Home » » Kisah Inspirasi Perjuangan Penjual Jagung dan Ibu Tuna Rungu Penjual minuman botol

Kisah Inspirasi Perjuangan Penjual Jagung dan Ibu Tuna Rungu Penjual minuman botol

Written By Unknown on Selasa, 12 Maret 2013 | Selasa, Maret 12, 2013


Sahabat suatu sore sekitar pukul 4 sore, di lapangan Niti Mandala Renon, Matahari masih bersinar dengan teriknya. Lapangan luas dan rimbun yang berlokasi di jantung kota Denpasar itu mulai ramai di datangi banyak orang. Mayoritas orang yang datang untuk berolahraga, dari jogging, bermain sepak bola, yoga, bersepeda sampai yang hanya sekedar jalan-jalan sore. 

Ada juga sekelompok orang yang bernyanyi. Mereka bernyanyi dan menari dengan iringan tambur yang riang gembira. Tak jauh dari situ, sekelompok anak muda sedang berlatih memperagakan keahllian melempar, dan memutar botol.

Dimana ada keramaian, disitu ada peluang. itu mungkin pikiran orang kebanyakan, Termasuk peluang mengais rejeki. Tak sedikit pedagang asongan memenuhi lapangan hijau kebanggaan warga Denpasar itu. Walau sebenarnya dilarang, para pedagang asongan itu bisa ditemui dimana-mana, di setiap sudut lapangan. Untuk menyiasati kejaran petugas, mereka pun berdagang dengan cara praktis, dengan membawa dagangan seadanya, yang sanggup dibawa di kepala atau di gendongan. 

Namun ada juga yang membawa perabotan agak berat, seperti pedagang jagung bakar. Tak terbayang, fenomena betapa repotnya mereka kabur dengan gerobak pikulan, yang berisi bara menyala. 

Suatu hari sahabat saya pernah membantu seorang ibu pedagang jagung bakar, lari menyelamatkan barang dagangannya, dengan membawakan sekantong arang dan beberapa biji jagung yang terjatuh. Setelah berhasil bersembunyi di sebuah gang di seberang jalan, Ia pun sempat berbincang-bincang dengan ibu itu. Dan menurutnya keuntungan yang didapat cukup untuk makan sehari-hari. Ibu pedagang Jagung itu adalah biasa dipanggil mak Susi.

Lima belas ribu rupiah hingga dua puluh ribu rupiah, penghasilan yang Ia dapatkan setiap hari. Uang sebesar itu, Ia gunakan untuk makan 4 orang anggota keluarga. Subhanallah, dan hebatnya, itu adalah sumber penghasilan utama mak Susi biasa orang memanggilnya mak Susi. 

Baginya, uang sebesar itu sangat bermanfaat untuk Ia dan keempat anaknya, setelah suaminya meninggal dunia, dan kedua anaknya masih terlalu kecil untuk bekerja. Ibu kandungnya yang sudah renta sakit-sakitan pun, tak bisa membantu mak Susi mencari nafkah sehari-hari. Untuk menambah penghasilan, memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, siang hari ia beredar di pasar tradisional Badung di Denpasar, menjadi kuli angkut belanjaan. 

Dengan berbekal keranjang bambu di kepala, ia mencari orang-orang yang mau dibawakan belanjaannya dengan upah suka rela. Belum lagi selesai terpana dengan kehidupan, perjuangan mak Susi, yang luar biasa rela berkorban untuk menghidupi keluarganya, sahabat saya melihat dari kejauhan seorang ibu tua yang tuna wicara. Ia berjualan air mineral, dan minuman isotonik. Tubuhnya kurus dan legam. Usianya Ia taksir mendekati enam puluhan. Ia sering sahabat saya temui saat Ia baru tiba di lapangan sekitar jam setengah lima sore. Itupun kelihatannya ia sudah bersiap-siap pulang. 

Ibu tua itu sering melempar senyum padanya. Kemudian sahabat saya pun jadi rutin membeli minuman botol ibu tua itu. Namun sayang mereka tak bisa berbincang. Wajah ikhlah, senyum tulus, peluh keringat, hingga kulit berwarna hitam legam, tak membuat nenek Tua tuna rungu itu tak merasakan kasih sayang Allah, karena Ia merasa cukup dan mensyukuri apa yang mereka dapatkan.

Subhanallah, Mak Susi pun, ingin tetap berjuang dengan segenap upaya untuk mengais rejeki secara halal, Tak peduli hasilnya tidak seberapa, tetap disyukuri, Memilih memeras keringat daripada meminta-minta atau berbuat kriminal. Subhanallah.

http://www.ceritamu.com
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin