Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman Dan Akhlaq
Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ
فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ
هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang
budaya jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat
televisi dan media lainnya. Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding
senjata-senjata nuklir yang sering dipersoalkan secara internasional. Hanya
saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah, sedang
yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka yang
paling prihatin dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun
gelombang dahsyat itu telah melanda seluruh dunia, namun pembicaraan hanya
sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin yang teguh imannya, serta
sebagian ilmuwan yang obyektif.
Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan
lewat aneka media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid,
koran,dan buku-buku yang merusak akhlak.
Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan
hanya di Indonesia, namun di negara-negara lain pun dilanda gelombang dahsyat yang
amat merusak ini.
Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri
kebinatangan secara dini... dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak
dan kesalahan yang sangat mengerikan yang dirancang untuk menabrak norma-norma
masyarakat. Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian Charterz (seorang
peneliti) yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata:
“Sesungguhnya pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan
visualisasi (penampakan gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film
menanamkan rasa senang dan membangkitkan syahwat bagi para penonton dengan cara
yang sangat fulqar bagi kalangan anak-anak dan remaja itu amat sangat
berbahaya.”
Peneliti ini telah mengadakan statistik kumpulan film-film yang ditayangkan
untuk anak-anak sedunia, ia mendapatkan bahwa:
- 29,6% film anak-anak bertemakan seks
- 27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan
- 15% film anak-anak berkisar sekitar percintaan dalam arti syahwat buka-bukaan.
Terdapat pula film-film yang menampilkan kekerasan yang menganjurkan
untuk balas dendam, memaksa, dan brutal.
Hal itu dikuatkan oleh sarjana-sarjana psikologi bahwa berlebihan dalam
menonton program-program televisi dan film mengakibatkan kegoncangan jiwa dan
cenderung kepada sifat dendam dan merasa puas dengan nilai-nilai yang
menyimpang. (Thibah Al-Yahya, Bashmat ‘alaa waladi/ tanda-tanda atas
anakku, Darul Wathan, Riyadh, cetakan II, 1412H, hal 28).
Jangkauan
lebih luas
Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu ternyata
tidak menjadi peringatan bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka
tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih
meluas lagi jangkauannya, melalui produksi VCD dan CD yang ditonton oleh
masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-masing.
Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau
dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi
sarana penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat
Islam. Belum lagi situs-situs porno di internet.
Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka.
Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan kita agar menjaga diri dan
keluarga dari api Neraka. Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS
At-Tahriim: 6).
Sirkulasi
perusakan akhlaq dan aqidah
Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat
berbagai jalur itu penduduk dunia -dalam pembicaraan ini ummat Islam-- dikeroyok
oleh syetan-syetan perusak akhlaq dan aqidah dengan aneka bentuk. Dalam bentuk
gambar-gambar budaya jahiliyah, di antaranya disodorkan lewat televisi,
film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku, majalah,
tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian.
Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu
telah mengeroyok Muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak
aqidah dan akhlaq dalam bentuk diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun
meniru dan mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam kehidupan sehari-hari yang
sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun mengepung ummat
Islam.
Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung
kemaksiatan itupun diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan
aneka cara, ada yang dengan paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga
toko dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak dengan aneka
budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya tontonan sampai
praktek paksaan.
Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam memperingatkan agar
ummat Islam tidak mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan
Allah swt. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam Bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ
اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى. (رواه أحمد في مسنده 20191).
“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat
pada Allah Tabaraka wa Ta’ala.” (
Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).
Sikap
Ummat Islam
Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang
dahsyat itu. Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di
masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan pengajian, di tempat-tempat
pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya menonton
televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar
madharatnya. Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya.
Kemungkinan, tinggal sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding
pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk.
Ummat Islam adalah golongan pertama yang ingin mempertahan-kan aqidah
dan akhlaq anak-anaknya itu, di bumi zaman sekarang ini ibarat orang yang
sedang dalam keadaan menghindar dari serangan musuh. Harus mencari tempat
perlindungan yang sekira-nya aman dari aneka “peluru” yang ditembakkan.
Sungguh!
Golongan kedua, Ummat
Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat Muslim yang awam itu
justru menikmati aneka tayangan yang
sebenarnya merusak akhlaq dan aqidah mereka dengan senang hati. Mereka
beranggapan, apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor, sudah ada yang
bertanggung jawab, berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa risih
apalagi bersalah. Hingga mereka justru mempersiap-kan aneka makanan kecil untuk
dinikmati sambil menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat
itu. Sehingga mereka pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan
itu, dan ingin mempraktekkannya dalam kehidupan. Tanpa disarari mereka secara
bersama-sama dengan yang lain telah jauh dari agamanya.
Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk
dari sikap orang awam tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya
kalau anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku yang ditayangkan itu. Entah itu hanya
jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar), atau berperan apa
saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top yang
mendapat bayaran besar. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi
aqidah. Yang penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau
bisa agar terkenal. Untuk mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan
segalanya termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah
bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu. Na’udzu billah tsumma
na’udzu billah.
Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu
dibanding dengan golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun
dirinya jadi perusak akhlaq dan aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas,
golongan ketiga --yang ingin jadi pelaku perusak akhlaq dan aqidah itu--
digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan
maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang
mempertahankan akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas.
Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat jauh lebih meng-unggulkan
pelawak daripada ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz
ataupun kiyai. Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih
meniru penjoget daripada imam masjid dan khatib.
Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu didramatisir
secara akal, tetapi justru secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya
suara ulama’ yang tak didengar, namun Kalamullah pun sudah banyak tidak
didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak,
tukang iklan dan sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah,
ayat-ayat Al-Quran. Fa nastaghfirulaahal ‘adhim.
Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya
masyarakat secara drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat
tak punya filter lagi. Tidak tahu mana yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar
(jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering mengutamakan yang jelek dan
terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh Allah SWT.
Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan
dicabutnya ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik
menjadi tidak baik. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d/ 13:11).
Mencampur
kebaikan dengan kebatilan
Kenapa masyarakat tidak dapat membedakan kebaikan dan keburukan? Karena
“guru utama mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah
menampilkan aneka macam yang campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya
iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai dengan kenyataan, namun
ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan acara
tentang ajaran kebaikan, nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan
film-film porno, merusak akhlaq, merusak aqidah, dan menganjurkan kesadisan.
Lalu ditayangkan aneka macam perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu
mendidik. Sehingga, para penonton lebih-lebih anak-anak tidak bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat pun demikian. Hal itu
berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim yang
tadinya mampu membedakan yang haq dari yang batil, berubah menjadi manusia yang
berfaham menghalalkan segala cara, permissive atau ibahiyah,
apa-apa boleh saja.
Munculnya masyarakat permissive itu karena adanya penyingkiran
secara sistimatis terhadap aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan
antara yang haq (benar) dan yang batil. Yang ditayangkan adalah jenis pencampur
adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus, ditayangkan untuk ditonton
oleh masyarakat. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah melarang pencampur
adukan antara yang haq dengan yang batil:
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan
yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).
Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara
terus menerus, akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/
benar dan menyingkirkan yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang
membolehkan kedua-duanya berjalan, akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan
merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula menumbuhkan jiwa yang berpandangan
serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiwa yang tidak bisa lagi membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas
keimanannya di mana?
Menipisnya keimanan itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat
Islam dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang
diderakan kepada ummat Islam sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara
kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya kita untuk
membentengi keimanan kita?
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah
Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ
اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ
حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.