Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan
gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama
yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran
adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806
mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai methan.
Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan
asal mikrobiologis dari pembentukan methan.
Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan.
Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia
dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah
pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua
Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang
digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan
mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa
ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber
energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi
biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna
anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO, The Development and
Use of Biogas Technology in Rural Asia, 1981).
Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan,
dan Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat
pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang
kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna
(digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa
hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.
Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk
menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan
kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan
dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan
kompor gas sebagaimana halnya elpiji.