Home » » Tharikh Sang Penakluk

Tharikh Sang Penakluk

Written By Unknown on Senin, 21 Oktober 2013 | Senin, Oktober 21, 2013

1382262513548423546
Di sebuah desa yang jauh dari kota hiduplah seorang pemuda yang pemberani dan pandai. Kepandaiannya sangat termasyhur di seluruh negeri maghriba. Santun tingkah lakunya membuat orang disekitarnya menyayangi dan menghormatinya. Dia tidak ragu untuk membantu sesamanya yang membutuhkan bantuannya. Tak jarang hasil kerjanya seharian dia belikan makanan dan dibagikan kepada tetangganya yang miskin dan membutuhkan makanan. Tharikh, nama yang pemberian dari orang tuanya yang sangat menyayanginya dan mendidiknya sepenuh hati.
“assalamualaikum nek, gimana keadaan nenek hari ini?” sapa tharikh kepada nenek malika yang sudah renta dan sering sakit.

“waalaikumsalam nak, biasa namanya juga orang sudah tua. Tubuh sudah mulai lemah dan banyak penyakit yang menghampiri” sahut nenek malika dengan suara yang gemetar.
“nek, ini saya bawakan makan malam untuk nenek. Gak banyak nek tapi cukup untuk mengganjal perut malam ini” kemudian Tharikh menyodorkan sebungkus nasi yang terbungkus daun pisang kepada nenek malika.
“kamu seharusnya tidak perlu repot nak, kumpulkan hasil kerja mu untuk masa depan mu. Tapi malah setiap hari kamu bagikan kepada orang lain” ujar nenek malika menasehati.
“nenek sayang…. ini adalah rizki nenek dan yang lainnya dari Allah yang diberikan melalui saya. Nenek tidak usah khawatir dengan masa depan saya nek. Ada Allah yang mengetahui apa yang terbaik untuk saya kelak dikemudian hari” blas tharikh sambil tersenyum.
“bahagia sekali kedua orang tua yang telah melahirkan anak seperti kamu nak” kata nenek malika sambil mengusap rambut tharikh. Pemuda yang bukan sanak bukan famili tapi selalu membantunya setiap hari tanpa pamrih.
“kalau begitu saya permisi dulu ya nek, masih banyak yang harus dibagikan kepada yang lain biar tidak tidur dalam keadaan lapar” pamit Tharikh kepada nenek malika.
“silahkan nak, semoga Allah senantiasa memberi kamu rizki yang berlimpah” doa nenek malika untuk Tharikh.
“aamiin, saya pamit dulu nek jangan lupa dimakan selagi hangat ya nek. Assalamualaikum” pamit Tharikh sambil mencium tangan nenek malika.
“waalaikumsalam” Jawab nenek malika.
Dan tidak berapa lama Tharikh sudah menghilang dibalik pintu dan pergi menuju ke tempat para janda tua dan fakir miskin yang berada tak jauh dari rumahnya. Dia tidak tega mendengar rintihan tetangganya yang tidak dapat tidur karena menahan lapar.
Pada suatu hari tersiarlah kabar kalau raja negeri maghriba akan berkunjung ke desa dimana Tharikh tinggal. Pak Sufyan sang pemimpin desa sibuk mempersiapkan penyambutan yang meriah untuk menyambut kedatangan sang raja. Segala umbul umbul di pasang sepanjang jalan desa dan rumah-rumah penduduk pun diperintahkan untuk dihias dan dikapur agar tampak indah. Namun Tharikh tidak begitu mengindahkan perintah dari Pak Sufyan.
Tharikh dan keluarganya lebih suka menyibukkan diri bekerja untuk dapat menghidupi keluarganya dan membantu para tetangga yang kekuarangan.
Tibalah hari dimana sang Raja berkunjung ke kampung masyriki dimana Tharikh tinggal. Sang Raja berada diatas kereta mewah dengan ditarik kuda-kuda yang gagah dan indah. Sang Raja memakai mahkota dan busana yang indah penuh dengan sulaman benang emas. Raja tersenyum melihat pemandangan desa yang begitu tertata rapi dan seolah tidak menampakkan ada banyak perut yang lapar dibalik dinding-dinding bambunya.
Tibalah sang Raja di depan Rumah keluarga dimana Tharikh dan orang tuanya tinggal. Rumahnya tampak kusam dan hanya tertata rapi. Tidak di kapur dan juga tidak si hias seperti rumah yang lainnya.
“rumah siapa ini?” tanya sang Raja dengan suara geram.
“rumah kami yang mulia” jawab Pak Abdullah ayah Tharikh.
“kenapa rumah kamu tidak berhias untuk menyambut kedatangan ku?” tanya sang Raja dengan suara agak keras.
“maafkan kami yang mulia, kami ini keluarga sederhana yang hanya mampu membeli kebutuhan makan kami. Mohon maaf  jika kurang berkenan di hati paduka” jawab pak Abu dengan tenang menjelaskan.
“maaf paduka, saya adalah anak dari bapak ini. Seandainya paduka sudi berkunjung ke rumah kami yang sederhana ini. Dan mungkin itu tidak akan merendahkan derajat paduka di mata rakyat paduka” sela Tharikh kepada sang Raja.
“biar paduka tahu keadaan kami yang sebenarnya, bagaimana kehidupan kami yang sebenarnya yang mungkin belum pernah paduka dengar sebelumnya” tambah Tharikh
Sejenak sang Raja pun tertegun dengan keberanian Tharikh, pemuda yang gagah namun berpenampilan sederhana tapi bersih dan rapi.
“baiklah aku akan berkunjung ke gubuk mu ini” kata sang raja tak berapa lama kemudian.
“silahkan yang mulia” kata Tharikh sambil membungkuk memberikan jalan kepada Rajanya yang turun dari kereta dan berjalan menuju rumah Tharikh. Pak abu, Bu Abu dan Tharikh berjalan mengiringinya dari belakang.
Sesampainya di dalam rumah, Tharikh mempersilahkan Sang Raja maghriba untuk duduk di kursi kayu yang sederhana tapi bersih. Raja tertegun dengan kerapian dan kebersihan rumah yang sederhana yang hanya terbuat dari bilik bambu itu.
“gubuk kalian bersih dan rapi” cetus sang Raja seketika.
“beginilah paduka keadaan kami, jelas jauh berbeda dengan istana paduka yang pastinya sangat megah dan indah. Yang pasti membuat kagum para tamu dari kerajaan lain yang berkunjung” jawab Tharikh memuji rajanya.
“tentu saja… itu untuk menunjukkan kemakmuran kerajaan maghriba yang agung” ujar sang Raja menyombongkan istananya.
“kami menghormati dan menyayangi paduka sebagai pemimpin kami, tapi apakah paduka menyayangi kami dan memperhatikan kami? maaf paduka sekali lagi maaf atas kelancangan saya” tanya Tharikh sambil menundukkan kepalanya.
“tentu saja aku meyayangi kalian, buktinya kalian hidup makmur dibawah kepemimpinanku” jawab Sang Raja dengan bangga.
“apa paduka tahu masih banyak rakyat negeri ini setiap malam tidur dengan perut lapar” Tanya Tharikh kembali.
“mana ada di kerajaan ku yang makmur ini rakyat ku yang kelaparan?” sang Raja agak sedikit gusar
“janganlah tertipu penampilan desa ini yang indah dan penuh hiasan dalam menyambut paduka. sesungguhnya di desa ini banyak warga miskin yang kelaparan” dengan santun Tharikh menjelaskan.
“desa ini penuh dengan air mata para janda tua, fakir miskin dan anak yatim. Bukankah seharusnya itu menjadi kewajiban paduka untuk memelihara mereka? bukankah itu adalah ajaran agama kita? lantas bagaimana pertanggungjawaban paduka dihadapan Allah kelak? Paduka tidur dengan kenyang sementara banyak rakyat yang kelaparan paduka?” Tharikh melembutkan suaranya agar Raja maghriba tidak tersinggung.
“Astaghfirullah…. ” ucap sang raja seketika sambil menutup wajahnya dan kemudian duduk terimpuh di lantai.
“ya Allah… selama ini hamba sibuk dilenakan oleh kekayaan serta sanjung puji orang-orang yang berada disekitarku dan hanya ingin menyenangkan aku. Ampuni hamba ya Allah” sang raja pun menangis menyadari sikapnya selama ini.
“Terima kasih anak muda, kamu telah mengingatkan aku kembali. Mulai sekarang kamu aku angkat menjadi penasehat ku. Dan aku akan memberikan hak para janda tua, fakir miskin dan anak yatim di seluruh negeri yang aku pimpin ini” ucap sang Raja kepada Tharikh.
Sang Raja pun kemudian pamit dan melangkah keluar. Kemudian dia pun memanggil menterinya untuk mendata semua warga miskin di kerajaannya untuk memberikan hak mereka. Tharikh telah menaklukkan hati dan kesombongan Rajanya dengan kata-katanya. Tharikh telah menaklukkan hati masyarakat sekitarnya dengan tingkah laku dan kesopanannya. Keihlasannya membantu sesama dan kehalusan budi pekertinya telah menaklukkan hati semua orang.
NB : Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community
Silakan bergabung di grup FB Fiksiana Community
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin