Seorang Maharaja akan berkeliling negeri untuk melihat keadaan rakyatnya. Ia
memutuskan untuk berjalan kaki saja. Baru beberapa meter berjalan di luar istana
kakinya terluka karena terantuk batu. Ia berpikir, "Ternyata jalan-jalan di
negeriku ini jelek sekali. Aku harus memperbaikinya."
Maharaja lalu
memanggil seluruh menteri istana. Ia memerintahkan untuk melapisi seluruh
jalan-jalan di negerinya dengan kulit sapi yang terbaik. Segera saja para
menteri istana melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dari
seluruh negeri.
Di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa itu, datanglah
seorang pertapa menghadap Maharaja. Ia berkata pada Maharaja, "Wahai Paduka,
mengapa Paduka hendak membuat sekian banyak kulit sapi untuk melapisi
jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang Paduka perlukan hanyalah
dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka saja."
Konon
sejak itulah dunia menemukan kulit pelapis telapak kaki yang kita sebut
"Sandal".
Renungan:
Ada pelajaran yang berharga dari cerita
itu. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala,
kita harus mengubah cara pandang kita, hati kita, dan diri kita sendiri, dan
bukan dengan jalan mengubah dunia itu. Karena kita seringkali keliru dalam
menafsirkan dunia. Dunia, dalam pikiran kita, kadang hanyalah suatu bentuk
personal. Dunia, kita artikan sebagai milik kita sendiri, yang pemainnya adalah
kita sendiri. Tak ada orang lain yang terlibat disana, sebab, seringkali dalam
pandangan kita, dunia, adalah bayangan diri kita sendiri.
Ya, memang,
jalan kehidupan yang kita tempuh masih terjal dan berbatu. Manakah yang kita
pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah
merasakan sakit, atau, melapisi hati kita dengan kulit pelapis, agar kita dapat
bertahan melalui jalan-jalan itu?