya?" tanya saya penasaran. Dengan tenang ia menepuk pundak saya dan
meminta saya duduk di sebelahnya. Kemudian ia mengarahkan telunjuknya ke dada
saya, "Muara setiap kata itu disini". Ah, saya makin bingung dengan
kata-katanya, belum saya pahami kalimat sebelumnya ditambah lagi kalimat baru
yang membuat saya makin menggaruk kepala.
Tutur kata itu, lanjutnya,
harusnya keluar dari hati. Hati tak pernah berdusta, hanyalah kebenaran yang
dihasilkannya, hati itu lembut, apa pun yang berasal darinya tak mungkin
melukai, hati itu indah sehingga apapun yang keluar darinya senantiasa indah.
Kalimat dan sentuhan yang berasal dari hati akan langsung sampai dan mengena ke
hati yang mendengarnya. Lidah dan telinga hanyalah perantara, sedang muaranya
adalah hati.
Saya masih belum mengerti benar, walau tetap mengangguk
ketika ia memintakan kepahaman saya atas penjelasannya. Sebelum saya beranjak
dari sisinya, "Kamu pasti akan memahaminya, segera". Duh guru, saya malah dibuat
bingung lagi dengan kalimat terakhirnya itu.
Sepanjang lorong menuju
kelas saya terus termenung dan memikirkan kalimat itu hingga tak sadar saya
menabrak seorang teman saya yang sedang berdiri. "Mata lu dimana?" bentaknya.
Saya pun tersentak dengan kata-kata pedasnya itu, saya memang salah karena
menabraknya, tapi kata-kata itu sangat tak sedap di telinga, terlebih di hati
ini.
Subhanallah, guru saya benar. Saya langsung memahami semua
kata-katanya, bentakkan teman saya itu bahkan masih jelas terngiang hingga detik
ini. Sungguh, kalimat kasar, kotor, keras, menghina, merendahkan dan menyakitkan
teramat sulit dilupakan seseorang. Karena kalimat itu benar-benar melukai hati
saya, terlalu lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa menyembuhkannya. Dan
ternyata, sampai hari ini saya masih bisa mengingat wajah teman yang
mengeluarkan kalimat itu meski sudah lama saya memaafkannya.
Hati itu ada
darahnya, benarlah guru saya. Lidah itu bagaikan sebilah pedang yang teramat
mudah melukai perasaan orang lain. Anda mungkin masih merasakan sakit hati
ketika direndahkan atau dihina oleh seseorang, meski kejadiannya sudah berpuluh
tahun yang lalu namun Anda bisa merasainya seolah itu baru saja terjadi sedetik
yang lalu. Anda mungkin sudah memaafkannya, namun ketika Anda bertemu lagi
dengannya Anda pasti diingatkan dengan semua kalimat pedas dan merendahkan yang
pernah dialamatkannya kepada Anda.
Saya pernah merasakan bagaimana
terpuruknya setelah direndahkan orang lain dan merasa tak berharga setiap kali
mengingatnya. Maka saya berupaya sekuat hati dan pikiran ini untuk tak
mengeluarkan kalimat- kalimat pedas, keras, kotor, hina, merendahkan dan
melecehkan karena orang lain yang mendengarnya akan terus menerus merekamnya
dalam hati. Dan karenanya pula ia akan terus menerus mengingat wajah saya,
bahkan membenci saya. Jikalah saya merasa rendah diri ketika dihina, sakit hati
ketika dicemooh, tentulah orang lain pun demikian.
Sebaliknya, saya pun
pernah merasai kesejukan dari kalimat-kalimat indah dan lembut dari banyak
sahabat, guru, orang tua, bahkan orang-orang yang tak pernah saya kenal
sebelumnya. Sungguh, kesejukan itu masih bisa saya rasakan pada detik ini dan
saya senantiasa amat merindui perjumpaan dengan mereka. Rindu nasihat dan
kata-kata bijaknya, juga senyum indah yang menyertai kalimat lembutnya. Andai
semua manusia di muka bumi ini memiliki kerinduan yang sama dengan
saya...
Saya tahu ini tak semudah yang saya pikirkan untuk menjaganya,
karena hati kita tak selamanya berada dalam kondisi terbaik. Amatlah bersyukur
saya jika hari ini saja, hari ini saja, saya bisa menjaga hati dan lidah saya.
Semoga