Home » » Pengertian PPN dan PPnBM

Pengertian PPN dan PPnBM

Written By Unknown on Sabtu, 16 Februari 2013 | Sabtu, Februari 16, 2013

Pajak pertanbahan nilai atas barang dan jasa adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak terwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
PPN secara efektif mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 April 1985, walaupun berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dinyatak
an berlaku pada tanggal 1 Januari 1984.
PPN ditetapkan dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi di setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja, dan laba perusahaan adalah merupakan unsure nilai tambah. Jadi nilai tambah dapat diperoleh dalam kegiatan industri maupun perdagangan, bukan diperoleh dari perubahan bentuk atau sifat barang.
Nilai tambah dapat dirumuskan sebagai hasil penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam proses produksi atau distribusi barang atau jasa. Dalam dunia perdagangan nilai tambah dapat diketahui dari pengurangan harga jual dengan harga beli.
Pajak pertambahan nilai ditetapkan untuk mengganti peranan pajak penjualan, karena PPN tidak mengenal pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan jumlah PPN yang disetor kepada negara adalah selisih lebih antara PPN yang dipungut PKP dengan PPN yang dibayar ke PKP pada waktu membeli barang atau jasa. Selisih tersebut yang disetor ke kas negara adalah pajak yang dikenakan atas nilai tambah.
Pajak pertambahan nilai yang lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi.  Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen.
Dengan mengenakan PPN atas nilai tambah dari Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkna oleh Pengusaha Kena Pajak maka kekhawatiran timbul efek pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan. Adapun yang dimaksud dengan nilai tambah adalah suatu nilai yang merupakan hasil penjumlahan biaya produksi atau distribusi yang meliputi penyusutan, bunga modal, gaji, upah, sewa telepon, listrik serta pengeluaran lainnya dan laba yang diharapkan oleh pengusaha. Secara sederhana, nilai tambah di bidang perdagangan dapat juga diartikan sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli barang dagangan.
Pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam usaha atau pekerjaannya dan impor barang yang tergolong mewah. Sebelum beranjak lebih jauh kita harus terlebih dahulu memahami istilah impor.
Istilah impor didefinisikan dalam UU PPN 1984 adalah semua kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean. Definisi ini menunjukan bahwa kegiatan memasukan barang dari pelabuhan bebas atau bonded area ke daerah pabean adalah pula termasuk pemgertian impor. Demikian pula kegiatan memasukan barang dari luar negeri ke pelabuhan bebas atau bonded area adalah bukan termasuk pengertian impor. Berarti pula istilah impor adalah semua kegiatan yang memasukan barang dari luar negeri ke daerah Republik Indonesia, kecuali Pelabuhan Bebas.
Namun, sesuai dengan sifat pajak pertambahan nilai sebagai pajak untuk konsumsi dalam negeri maka dari kedua kegiatan tersebut hanya kegiatan impor yang terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Terhadap kegiatan ekspor, meskipun pada dasarnya tidak terhutang pajak pertambahan nilai, namun sebagai sarana untuk menopang kegiatan ekspor maka atas ekspor tersebut dikenakan pajak pertambahan nilai dengan tarif 0%, sehingga eksportir yang telah memilih menjadi PKP dapat mengkreditkan pajak masukannya.
Kembali pada bahasan tentang PPnBM. PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN. PPnBM hanya dikenakan satu kali, yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha kena pajak pabrikan. Penyerahan berikutnya tidak lagi dikenakan PPnBM. Hal ini membuat PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya. Dengan demikian pembayaran PPnBM oleh pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan atau yang melakukan impor barang kena pajak yang tergolong mewah dapat dimasukan ke dalam harga jual barang tersebut. Dalam hal barang kena pajak yang tergolong mewah diekspor, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali atau direstitusi oleh wajib pajak.
Pengenaan PPnBM atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor barang kena pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja. Selain itu, pengenaan PPnBM terhadap suatu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari bagian dari barang kena pajak tersebut telah dikenakan atau tidak dikenakan PPnBM pada transaksi sebelumnya.
Dari uraian di atas tampak bahwa walaupun yang membayar PPnBM adalah pengusaha kena pajak yang menerima penyerahan ataupun pihak yang melakukan impor kena pajak yang tergolong mewah sebenarnya pada akhirnya bukan mereka yang menanggung beban pajak tersebut.  Karena PPnBM yang terutang tersebut pada akhirnya dimasukan sebagai unsur biaya yang menambah harga barang maka yang menanggung beban pajak tersebut pada akhirnya adalah konsumen terakhir. Karena pembebanan pajak yang dapat digeserkan kepada pihak lain merupakan cirri dari pajak tidak langsung maka PPnBM mrupakan salah satu jenis pajak tidak langsung yang saat ini diberlakukan di Indonesia. 
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin