Pajak
pertanbahan nilai atas barang dan jasa adalah pajak yang dikenakan atas
penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang
dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena
pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha,
pemanfaatan barang kena pajak tidak terwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean Indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena
pajak oleh pengusaha kena pajak.
PPN
secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985,
walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
dinyatak
an berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.
an berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.
PPN ditetapkan dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added)
yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur
perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan
memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para
konsumen.
Semua
biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal,
sewa tanah, upah kerja, dan laba perusahaan adalah merupakan unsure
nilai tambah. Jadi nilai tambah dapat diperoleh dalam kegiatan industri
maupun perdagangan, bukan diperoleh dari perubahan bentuk atau sifat
barang.
Nilai
tambah dapat dirumuskan sebagai hasil penjumlahan unsur-unsur biaya dan
laba dalam proses produksi atau distribusi barang atau jasa. Dalam
dunia perdagangan nilai tambah dapat diketahui dari pengurangan harga
jual dengan harga beli.
Pajak
pertambahan nilai ditetapkan untuk mengganti peranan pajak penjualan,
karena PPN tidak mengenal pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan
jumlah PPN yang disetor kepada negara adalah selisih lebih antara PPN
yang dipungut PKP dengan PPN yang dibayar ke PKP pada waktu membeli
barang atau jasa. Selisih tersebut yang disetor ke kas negara adalah
pajak yang dikenakan atas nilai tambah.
Pajak
pertambahan nilai yang lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu
sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak,
mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa
tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut
sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata
rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian,
pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda
karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit
bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang
dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau
distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh
konsumen.
Dengan
mengenakan PPN atas nilai tambah dari Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang diserahkna oleh Pengusaha Kena Pajak maka kekhawatiran timbul
efek pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan. Adapun yang dimaksud
dengan nilai tambah adalah suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan
biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal,
gaji, upah, sewa telepon, listrik serta pengeluaran lainnya dan laba
yang diharapkan oleh pengusaha. Secara sederhana, nilai tambah di bidang
perdagangan dapat juga diartikan sebagai selisih antara harga jual
dengan harga beli barang dagangan.
Pajak
penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan atas
penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah
tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam usaha atau pekerjaannya
dan impor barang yang tergolong mewah. Sebelum beranjak lebih jauh kita
harus terlebih dahulu memahami istilah impor.
Istilah
impor didefinisikan dalam UU PPN 1984 adalah semua kegiatan memasukan
barang ke dalam daerah pabean. Definisi ini menunjukan bahwa kegiatan
memasukan barang dari pelabuhan bebas atau bonded area ke daerah
pabean adalah pula termasuk pemgertian impor. Demikian pula kegiatan
memasukan barang dari luar negeri ke pelabuhan bebas atau bonded area adalah
bukan termasuk pengertian impor. Berarti pula istilah impor adalah
semua kegiatan yang memasukan barang dari luar negeri ke daerah Republik
Indonesia, kecuali Pelabuhan Bebas.
Namun,
sesuai dengan sifat pajak pertambahan nilai sebagai pajak untuk
konsumsi dalam negeri maka dari kedua kegiatan tersebut hanya kegiatan
impor yang terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Terhadap kegiatan ekspor,
meskipun pada dasarnya tidak terhutang pajak pertambahan nilai, namun
sebagai sarana untuk menopang kegiatan ekspor maka atas ekspor tersebut
dikenakan pajak pertambahan nilai dengan tarif 0%, sehingga eksportir
yang telah memilih menjadi PKP dapat mengkreditkan pajak masukannya.
Kembali
pada bahasan tentang PPnBM. PPnBM merupakan pungutan tambahan di
samping PPN. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada saat impor atau
pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh
pengusaha kena pajak pabrikan. Penyerahan berikutnya tidak lagi
dikenakan PPnBM. Hal ini membuat PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga
diperlakukan sebagai biaya. Dengan demikian pembayaran PPnBM oleh
pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan atau yang melakukan impor
barang kena pajak yang tergolong mewah dapat dimasukan ke dalam harga
jual barang tersebut. Dalam hal barang kena pajak yang tergolong mewah
diekspor, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehannya dapat
diminta kembali atau direstitusi oleh wajib pajak.
Pengenaan
PPnBM atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah tidak
memperhatikan siapa yang mengimpor barang kena pajak tersebut serta
tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus
atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap suatu
penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan
apakah suatu bagian dari bagian dari barang kena pajak tersebut telah
dikenakan atau tidak dikenakan PPnBM pada transaksi sebelumnya.
Dari
uraian di atas tampak bahwa walaupun yang membayar PPnBM adalah
pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan ataupun pihak yang
melakukan impor kena pajak yang tergolong mewah sebenarnya pada akhirnya
bukan mereka yang menanggung beban pajak tersebut. Karena PPnBM yang
terutang tersebut pada akhirnya dimasukan sebagai unsur biaya yang
menambah harga barang maka yang menanggung beban pajak tersebut pada
akhirnya adalah konsumen terakhir. Karena pembebanan pajak yang dapat
digeserkan kepada pihak lain merupakan cirri dari pajak tidak langsung
maka PPnBM mrupakan salah satu jenis pajak tidak langsung yang saat ini
diberlakukan di Indonesia.