Home » » MIGRASI DI NEGARA MAJU VERSI NEGARA BERKEMBANG

MIGRASI DI NEGARA MAJU VERSI NEGARA BERKEMBANG

Written By Unknown on Sabtu, 27 Juli 2013 | Sabtu, Juli 27, 2013


                                                                              
MIGRASI DI NEGARA MAJU VERSI NEGARA BERKEMBANG
                                            (Tugas Tambahan Kuis Sosiologi Industri)
Oleh

ARIF SOBARUDIN
1116011014



https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSpKzlQ06Y2kLlsOOMQLjHaHkQ3-LhqoPdjSjLatgQ21o8mVd4AWA





JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
T.A 2013




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak tahun 1970, bahkan sejak perekonomian diikuti oleh kenaikan harga minyak dunia pada 1973, banyak pemerintah Eropa Barat tidak bisa menghalangi datangnya pekerja asing kendati mereka memiliki hak untuk melakukannya. Arus perpindahan penduduk melewati batas negara ini dipahami sebagai isu utama yang berdampingan sebagai dampak dari fenomena integrasi dimensi perdagangan, makroekonomi, pertumbuhan, dan kesehatan yang terjadi berdampingan karena proses globalisasi. Fenomena, penyebab, dan konsekuensi perpindahan melewati batas negara tersebut saat ini tidak dikesampingkan dalam berbagai studi akademis ilmu sosial terkait dengan ekonomi, ilmu politik, hubungan internasional dan studi lain yang melibatkan serangkaian etika dan teori.

Terkait dengan “apakah arus migrasi merupakan sebab proses globalisasi?” Arus migrasi pada era “saat ini” tidak lebih besar daripada arus migrasi di era-era sebelumnya. Migrasi yang terjadi saat ini hanya sebesar 175 juta orang saja, artinya jumlah ini hanya berkisar 3 persen dari total penduduk dunia (Bhagwati, 2004: 209). Bhagwati menyebutkan banyak pengamat menilai arus migrasi saat ini lebih kecil disebabkan hambatan seperti kontrol perbatasan yang ketat dan migrasi bukan hal yang cuma-cuma. Ahli sejarah banyak yang setuju bahwa migrasi yang paling fenomenal hingga mencapai 10 persen jumlah penduduk dunia terjadi di abad kesembilan belas. Perbedaan migrasi era lalu dengan saat ini terletak pada perpindahan penduduk dari negara miskin ke negara kaya daripada perpindahan penduduk dari Old World(Eropa) ke New World (Amerika Serikat), merujuk pada perpindahan penduduk atau migrasi sebelum dan pasca Perang Dunia. Pernyataan Bhagwati ini juga didukung oleh Martin Wolf, Jeffrey William, dan Timothy Hutton yang menyatakan “Empat puluh tahun sebelum PD I, migrasi meningkatkan daya kerja Dunia Baru (Amerika Serikat) sebanyak 1/3 jumlah populasi dunia dan mengurangi daya kerja Eropa sebanyak 1/8, merupakan gambaran yang tidak terlampaui oleh migrasi California dan Meksiko yang terjadi empat puluh tahun yang lalu”. Perpindahan atau migrasi saat ini diyakini merupakan suatu hal yang membawa pertentangan dan menimbulkan anggapan bahwa mesti dikonfrontasi (Bhagwati, 2004: 209).
Arus perpindahan manusia (migrasi) terjadi dalam banyak cara sehingga mengundang diterapkannya suatu kebijakan sebagai respon terhadap fenomena tersebut. Bhagwati dalam tulisannya berjudul “International Flows of Humanity” meyakini analisis arus perpindahan tersebut dikelompokkan menjadi tiga tipe yang dapat membantu dalam mengenali problem migrasi saat ini dan metode untuk mengatasinya antara lain:
1)      arus migrasi dari negara miskin ke negara kaya dengan perbedaan implikasinya apabila arus tersebut berjalan sebaliknya.
2)      arus migrasi pekerja ahli dan pekerja non-ahli, pada awalnya dapat dianggap menyebabkan problema brain-drain di negara yang ditinggalkan biasanya terjadi di negara miskin dan berkembang atau opportunity bagi para migran sendiri.
3)      arus migrasi secara ilegal dan legal, dan yang mana dipicu kondisi dan situasi misalnya akibat perselisihan dan tekanan migrasi yang bersifat karena dorongan (voluntary) atau paksaan (involuntary) seperti arus pengungsi.
Persoalan yang muncul terletak pada asimetri kepentingan negara kurang maju (miskin) dan negara maju terkait dengan migrasi. Misalnya, terkait dengan arus migrasi tenaga ahli dan tenaga non-ahli: negara maju cenderung menginginkan imigran yang masuk adalah tenaga-tenaga ahli yang kompeten dan sibuk untuk menerapkan berbagai kebijakan yang mencegah tenaga non-ahli memasuki batas negara mereka. Sedangkan negara berkembang memiliki kepentingan untuk membiarkan/ mengijinkan tenaga kerja non-ahli keluar dari wilayahnya, dan menahan tenaga ahli untuk tetap tinggal di negaranya. Fenomena perpindahan tenaga ahli ke negara maju inilah yang sering dirujuk sebagai fenomena “brain drain” atau “human capital flight”.
Persoalan kedua terletak pada ketidakseimbangan kesempatan di negara berkembang (Negara asal) dan negara maju (negara tujuan) dalam menyediakan hiburan, fasilitas-fasilitas yang mendukung karir profesional tenaga ahli, pengalaman pekerjaan yang lebih baik, dan pendidikan untuk anak-anak mereka. Akan lebih tidak masuk akal jika negara asal menerapkan kebijakan untuk membatasi imigran menetap di negara tujuan. Oleh karena itu terdapat beberapa kondisi yang ditawarkan oleh Bhagwati dalam melihat fenomena “brain drain” ini dari dua dimensi, negara asal dan negara tujuan.
Tulisan ini bertujuan mendapatkan gambaran umum secara deskriptif migrasi di negara maju versi negara berkembang.

B.     Rumusan Masalah
Dalam rumusan masalah ini penulis mencoba mengetahui sejauhmana permasalahan dan kebijakan migrasi di negara maju versi negara berkembang.












BAB II
PEMBAHASAN
A.    KONSEP MIGRASI
1.      Pengertian Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional)(Munir, 2000 : hal (116). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain.
Migrasi juga didefinisikan sebagai suatu bentuk perpindahan seseorang atau kelompok orang dari satu unit wilayah geografis menyebrangi perbatasan politik atau administrasi dengan keinginan untuk tinggal dalam tempat waktu yang tidak terbatas atau untuk sementara di suatu tempat yang bukan daerah asal. Sedangkan migrasi tenaga kerja biasanya didefinisakan sebagai perpindahan manusia yang melintasi perbatasan untuk tujuan mendapatkan pekerjaan di negara asing (IOM, 2009). Sedangkan menurut Everesst S. Lee, Migrasi adalah perubahan tempat tinggal yang permanent atau semi permanent dan tidak ada batasan mengenai jarak yang ditempuh, apakah perubahan tempat tinggal itu dilakukan secara sukarela atau terpaksa, dan apakah perubahan tempat tinggal itu antar Negara atau masih dalam suatu Negara.
2.      Teori-Teori Ahli Migrasi
a.       Arthur Lewis
Lewis merupakan salah satu ahli yang mengatakan bahwa factor-faktor atau alas an yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah karena perbedaan upah.
Lewis (1954) berpendapat bahwa di Negara-negara yang sedang berkembang terdapat dualisme kegiatan perekonomian, yaitu di sector ekonomi subsisten (pertanian) di pedesaan, dan sector ekonomi modern dengan tingkat prodiktivitas yang tinggi diperkotaan. Proses pembangunan di Negara-negara sedang berkembang dimulai dari sector subsisten dan dalam waktu yang hamper bersamaan dilakukan pembangunan besar-besaran di sector industri modern. Produktivitas yang tinggi di sector industri modern, telah menghasilkan sector ini memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong laju pembangunan ekonomi. Sedangkan pada sector pertanian dengan produktivitas yang relative rendah, telah menyebabkan terjadinya kelebihan tenaga kerja di sector ini. Sering dengan kondisi tersebut, pertambahan penduduk yang relative besardi pedesaan, menyebabkan luas lahandi sector pertanian semakin sempit. Akibatnya tenaga kerja di sector pertanian akan pindah ke sector industri perkotaan. Di sisi dengan perkembangan yang pesat yang terjadi di sector industri/kapitalis yang sangat terkonsentrasi di daerah perkotaan ini, mengakibatkan perdeaan upah antara sector industri dan pertanian semakin besar. Kondidi ini pula yang menyebabkan terjadinya migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
Dengan adanya perbedaan upah antara sector industri dan pertanian, maka tenaga kerja akan bermigrasi ke perkotaan dalam rangka memperoleh pekerjaan pada sector induistri, karena sector pertanian mengalami pertumbuhan relative lambat, baik di sector produksi, penyerapan tenaga kerja, demikian juga tingkat upah.

Kritik terhadap teori lewis
            Model pembangunan teori ini memperhatikan proses perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota, perekomian dibagi 2 sektor yaitu (a) sector tradisional (pedesaan yang subsisten) yang ditandai dengan produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah dan (b) sector modern (industri perkotaan) dimana tenaga kerja dari sector subsisten berpindah secara perlahan. Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan tingkat pengerjaan (employment) di sector modern (perkotaan) menyebabkan pertumbuhan output di sector modern. Kecepatan dua hal (perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan) tergantung pada tingkat akumulasi modal industri di sector modern.
            Walaupun model pembangunan dua sector dari lewis adalah sederhana dan sesuai dengan pengalaman sejarah pertumbuhan ekonomi di Barat, model ini mempunyai 3 asumsi pokok yang sangat berbeda dengan kenyataan-kenyataan dari migrasi dan keterbelakangan yang terjadi di NSB saat ini.
            Pertama, model ini menganggap bahwa tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat penciptaan kesempatan kerja di sector perkotaan adalah proporsional dengan tingkat akumulasi modal di perkotaan. Tetapi jika surplus laba para pemilik modal diinvestasikan kembali8 dalam bentuk peralatan yang lebih hemat tenaga kerja (labor-saving) daripada sekedar menambah modal saja. Hal ini lebih memberikan gambaran apa yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi “anti pembangunan”.
            Kedua, asumsi dari model ini yang berbeda dengan kenyataan adalah asumsi bahwa “surplus” tenaga kerja terjadi di daerah pedesaan sedangkan di daerah perkotaan ada banyak kesempatan kerja. Hampir semua penelitian sekarang menunjukkan keadaan yang sebaliknya yang terjadi NSB yaitu banyak pengangguran terbuka terjadi di daerah perkotaan tetapi hanya ada sedikit surplus tenaga kerja di daerah perdesaan.
            Ketiga, asumsi model lewis yang tidak realistis adalah anggapan bahwa upah nyata di perkotaan akan selalu tetap sampai pada satu titik dimanba penawaran dari surplus tenaga kerja perdesaan habis. Salah satu gambaran yang menarik dari pasar tenaga kerja perkotaan dan penentuan tingkat upah di hampir semua NSB adalah adanya kecenderungan  bahwa tingkat upah untuk meningkat secara nyata sepanjang waktu, baik dalam nilai absolutnya maupun jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata perdesaan, sekalipun ada kenaikan tingkat pengangguran terbuka.
b.      Todaro
Model todaro merumuskan bahwa migrasi berkembang karena perbedaan antar pendapatan yang diharapkan dan yang terjadi di pedesaan dan di perkotaan. Anggapan yang mendasar adalah bahwa para migrant tersebut memperhatikan berbagai kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka dan memilih salah satu yang bisa memaksimumkan manfaat yang mereka harapkan dari bermigrasi tersebut. Manfaat-manfaat yang diharapakan dietntukan oleh perbedaan-perbedaan nyata antara kerja di desa dan di kota serta kemungkinan migrasi tersebut untuk mendapatkan kerja di kota.
Pada hakekatnya, teori ini menganggap bahwa angkatan kerja, baik actual maupun potensial, memperbadingkan pendapatan yang mereka “harapkan” di perkotaan pada suatu waktu tertentu dengan memperhitungkan pendapatan rata-rata di pedesaan. Akhirnya mereka melakukan migrasi jika pendapatan yang ‘diharapkan” di kota lebih besar daripada pendapatan rata-rata di pedesaan.
Secara singkat bisa disebutkan disini bahwa model migrasi dari todaro mempunyai 4 karakteristik utama yaitu:
Migrasi terutama sekali dirangsang oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang rasional. Misalnya pertimbangan manfaat (benefits) dan biaya (costs), terutama sekali secara financial tetapi juga secara psikologis.
keputusan untuk bermigrasi lebih tergantung pada perbedaan upah riil “yang diharapkan” daripada “yang terjadi” antara pedesaan dan perkotaan, di mana perbedaan yang “diharakan” itu ditentukan oleh interkasi anta dua variable yaitu perbedaan upah pedesaan-perkotaan yang terjadi kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di sector perkotaan.
Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbailk dengan tingkat pengangguran di perkotaan.
tingkat migrasi yang melebihi tingkat pertumbuhan kesemptana kerja di perkotaan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, tingkat pengangguran yang tinggi di perkotaan merupakan hal yang tidak terelakkan karena adanya  ketidakseimbangan yang parah antara kesempatan-kesempatan ekonomi di perkotaan dan di pedesaan pada hamper semua NSB.
c.       Haris-Todaro
Seperti yang dikemukakan oleh Todaro, terjadinya migrasi dari sector tradisional di pedesaan ke sector modern di perkotaan ditentukan oleh dua factor, yaitu: Pertama, tingkat perbedaan upah nyata antara sector pertanian (pedesaan) dan sector industri (perkotaan). Kedua, adanya peluang untuk memperoleh oekerjaan di perkotaan. Migrasi akan terjadi apabila ada perbedaan upah yang diharapkan (expected rate) anta sector pertanian di pedesaan dan sector industri di perkotaan. Tetapi jika upah yang diharapkan (expected rate) lebih tinggi di sector pertanian di pedesaan tidak akan terjadi migrasi dari perkotaan ke perdesaan.
Oleh Haris-Todaro, upah yang diharapkan (expected rate) dirumuskan sebagai E (W), yaitu pertalian antara upah nyata (W) dengan proobabilitas mendapatkan pekerjaan di daerah perkotaan (P). dengan asumsi bahwa probabilitas mendapatkan pekerjaan di daerah pedesaan dan perkotaan = 1, sehingga expected wage antara pedesaan dan perkotaan sama dengan upah nyata.
Jika diumpamakan daerah perkotaan = urban (u) dan daerah pedesaan = rural (r), maka expected wage dapat diformulasikan sebagai berikut:
E (Wr) = Wr.Pr
Dimana            : Pr = 1
Maka               : E (Wr) = Wr, dengan cara yang sama diperoleh untuk perkotaan: E (Wu) = Wu
Apabila             Eu = peluang memperoleh pekerjaan di perkotaan dan
                          Lu = jumlah angkatan kerja di daerah perkotaan
Maka               :
      E (Wu) = Wu. Eu/Lu
      Dari formula tersebut diperoleh tiga kemungkinan yaitu:
1)         Migran akan terjadi jika: E (Wr) < E (Wu) dan atau Wr = Wu . Eu/Lu
2)         Migrasi tidak akan terkjadi jika: E (Wr) > E (Wu) dan atau Wr > Wu.Eu/Lu
3)         Tanpa migrasi jika: E (Wr) = E (Wu) dan atau Wr = Wu.Eu/Lu
d.      Don Bellante dan Mark Jackson
Bellante dan Jackson dengan kerangka konsep yang dikembangkan, telah menghipotesisikan bahwa migrasi tenaga kerja ke suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai penawaran dan juga permintaan terhadap tenaga kerja. Jika penawaran tenaga kerja bertambah terus, maka pada daerah tersebut akan terjadi kelebihan tenaga kerja, sedangkan di daerah asal akan menjadi kekurangan tenaga kerja. Dalam kondisi demikian terjadi perubahan tingkat upah. Tingkat upah di daerah tujuan cenderung menurun, dan daerah asal cenderung naik.
e.       Sture Oberg (1993)
Oberg mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi migrasi tenaga kerja dimasa mendatang selain tergantung dari karakteristik/perilaku migrant yang bersangkutan, juga tergantung dari factor-faktor –pendorong dan penarik. Dari analisa yang dilakukan Oberg pada daerah miskin dan kaya yang memiliki perbedaan tingkat kesejahteraan memperlihatkan bahwa factor-faktor pendorong yang menyebabkan seseorang bermigrasi dibedakan menjaddi 2 (dua) aspek, yaitu factor pendorong yang kuat (hard push factor) dan yang lemah (soft push factor). Faktor pendorong yang kuat adalah karena peperangan (war), kelaparan dan lingkungan yang tidak aman (environment catastrophes). Sedangkan factor-faktor pendorong yang lemah antara lain: perselisihan etnik (persecution), kemiskinan (poverty) dan keterasingan dan lingkungan social (social loneliness).
f.       Lary A. Sjaastad
Sjaastad (1962) mengatakan migrasi merupakan suatu investasi modal manusia, dalam hal ini migrant sebelum melakukan perpindahan pekerjaan ke daerah lain terlebih dahulu mempersiapkan diri, seperti investasi modal manusia, pertimbangan terhadap keluarga dan sanak saudara yang ditinggalkan, serta biaya psikis yang tidak dapat dihitung dengan uang.
g.      Everett S. Lee
Menurut Everett S. Lee (Munir.2000, hal.120) ada 4 faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu:
1.      Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal
2.      Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan
3.      Rintangan-rintangan yang menghambat
4.      Faktor-faktor pribadi
Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar luar untuk pindah ke tempat tersebut; ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antar lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan "jarak" ini meskipun selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang mau pindah. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan factor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang tentang factor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya.
h.      Lewis Ranis-Fei
Teori migrasi lainnya menekankan analisisnya terhadap factor ekonomi adalah teori Lewis Ranis-Fei, yang menjelaskan proses terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sector pertanian (tradisonal) ke sector industri (modern). Teori ini memperbaiki teori lewis. Sector tradisonal pada dasarnya berada di daerah pedesaan sedangkan sector modern berada di daerah perkotaan. Teori ini berpandangan bahwa adanya kelebihan tenaga kerja di sector pertanian, sementara itu disektor industri terdapat kesempatan kerja yang cukup banyak, sehingga memotivasi para oekerja untuk pindah ke sector modern dan berakibat terjadinya proses migrasi desa-kota. Hal ini tidak terlepas sebagai akibat terjadinya perbedaan dalam tingkat produktifitas antara kedua sector tersebut, yang didalam kenyataanya menunjukkan produktifitas di sector industri juga lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di sector pertanian. Selanjutnya hal ini memberikan implikasi perbedaan upah yang cukup mencolok antara sector industri dan pertanian.
i.        Ravenstein
Ravenstein mengemukakan hukum-hukum tentang migrasi, walaupun pada perkembangannya dikritik oleh N.A Humprey yang menyatakan bahwa migrasi tidak memiliki hukum sama sekali, hal serupa juga dikemukakan Stephen Bourne. Hukum migrasi yang dikemukakan Ravenstein ialah:
1.      Migrasi dan Jarak
·         Banyak migran pada jarak yang dekat
·         Migran jarak jauh lebih tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri
·         yang penting.
2.      Migrasi Bertahap
·         Adanya arus migrasi yang terarah
·         Adanya migrasi dari desa - kota kecil - kota
·         Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik penggantiannya.
3.      Perbedaan antara desa clan kota mengenai kecenderungan melakukan migrasi
·         Di desa lebih besar dari pada kota.ta besar.
4.      Arus dan Arus balik
5.      Wanita melakukan migrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria
6.      Teknologi dan migrasi
·         Teknologi menyebabkan migrasi meningkat.
7.      Motif ekonomi merupakan dorongan utama melakukan migrasi.

3.      Jenis-Jenis Migrasi
a.       Migrasi Nasional :Urbanisasi, Trasmigrasi, Ruralisasi
Migrasi Nasional atau Internal, yaitu perpindahan penduduk di dalam satu negara. Migrasi nasional /internal terdiri atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :
1.      Transmigrasi
Transmigrasi (Latin: trans - seberang, migrare - pindah) adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk (kota) ke daerah lain (desa) di dalam wilayah Indonesia. Penduduk yang melakukan transmigrasi disebut transmigran.
Transmigrasi tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk pengembangan wilayah.
2.      Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
3.      Ruralisasi
Ruralisasi adalah kebalikan dari urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kota ke desa. Ruralisasi pada umumnya banyak dilakukan oleh mereka yang dulu pernah melakukan urbanisasi, namun banyak juga pelaku ruralisasi yang merupakan orang kota asli.
b.      Migrasi International : Imigrasi, Emigrasi, Remigrasi
Migrasi Internasional, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lainnya. Migrasi internasional dapat dibedakan atas tiga macam yaitu :
6.      Emigrasi
Emigras adalah tindakan meninggalkan negara asal seseorang atau wilayah untuk menetap di negara lain. Ini adalah sama seperti imigrasi tapi dari perspektif negara asal. Gerakan manusia sebelum pembentukan batas-batas politik atau dalam satu negara, disebut migrasi. Ada banyak alasan mengapa orang mungkin memilih untuk beremigrasi. Beberapa adalah untuk alasan agama, kebebasan politik atau ekonomi atau melarikan diri. Lainnya memiliki alasan pribadi seperti pernikahan. Beberapa orang yang tinggal di negara-negara kaya dengan iklim dingin memilih untuk pindah ke iklim hangat ketika mereka pensiun. Orang yang melakukan emigrasi disebut emigran.
7.      Imigrasi
Emigrasi adalah perpindahan orang dari suatu negara-bangsa (nation-state) ke negara lain, di mana ia bukan merupakan warga negara. Imigrasi merujuk pada perpindahan untuk menetap permanen yang dilakukan oleh imigran, sedangkan turis dan pendatang untuk jangka waktu pendek tidak dianggap imigran. Walaupun demikian, migrasi pekerja musiman (umumnya untuk periode kurang dari satu tahun) sering dianggap sebagai bentuk imigrasi. PBB memperkirakan ada sekitar 190 juta imigran internasional pada tahun 2005, sekitar 3% dari populasi dunia. Sisanya tinggal di negara kelahiran mereka atau negara penerusnya.
8.      Remigrasi
Remigrasi yaitu perpindahan penduduk kembali ke negara asal.
a.       Migrasi masuk (in migration), yaitu masuknya penduduk ke suatu daerah tujuan
b.      Migrasi keluar (out migration), yaitu perpindahan penduduk keluar dari suatu daerah asal
c.       Migrasi netto (net migration) merupakan jumlah selisih antara jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar
d.      Migrasi bruto (gross migration), yaitu jumlah migrasi masuk dan migrasi keluar
e.       Migrasi total (total migration), seluruh kejadian migrasi, mencakup kejadian migrasi semasa hidup dan migrasi pulang
f.       Migrasi internasional (international migration), adalah perpindahan penduduk dari suatu Negara ke Negara lain
g.      Migrasi semasa hidup (life time migrasi), migrasi berdasarkan tempat kelahiran, adalah mereka yang pada waktu pencacahan sensus bertempat tinggaal di daerah yang berbeda dengan daerah tempat lahirnya.
h.      Migrasi parsial (partial migration), jumlah migrant ke suatu daerah tujuan dari suatu daerah asal atau daerah asal kesuatu daerah tujuan
i.        Arus migrasi (migration stream) jumlah atau banyaknya perpindahan yang terjadi dari daerah asal ke daerah tujuan dalam jangka waktu tertentu.

9.      Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Migrasi
a.       Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor utama yang meyumbang kepada berlakunya proses migrasi ini. Kedudukan ekonomi yang mantap dan kukuh menyebabkan wujudnya banyak sektor-sektor pertanian, pembinaan dan perkilangan, sekaligus membuka peluang kepada rakyat sesebuah negara termasuk juga golongan pendatang yang datang khususnya untuk mencari rezeki di negara orang.
b.      Taraf ekonomi yang rendah di negara sendiri.
Bagi negara Malaysia khususnya, kemakmuran ekonomi seringkali dijadikan alasan untuk menjelaskan mengapa negara ini menarik perhatian ramai rakyat Indonesia dan Bangladesh malah termasuk juga negara-negara yang mengalami taraf ekonomi yang gawat.
c.       Faktor sosiobudaya
Sebenarnya faktor sosiobudaya juga memainkan peranan utama menyebabkan pendatang Indonesia semakin bertambah dari hari ke hari ke negara kita. Bahkan boleh dikatakan faktor sosiobudaya ini memainkan peranan yang sama pentingnya dengan faktor ekonomi, mennjadi daya tarikan kepada pendatang Indonesia ini.
d.      Faktor kestabilan politik
Kestabilan politik sesebuah negara memainkan peranan yang penting dan berkait rapat dengan ekonomi negara dan proses migrasi antarabangsa. Sebuah negara yang aman dan makmur secara tidak langsung dapat mengelakkan berlakunya migrasi penduduk negara tersebut ke negara lain, sebaliknya menyebabkan penduduk negara lain berhijrah ke negara tersebut.

10.  Faktor Pendorong dan Penarik Migrasi
Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor).
a.           Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:
·         Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu, atau bahan dari pertanian.
·         Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
·         Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
·          Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
·         Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
b.           Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:
·         Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup.
·         Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
·         Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
·         Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar.

B.     PERMASALAHAN MIGRASI

1.     Permasalahan Migrasi Di Negara Maju Dan Negara Berkembang
Satu-satu pernyataan yang paling sering kita dengar adalah bahwaglobalization means the compressed time and space. Mungkin sebagian dari kita benar-benar merasakan hal ini secara langsung. Bila kita bandingkan dengan era dulu, perjalanan dari satu wilayah ke wilayah lain membutuhkan waktu yang sangat lama. Namun, sejak adanya globalisasi, dimana terjadi perkembangan yang pesat di bidang teknologi transportasi dan komunikasi, batas ruang dan waktu seakan bukan menjadi masalah. Bagi kita yang tinggal di wilayah dunia Indonesia misalnya, untuk menuju wilayah Eropa, kita hanya membutuhkan sekitar kurang lebih 16 jam perjalanan udara. Realitas inilah yang kemudian menjadikan masyarakat menjadi lebih leluasa mobilitasnya. Akibatnya, sistem-sistem pemerintahan pun harus menyesuaikan dengan sebaik-baiknya.
melihat adanya keleluasaan mobilitas penduduk akibat globalisasi, tidak terlepas dari adanya Revolusi Indusri Inggris pada abad ke-17. Revolusi Industri yang semakin meningkat ini melahirkan penemuan-penemuan yang cukup maju seperti: kereta api, telegram, telepon, pesawat terbang dan lain sebagainya. Selain itu, Revolusi Industri ini juga menuntut adanya kebutuhan bahan mentah. Adanya kedua faktor inilah yang menjadikan adanya peningkatan migrasi masyarakat ke seluruh dunia yang berujung pada usaha kapitalisme atau integrasi ekonomi global. Sebagaimana yang dikatakan oleh Benedict Anderson (1998: 67) bahwadevelopments have had and will continue to have vast consequences precisely because they are integral components of the transnationalization of advance capitalism and of the steepening economic stratification of the global economy.
Mobilitas massa yang besar sejak masa itu tentunya telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi setiap negara. Pengaruh tersebut dapat berupa efek positif maupun efek negatif. Efek positif yang dapat terjadi berdasarkan argumen dari Bhagwati (2004: 213) adalah kemajuan ekonomi atau dengan kata lain dapat membuka peluang perdagangan yang semakin meluas akibat adanya integrasi internasional serta memunculkan beberapa tenaga yang sangat ahli di suatu bidang tertentu. Sedangkan efek negatifnya adalah keadaan sosial yang rentan untuk mengalami krisis. Seperti misalnya: (1) perebutan wilayah teritorial, seperti yang kini terjadi antara Filipina dan Malaysia atas Sabah; (2) fenomena brain drain, seperti yang terjadi ketika masyarakat Eropa banyak bermigrasi menuju USA ; (3) konflik budaya, seperti yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia atas Tari Pendet atau Reog Ponorogo; dan (4) konflik sosial, seperti yang terjadi di Bangladesh akibat migrasi kaum Rohingya Burma. Hal ini berdasarkan pernyataan Nicholas Van Hear (1998: 250) bahwa globalisasi merupakan fenomena yang tidak sempurna, globalisasi justru merubah tatanan migrasi kepada krisis migrasi. Namun terlepas dari semua itu, asumsi globalisasi sebagai the uncontrolled and unstopped phenomenon, tentunya akan semakin meningkatkan mobilitas penduduk. Oleh karena itu, perlua adanya suatu ketegasan pemerintah negara dalam mengaturnya agar tidak timbul dampak-dampak buruk semacam adanya imigran gelap

Jagdish Bhagwati (2004:209) menjelaskan beberapa tipe imigrasi, yakni: imigrasi dari negara miskin ke negara kaya atau sebaliknya, yang dapat memiliki bentuk respon yang berbeda-beda; imigrasi skilled dan unskilled labour, yang dapat menimbulkan fenomena brain-drain; dan imigrasi legal atau ilegal serta voluntary immigrant dan involuntary immigrant. Bhagwati kemudian fokus pada pengaruh proses migrasi ini kepada aspek perekonomian, dimana pada akhirnya menyimpulkan bahwa adanya faktorsupply, yakni faktor yang menyebabkan imigran meninggalkan tanah airnya dan faktor demand, berupa faktor yang dimiliki negara host untuk menarik imigran. Hal-hal yang termasuk dalam faktor supply antara lain: ketidaksetaraan dan adanya iming-iming kualitas standar hidup, kemajuan pendidikan dan kesempatan bagi anak-anak,dan fasilitas yang menjanjikan bagi tenaga ahli di negara host (Bhagwati, 2004: 210-211). Sementara itu, beberapa faktor demand adalah kebutuhan negara maju akan tenaga kerja ahli yang berusia produktif (Bhagwati, 2004: 212). Adanya demand factorinilah yang akhirnya menimbulkan efek brain-drain dan juga perekrutan tenaga outsourcing.
Ketika seseorang yang melakukan migrasi ke negara host dan mendapatkan kehidupan yang layak dan menjadi sukses, maka hal tersebut akan menjadi motivasi bagi orang lain untuk meraih kehidupan yang sama. Sehingga, ia terpacu untuk meninggalkan home country menuju host country. Akibatnya, negara home justru kekurangan tenaga ahlinya karena adanya migrasi tersebut. Menghadapi hal ini negara home juga membuka keran bagi unskilled labor yang ingin bermigrasi. Namun, negara host justru menutup diri untuk menerima mereka dan ini menimbulkan keadaan yang asimetris yang akan menciptakan illegal immigrants (Bhagwati, 2004: 213). Tetapi, keadaan asimetris tersebut tidak mengkhawatirkan bagi Bhagwati. Sebab, ia memberikan solusi berupa pengenaan pajak bagi penduduk yang tinggal dan bekerja di luar negeri. Pajak ini berperan sebagai alat penyeimbang yang dapat membantu kelangsungan pembangunan di negara home. Selain itu, pemerintah juga harus menjalankan kebijakan yang mengintegrasikan migran pada negara host dengan cara yang meminimalkan biaya sosial dan meningkatkan keuntungan ekonomi (Bhagwati, 2004: 217). Sehingga, nantinya diharapkan akan terjadi keseimbangan akibat intensitas interaksi ini yang pada akhirnya membawa kemajuan bersama bagi setiap Negara.
argumen Bhagwati mengenai pemicu migrasi ada benarnya. Hanya saja, penulis kurang sependapat dengan Bhagwati terkait dengan solusi yang ditawarkan. Solusi ekonomi hendaknya juga diiringi dengan solusi sosial, dimana nantinya para imigran ini tidak dianggap sebagai ancaman bagi penduduk lokal. Sebuah kasus nyata yang pernah terjadi adalah xenophobia pada tragedi holocaust di era NAZI atas kaum Yahudi dan separatisme bangsa Moro di Filipina akibat munculnya kaum Katolik yang tiba-tiba mendesak keberadaan mereka (Chalk, 2001: 247). Oleh karena itu, penulis mencoba menawarkan solusi sosial yang juga harus diterapkan baik oleh host country maupun home country, yakni membentuk suatu tatanan politik yang strategis berupa demokrasi poliarki yang dapat mendukung transformasi migrasi secara kosmopolit. Sebagaimana pernyataan Robert A Dahl (1956: 69) bahwa di dalam proses demokrasi, setiap penduduk merupakan bagian dari kelompok kepentingan yang mengartikan kepentingannya sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga, kebijakan hukum yang diambil tentunya tidak hanya bergantung pada suara terbanyak, tetapi juga bersifat pluralis yang nantinya mampu mengakomodir seluruh kepentingan dan mencegah ketimpangan baik di segi ekonomi maupun sosial. Singkatnya, strategi keseimbangan yang tepat dibutuhkan dalam menanggapi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh mobilitas massa di era globalisasi ini.

C.     KEBIJAKAN MIGRASI

1.     Kebijakan migrasi di Negara berkembang
Biarpun model todaro secara sekilas nampak kurang memperhatikan arti penting migrasi desa-kota (karena model ini berpendapat bahwa migrasi tersebut pada dasarnya merupakan suatu mekanisme penyesuaian alokasi tenaga kerja di desa dan di kota), namun model tersebut mengandung sejumlah implikasi kebijakan yanbg sangat penting bagi Dunia ketiga. Berikut ini adalah lima implikasi kebijakan yang paling penting.
Pertama, Ketimpangan kesempatan kerja antara kota dan desa harus dikurangi. Karena para migran diasumsikan akan tanggap terhadap adanya selisih-selisih pendapatan, maka ketimpangan kesempatan ekonomi antara segenap sektor perkotaan dan pedesaan harus dikurangi.
Kedua, pemecahan masalah pengangguran tidak cukup hanya dengan penciptaan lapangan kerja di kota. Pemecahan masalah pengangguran di perkotaan yang dilakukan atas dasar saran-saran ilmu ekonomi keynesian atau tradisional ( yaitu melalui penciptaan lebih banyak lapangan kerja di sektor perkotaan tanpa harus meningkatkan penghasilan dan kesempatan kerja di pedesaan dalam waktu bersamaan) dapat mengakibatkan suatu situasi yang paradoks, yakni meskipun lapangan kerja di daerah perkotaan telah ditambah namun tingkat pengaggurannya tetap saja meningkat.
Ketiga, pengembangan pendidikan yang berlebihan mengakibatkan migrasi dan pengangguran. Model Todaro juga memiliki implikasdi kebijakan untuk mencegah investasi di bidang pendidikan yang berlebihan terutama pendidikan tinggi
Keempat, pemberian subsidi upah dan penentuan harga faktor produksi tradisional (tenaga kerja) justru menurunkan produktivitas. Salah satu resep kebijakan ekonomi yang baku untuk menciptakan kesempatan kerja di perkotaan adalah dengan menghilangkan distorsi harga faktor produksi dan menggunakan harga yang “sebenarnya” (dibentuk oleh mekanisme pasar).
Terakhir, kelima, program pembangunan desa secara terpadu harus dipacu. Kebijakan yang hanya ditujukan untuk memenuhi sisi permintaan kesempatan kerja di kota, seperti subsidi upah, rekruitmen pegawai lembaga-lembaga pemerintah, penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi dan penyediaan insentif perpajakan bagi para majikan, dalam jangka panjang ternyata tidak begitu efektif untuk meniadakan atau menanggulangi masalah pengagguran bila dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang khusus dirancang untuk mengatur secara langsung penawaran tenaga kerja ke wilayah perkotaan.

2.     Kebijakan migrasi di Negara Maju
Adanya gap atau ketidaksetaraan perekonomian antara suatu negara dengan negara lain terlebih antara negara maju dengan negara berkembang membuat tingkat kesejahteraan kedua kelompok negara ini berbeda. Saat ini jumlah penduduk dari negara berkembang yang bermigrasi menuju negara maju semakin bertambah jumlahnya dengan tujuan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih banyak. Mobilitas penduduk yang semakin tinggi ini membawa kepada sebuah pertanyaan apakah hal ini dapat mendorong perkembangan ekonomi dinegara berkembang atau justru menghambat perkembangan ekonomi di negara berkembang? Castels dan Miller (2003) menjelaskan bahwa migrasi internasional bukanlah solusi untuk memperkecil kesenjangan antara perekonomian negara maju dengan negara berkembang. Dengan kata lain migrasi internasional bukanlah solusi untuk mengurangi jumlah pengangguran di negara berkembang, dan bukanlah solusi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari negara-negara berkembang. Bahkan untuk mengurangi kesenjangan antara negara berkembang dengan negara maju ini hendaknya dilakukan dengan mengurangi jumlah migrasi internasional, yaitu dengan broad-based, pembangunan yang berkelanjutan di negara-negara berkembang, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut dan dapat mengimbangi pertumbuhan populasi dan angkatan kerja di negara berkembang. Faktor penentu yang menjadi kunci utama dalam hubungan antara migrasi internasional dengan perkembangan ekonomi adalah kebijakan dari pemerintah mengenai migrasi internasional itu sendiri.
Dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi negara-negara maju sebagai penerima imigran dari negara-negara berkembang. Kebijakan ini juga diperuntukkan untuk meminimalisir masuknya para imigran gelap atau imigran ilegal. Karena pada dasarnya imigran gelap inilah yang membuat migrasi internasional tidak menjadi efektif untuk membantu perkembangan perekonomian. “unwanted immigration is often seen as being at the root of public fears of mass influxes” (Castels&Miller,2003:283). Yang dimaksud dengan “unwanted immigration” ini antara lain pelintas perbatasan illegal, pendatang legal yang tinggal di negara penerima melebihi batas waktu yang ada, dan pencari suaka tidak dianggap sebagai pengungsi asli. Kebijakan ini disebut dengan durable solution,  durable solution ini terdiri dari reformasi kebijakan perdagangan, bantuan pembangunan, integrasi regional dan hubungan internasional. Yang pertama yaitu reformasi kebijakan perdagangan, kebijakan perdagangan yang dibuat hendaknya adalah kebijakan yang dapat menstimulus pertumbuhan perekonomian di negara-negara berkembang. Isu yang paling penting dalam reformasi kebijakan perdagangan ini adalah tingkat harga untuk komoditas utama yang dikomparasikan dengan produk-produk industri (Castels&Miller,2003). Contohnya adalah dibentuknya WTO yang sebelumnya merupakan GATT, WTO ini memfasilitasi kebijakan perdagangan internasional dan membantu pertumbuhan perekonomian negara-negara berkembang. Solusi yang kedua yaitu bantuan pembangunan, seperti yang telah dibahas sebelumnya adanya kesenjangan antara negara maju dengan negara berkembang dapat mengakibatkan munculnya imigran-imigran gelap, oleh karena itu dalam hal ini dibutuhkan peran IMF (International Monetary Fund) yang dapat memberikan kredit bagi negara-negara berkembang untuk dapat meningkatkan produktivitas negara sehingga dapat menekan jumlah pengangguran, tingkat pendapatan meningkat, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Kemudian solusi yang terakhir adalah integrasi regional dan hubungan internasional. Adanya integrasi regional yang dapat diimplementasikan dengan pembentukan kawasan perdagangan bebas, dengan adanya kawasan perdagangan bebas ini, maka dapat meminimalisir hambatan-hambatan perdagangan internasional sehingga keuntungan yang didapatkan negarapun akan lebih besar. Dan hal ini dapat meminimalisir adanya imigran gelap yang dapat menghambat perkembangan perekonomian. Walaupun meminimalisir adanya imigran gelap namun pada dasarnya integrasi ini dapat membuat imigrasi internasional semakin menggeliat, namun setidaknya imigrasi yang meningkat ini adalah imigrasi yang memberikan dampak positif karena merupakan para imigran legal.


















BAB III
RINGKASAN
Ringkasan dari pembahasan diatas, Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional)(Munir, 2000 : hal (116). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain.
Adanya kekurangan tenaga kerja dari negara maju membuat terjadinya perpindahan penduduk dari negara berkembang ke negara maju untuk menjadi tenaga kerja. Terlebih adanya tingkat pendapatan yang tinggi di negara maju membuat penduduk negara berkembang semakin tertarik untuk melakukan migrasi internasional. Migrasi internasional ini pada dasarnya dapat memberikan dorongan bagi perkembangan ekonomi negara. Namun adanya imigran gelap justru akan menghambat perkembangan ekonomi negara. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan yang tepat untuk mencegah hadirnya para imigran gelap ini, yaitu dengan reformasi kebijakan perdagangan, bantuan pembangunan, integrasi regional dan hubungan internasional. Fenomena brain drain memang benar terjadi, kebijakan pemerintah menjadi kebijakan yang sangat penting untuk dapat membuat brain gain menjadi lebih besar dari pada brain drain. Sehingga adanya migrasi internasional dapat benar-benar membantu perkembangan ekonomi negara terutama negara berkembang. Adanya migrasi internasional telah membuat disparitas budaya menjadi semakin beragam, pluralism di tiap-tiap negara semakin meningkat. Para imigran yang datang akan melakukan asimilasi budaya antara budaya aslinya dengan budaya negara penerima. Adanya toleransi antara penduduk asli dengan para imigran membuat proses integrasi semakin mudah untuk dilakukan, walaupun tidak dapat dipungkiri konflik antara penduduk asli dan para imigran masih kerap terjadi karena adanya xenophobia.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Brodjonegoro, P.S. Bambang.Pemulihan Ekonomi, Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia. Warta Demografi. Tahun Ke 30, No. 3, 2000.

2.      Darmawan, Beny. Perkiraan Pola Migrasi Antarprovinsi Di Indonesia Berdasarkan“Indeks Ketertarikan Ekonomi. Makalah Disampaikan Pada Seminar Poverty. Population & Health Di Kampus Ui Depok. 13 Desember 2007.

3.      Emalisa. Pola dan Arus Migrasi di Indonesia. dari http://library.usu.ac.id/download/fp/sosek-emalisa.pdf. pada tanggal 21 Januari 2008.

4.      Kahar, Suleman Hi. Abdu. Migrasi Keluar dari Sulawesi Selatan Analisis Data SUPAS1995. Jakarta: Program Pascasarjana Program Studi Kependudukan dan Ketenagakerjaan. Universitas Indonesia.2001

5.      Kharismaputri, Tasya. On People and Mobility. tasha-k--fisip10.web.unair.ac.id. di Akses pada 12 Jun 2012.
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin