Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga
minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak
masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama (Kompas, 23 Juni 2005).
Kenaikan harga yang mencapai 58 dollar Amerika Serikat ini termasuk
luar biasa sebab biasanya terjadi saat musim dingin di negara-negara
yang mempunyai empat musim di Eropa dan Amerika Serikat. Masalah ini
memang pelik sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dalam pertemuan dengan para gubernur di Pontianak, Kalimantan Barat,
tanggal 22 Juni 2005, dan mengajak masyarakat melakukan penghematan
energi di seluruh Tanah Air.
Penghematan ini sebetulnya harus telah kita gerakkan sejak dahulu
karena pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi adalah sumber
energi fosil yang tidak dapat diperbarui (unrenewable), sedangkan
permintaan naik terus, demikian pula harganya sehingga tidak ada
stabilitas keseimbangan permintaan dan penawaran. Salah satu jalan untuk
menghemat bahan bakar minyak (BBM) adalah mencari sumber energi
alternatif yang dapat diperbarui (renewable).
Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun
miskin, terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah
yang memang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun
karena digunakan untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang
terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah di pasar. Selain itu mereka
yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik
dari ranting-ranting kering dan tidak jarang pula menebangi pohon-pohon
di hutan yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam
kelestarian alam di sekitar kawasan hutan.
Sebetulnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi
matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air.
Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit
listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan
secara signifikan.
Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat
guna yang relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan
adalah energi biogas dengan memproses limbah bio atau bio massa di dalam
alat kedap udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat
berupa kotoran ternak bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti
jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya. Namun,
sebagian besar terdiri atas kotoran ternak.