Home » » Teori-Teori Migrasi

Teori-Teori Migrasi

Written By Unknown on Sabtu, 27 Juli 2013 | Sabtu, Juli 27, 2013


Teori-Teori  Migrasi
a.       Arthur Lewis
Lewis merupakan salah satu ahli yang mengatakan bahwa factor-faktor atau alas an yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah karena perbedaan upah.
Lewis (1954) berpendapat bahwa di Negara-negara yang sedang berkembang terdapat dualisme kegiatan perekonomian, yaitu di sector ekonomi subsisten (pertanian) di pedesaan, dan sector ekonomi modern dengan tingkat prodiktivitas yang tinggi diperkotaan. Proses pembangunan di Negara-negara sedang berkembang dimulai dari sector subsisten dan dalam waktu yang hamper bersamaan dilakukan pembangunan besar-besaran di sector industri modern. Produktivitas yang tinggi di sector industri modern, telah menghasilkan sector ini memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong laju pembangunan ekonomi. Sedangkan pada sector pertanian dengan produktivitas yang relative rendah, telah menyebabkan terjadinya kelebihan tenaga kerja di sector ini. Sering dengan kondisi tersebut, pertambahan penduduk yang relative besardi pedesaan, menyebabkan luas lahandi sector pertanian semakin sempit. Akibatnya tenaga kerja di sector pertanian akan pindah ke sector industri perkotaan. Di sisi dengan perkembangan yang pesat yang terjadi di sector industri/kapitalis yang sangat terkonsentrasi di daerah perkotaan ini, mengakibatkan perdeaan upah antara sector industri dan pertanian semakin besar. Kondidi ini pula yang menyebabkan terjadinya migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
Dengan adanya perbedaan upah antara sector industri dan pertanian, maka tenaga kerja akan bermigrasi ke perkotaan dalam rangka memperoleh pekerjaan pada sector induistri, karena sector pertanian mengalami pertumbuhan relative lambat, baik di sector produksi, penyerapan tenaga kerja, demikian juga tingkat upah.

Kritik terhadap teori lewis
            Model pembangunan teori ini memperhatikan proses perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota, perekomian dibagi 2 sektor yaitu (a) sector tradisional (pedesaan yang subsisten) yang ditandai dengan produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah dan (b) sector modern (industri perkotaan) dimana tenaga kerja dari sector subsisten berpindah secara perlahan. Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan tingkat pengerjaan (employment) di sector modern (perkotaan) menyebabkan pertumbuhan output di sector modern. Kecepatan dua hal (perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan) tergantung pada tingkat akumulasi modal industri di sector modern.
            Walaupun model pembangunan dua sector dari lewis adalah sederhana dan sesuai dengan pengalaman sejarah pertumbuhan ekonomi di Barat, model ini mempunyai 3 asumsi pokok yang sangat berbeda dengan kenyataan-kenyataan dari migrasi dan keterbelakangan yang terjadi di NSB saat ini.
            Pertama, model ini menganggap bahwa tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat penciptaan kesempatan kerja di sector perkotaan adalah proporsional dengan tingkat akumulasi modal di perkotaan. Tetapi jika surplus laba para pemilik modal diinvestasikan kembali8 dalam bentuk peralatan yang lebih hemat tenaga kerja (labor-saving) daripada sekedar menambah modal saja. Hal ini lebih memberikan gambaran apa yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi “anti pembangunan”.
            Kedua, asumsi dari model ini yang berbeda dengan kenyataan adalah asumsi bahwa “surplus” tenaga kerja terjadi di daerah pedesaan sedangkan di daerah perkotaan ada banyak kesempatan kerja. Hampir semua penelitian sekarang menunjukkan keadaan yang sebaliknya yang terjadi NSB yaitu banyak pengangguran terbuka terjadi di daerah perkotaan tetapi hanya ada sedikit surplus tenaga kerja di daerah perdesaan.
            Ketiga, asumsi model lewis yang tidak realistis adalah anggapan bahwa upah nyata di perkotaan akan selalu tetap sampai pada satu titik dimanba penawaran dari surplus tenaga kerja perdesaan habis. Salah satu gambaran yang menarik dari pasar tenaga kerja perkotaan dan penentuan tingkat upah di hampir semua NSB adalah adanya kecenderungan  bahwa tingkat upah untuk meningkat secara nyata sepanjang waktu, baik dalam nilai absolutnya maupun jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata perdesaan, sekalipun ada kenaikan tingkat pengangguran terbuka.
b.      Todaro
Model todaro merumuskan bahwa migrasi berkembang karena perbedaan antar pendapatan yang diharapkan dan yang terjadi di pedesaan dan di perkotaan. Anggapan yang mendasar adalah bahwa para migrant tersebut memperhatikan berbagai kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka dan memilih salah satu yang bisa memaksimumkan manfaat yang mereka harapkan dari bermigrasi tersebut. Manfaat-manfaat yang diharapakan dietntukan oleh perbedaan-perbedaan nyata antara kerja di desa dan di kota serta kemungkinan migrasi tersebut untuk mendapatkan kerja di kota.
Pada hakekatnya, teori ini menganggap bahwa angkatan kerja, baik actual maupun potensial, memperbadingkan pendapatan yang mereka “harapkan” di perkotaan pada suatu waktu tertentu dengan memperhitungkan pendapatan rata-rata di pedesaan. Akhirnya mereka melakukan migrasi jika pendapatan yang ‘diharapkan” di kota lebih besar daripada pendapatan rata-rata di pedesaan.
Secara singkat bisa disebutkan disini bahwa model migrasi dari todaro mempunyai 4 karakteristik utama yaitu:
Migrasi terutama sekali dirangsang oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang rasional. Misalnya pertimbangan manfaat (benefits) dan biaya (costs), terutama sekali secara financial tetapi juga secara psikologis.
keputusan untuk bermigrasi lebih tergantung pada perbedaan upah riil “yang diharapkan” daripada “yang terjadi” antara pedesaan dan perkotaan, di mana perbedaan yang “diharakan” itu ditentukan oleh interkasi anta dua variable yaitu perbedaan upah pedesaan-perkotaan yang terjadi kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di sector perkotaan.
Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbailk dengan tingkat pengangguran di perkotaan.
tingkat migrasi yang melebihi tingkat pertumbuhan kesemptana kerja di perkotaan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, tingkat pengangguran yang tinggi di perkotaan merupakan hal yang tidak terelakkan karena adanya  ketidakseimbangan yang parah antara kesempatan-kesempatan ekonomi di perkotaan dan di pedesaan pada hamper semua NSB.
c.       Haris-Todaro
Seperti yang dikemukakan oleh Todaro, terjadinya migrasi dari sector tradisional di pedesaan ke sector modern di perkotaan ditentukan oleh dua factor, yaitu: Pertama, tingkat perbedaan upah nyata antara sector pertanian (pedesaan) dan sector industri (perkotaan). Kedua, adanya peluang untuk memperoleh oekerjaan di perkotaan. Migrasi akan terjadi apabila ada perbedaan upah yang diharapkan (expected rate) anta sector pertanian di pedesaan dan sector industri di perkotaan. Tetapi jika upah yang diharapkan (expected rate) lebih tinggi di sector pertanian di pedesaan tidak akan terjadi migrasi dari perkotaan ke perdesaan.
Oleh Haris-Todaro, upah yang diharapkan (expected rate) dirumuskan sebagai E (W), yaitu pertalian antara upah nyata (W) dengan proobabilitas mendapatkan pekerjaan di daerah perkotaan (P). dengan asumsi bahwa probabilitas mendapatkan pekerjaan di daerah pedesaan dan perkotaan = 1, sehingga expected wage antara pedesaan dan perkotaan sama dengan upah nyata.
Jika diumpamakan daerah perkotaan = urban (u) dan daerah pedesaan = rural (r), maka expected wage dapat diformulasikan sebagai berikut:
E (Wr) = Wr.Pr
Dimana            : Pr = 1
Maka               : E (Wr) = Wr, dengan cara yang sama diperoleh untuk perkotaan: E (Wu) = Wu
Apabila             Eu = peluang memperoleh pekerjaan di perkotaan dan
                          Lu = jumlah angkatan kerja di daerah perkotaan
Maka               :
      E (Wu) = Wu. Eu/Lu
      Dari formula tersebut diperoleh tiga kemungkinan yaitu:
1)         Migran akan terjadi jika: E (Wr) < E (Wu) dan atau Wr = Wu . Eu/Lu
2)         Migrasi tidak akan terkjadi jika: E (Wr) > E (Wu) dan atau Wr > Wu.Eu/Lu
3)         Tanpa migrasi jika: E (Wr) = E (Wu) dan atau Wr = Wu.Eu/Lu
d.      Don Bellante dan Mark Jackson
Bellante dan Jackson dengan kerangka konsep yang dikembangkan, telah menghipotesisikan bahwa migrasi tenaga kerja ke suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai penawaran dan juga permintaan terhadap tenaga kerja. Jika penawaran tenaga kerja bertambah terus, maka pada daerah tersebut akan terjadi kelebihan tenaga kerja, sedangkan di daerah asal akan menjadi kekurangan tenaga kerja. Dalam kondisi demikian terjadi perubahan tingkat upah. Tingkat upah di daerah tujuan cenderung menurun, dan daerah asal cenderung naik.
e.       Sture Oberg (1993)
Oberg mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi migrasi tenaga kerja dimasa mendatang selain tergantung dari karakteristik/perilaku migrant yang bersangkutan, juga tergantung dari factor-faktor –pendorong dan penarik. Dari analisa yang dilakukan Oberg pada daerah miskin dan kaya yang memiliki perbedaan tingkat kesejahteraan memperlihatkan bahwa factor-faktor pendorong yang menyebabkan seseorang bermigrasi dibedakan menjaddi 2 (dua) aspek, yaitu factor pendorong yang kuat (hard push factor) dan yang lemah (soft push factor). Faktor pendorong yang kuat adalah karena peperangan (war), kelaparan dan lingkungan yang tidak aman (environment catastrophes). Sedangkan factor-faktor pendorong yang lemah antara lain: perselisihan etnik (persecution), kemiskinan (poverty) dan keterasingan dan lingkungan social (social loneliness).
f.       Lary A. Sjaastad
Sjaastad (1962) mengatakan migrasi merupakan suatu investasi modal manusia, dalam hal ini migrant sebelum melakukan perpindahan pekerjaan ke daerah lain terlebih dahulu mempersiapkan diri, seperti investasi modal manusia, pertimbangan terhadap keluarga dan sanak saudara yang ditinggalkan, serta biaya psikis yang tidak dapat dihitung dengan uang.
g.      Everett S. Lee
Menurut Everett S. Lee (Munir.2000, hal.120) ada 4 faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu:
1.      Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal
2.      Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan
3.      Rintangan-rintangan yang menghambat
4.      Faktor-faktor pribadi
Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar luar untuk pindah ke tempat tersebut; ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antar lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan "jarak" ini meskipun selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang mau pindah. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan factor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang tentang factor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya.
h.      Lewis Ranis-Fei
Teori migrasi lainnya menekankan analisisnya terhadap factor ekonomi adalah teori Lewis Ranis-Fei, yang menjelaskan proses terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sector pertanian (tradisonal) ke sector industri (modern). Teori ini memperbaiki teori lewis. Sector tradisonal pada dasarnya berada di daerah pedesaan sedangkan sector modern berada di daerah perkotaan. Teori ini berpandangan bahwa adanya kelebihan tenaga kerja di sector pertanian, sementara itu disektor industri terdapat kesempatan kerja yang cukup banyak, sehingga memotivasi para oekerja untuk pindah ke sector modern dan berakibat terjadinya proses migrasi desa-kota. Hal ini tidak terlepas sebagai akibat terjadinya perbedaan dalam tingkat produktifitas antara kedua sector tersebut, yang didalam kenyataanya menunjukkan produktifitas di sector industri juga lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di sector pertanian. Selanjutnya hal ini memberikan implikasi perbedaan upah yang cukup mencolok antara sector industri dan pertanian.
i.        Ravenstein
Ravenstein mengemukakan hukum-hukum tentang migrasi, walaupun pada perkembangannya dikritik oleh N.A Humprey yang menyatakan bahwa migrasi tidak memiliki hukum sama sekali, hal serupa juga dikemukakan Stephen Bourne. Hukum migrasi yang dikemukakan Ravenstein ialah:
1.      Migrasi dan Jarak
·         Banyak migran pada jarak yang dekat
·         Migran jarak jauh lebih tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri
·         yang penting.
2.      Migrasi Bertahap
·         Adanya arus migrasi yang terarah
·         Adanya migrasi dari desa - kota kecil - kota
·         Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik penggantiannya.
3.      Perbedaan antara desa clan kota mengenai kecenderungan melakukan migrasi
·         Di desa lebih besar dari pada kota.ta besar.
4.      Arus dan Arus balik
5.      Wanita melakukan migrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria
6.      Teknologi dan migrasi
·         Teknologi menyebabkan migrasi meningkat.
7.      Motif ekonomi merupakan dorongan utama melakukan migrasi.
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin