TUGAS KEWARGANEGARAAN
KOMERSIALISASI PENDIDIKAN
DAN KAPITALISME

DISUSUN OLEH:
ALBAR WISNU B 07/256711/TK/33376
ARDHIAN Z R 07/252626/TK/32994
HABIB AMRULLOH 07/257248/TK/33490
SENA WAP 07/256958/TK/33440
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
KAPITALISME-NEOLIBERALISME DALAM DUNIA PENDIDIKAN
KAPITALISME-NEOLIBERALISME DALAM DUNIA PENDIDIKAN
A. Pengertian
kapitalisme
Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang
meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan
sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan
intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan
secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Walaupun demikian,
kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima
secara luas namun secara umum merujuk pada satu atau beberapa hal berikut:
Ø
sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa
pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19 – yaitu di masa perkembangan perbankan
komersial Eropa, di mana sekelompok individu maupun kelompok
dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun
melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas
di mana harga
ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan
di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara
atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak
yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit
serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang
diberikan oleh kepenguasaan feodal.
Ø
teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19
dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20
dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk
membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan
untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran.
B. KIK
dan Kapitalisme dunia pendidikan
Mulai hari Senin (5/7) UGM memberlakukan uji coba penerapan Kartu
Identitas Kendaraan (KIK). KIK saat ini baru diberlakukan di empat kluster,
yakni PAU,
Sains, Agro-Fauna, dan Sosio Humaniora. KIK merupakan suatu bentuk kebijakan
yang diambil oleh rektorat UGM yang ditujukkan untuk membatasi akses kendaraan
yang tidak memiliki kepentingan akademis pada khususnya di lingkungan UGM
dengan memberlakukan tarif sejenis parkir bagi non warga kampus UGM. Dengan
demikian, warga UGM semi wajib untuk memiliki kartu identitas yang biasa
dinamakan KIK untuk mengidentifikasi bahwa kendaraan yang dipakai adalah
kendaraan warga UGM dan tidak dikenai tarif masuk kawasan UGM.
Banyak pro dan kontra mengenai kebijakan KIK yang berasal dari SK Rektor
no 408/P/SK/HT/2010 yang akan disajikan dalam paparan di
bawah ini.
Hasil dari wawancara :
1. Qadri Rais (20) mahasiswa farmasi
Rais setuju
dengan diberlakukannya KIK tersebut. Dari informasi yang didapat, hal ini
dilatarbelakangi karna pihak kampus sudah mulai terganggu dengan adanya polusi
suara dan polusi udara yang ada di wilayah kampus. Sehingga untuk mengatasi
masalah tersebut perlu dibatasi kendaraan yang lewat. Maka dari itu, pihak
kampus melakukan kebijakan menerapkan KIK tersebut. Sehingga para masyarakat
yang tidak berkepentingan untuk masuk ke wilayah kampus tidak berada di wilayah
kampus.
2.Kris Wibowo
(20) mahasiswa fisipol
Menurut kris,
dia tidak setuju dengan adanya penerapan KIK, karena harusnya retribusinya
diserahkan kepada pemerintah bukan digunakan untuk pembangunan gedung oleh
pihak UGM sendiri, selain itu maengenai pembayaran itu akan menjauhkan dari
sebutan UGM sebagai kampus kerakyatan. Karena dengan pembayaran itu akan
membuat rakyat semakin menjauh saja dengan kampus kerakyatan tersebut.
3.Emir Ramadhan
(19) mahasiswa farmasi
Menurut emir,
dia setuju dengan pemberlakuan KIK. Jika dilihat dari sudut pandang mahasiswa,
ini tidak memberatkan sama sekali, karena mahasiswa sudah diberikan dalam
mengurus KIK ini. Tetapi jika dipandang dari segi masyarakat, maka pembayaran
retribusi dinilai menimbulkan polemik, karena retribusi tersebut bisa dipandang
sebagai komersialisasi pendidikan. Sehingga untuk mengatasi hal itu perlu
dilakukan cara lain, yaitu dengan tujuan mempersulit masyarakat yang masuk
tanpa menimbulkan polemik.
C. Kesimpulan
Dari berbagai uraian dan pendapat mahasiswa di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada beberapa sisi pandang yang berseberangan akibat penerapan
KIK ini. Ada
beberapa yang setuju tetapi ada pula yang menolak penerapan KIK ini.
Ketidaksetujuan ini muncul dari pandangan bahwa terjadi semacam komersialisasi
pendidikan melalui retribusi yang ada, sehingga memunculkan pandangan bahwa
terjadi kapitalisme institusi pendidikan terbesar di Indonesia semacam UGM.
Pandangan-pandangan tersebutlah yang membuat terjadinya berbagai macam aksi
yang kurang etis dari beberapa mahasiswa yang seharusnya menjunjung tinggi
musyawarah dan menghargai pendapat tanpa perbuatan anarki. Seperti kita tahu,
sempat terjadi aksi dorong mendorong antara mahasiswa dengan satuan keamanan
UGM saat akan memasuki gerbang rektorat.
Terlepas dari kontra politik yang ada pada system tersebut di atas, perlu
setidaknya kita meninjau ulang tujuan dari KIK tersebut diberlakukan. Tujuan
diberlakukan KIK adalah untuk mewujudkan suasana UGM yang nyaman, aman, tentram
tanpa dipenuhi oleh polusi dan rasa tidak aman akibat terjadi pencurian yang
pernah terjadi di kawasan UGM. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh UGM
adalah memberlakukan tarif bagi non KIK sehingga cukup untuk membatasi akses
kendaraan yang masuk dan menambah rasa keamanan. Namun disamping itu setidaknya
pihak UGM lebih terbuka mengenai keputusan pemberlakuan KIK, sistem dan
penjelasan-penjelasan yang perlu untuk meyakinkan masyarakat agar tidak muncul
kembali stigma buruk mengenai institusi pendidikan ini akibat cara yang
diberlakukan dianggap kurang etis oleh masyarakat.