Home » » DONGENG ; JANJI SEPASANG SEMUT

DONGENG ; JANJI SEPASANG SEMUT

Written By Unknown on Selasa, 12 Maret 2013 | Selasa, Maret 12, 2013

Janji Sepasang Semut

Alkisah di negeri semut, hiduplah seekor semut merah yang bernama Mechikko. Mechikko ini adalah semut merah yang ceria, periang dan suka bersenandung. Dalam peraturan kehidupan semut, semut merah dan semut hitam tidak boleh saling berbicara, saling membantu, apalagi sampai berpacaran. Peraturan-peraturan ini tidak dibuat dalam buku seperti Peraturan Perundang-undangan di kehidupan manusia, tetapi dideklarasikan langsung oleh Raja dari semut merah maupun Raja dari semut hitam, yang tentunya disaksikan oleh seluruh warga semut, baik semut merah maupun semut hitam. Keduanya sepakat menamakan peraturan ini sebagai PERSEMUTAN (Peraturan Persemut-semutan).

Suatu hari setelah Mechikko dan kawan-kawan selesai mengumpulkan makanan, Mechikko melihat segerombol semut hitam yang sedang mengerubungi makanan . Matanya terpaku pada sosok semut hitam yang tidak melakukan apa-apa, hanya diam di tempat. Dari raut mukanya, Mechikko menduga kalau semut hitam itu tampak tidak bersemangat, barangkali sakit, pikirnya. Ia pun tidak terlalu memikirkannya, ia pun berlalu dan masuk ke kamarnya.
Keesokan harinya, setelah rutinitas Mechikko selesai, yaitu mengumpulkan makanan, ia kembali melihat segerombolan semut hitam. Lagi-lagi ada seekor semut hitam yang hanya diam ditempat, tanpa melakukan apapun. Mechikko pun menyadari kalau semut hitam itu adalah semut yang sama dilihatnya dengan kemarin sore. Semut hitam itu mempunyai tanda yang tidak semua semut hitam punya, yaitu sebuah titik hitam agak besar yang ada di bawah mata sebelah kanan. Itu sebabnya Mechikko dapat mengetahuinya dengan mudah. Lagi-lagi, Mechikko pun hanya berlalu pergi dan meninggalkannya. Tetapi, saat Mechikko hendak tidur, ia pun mulai memikirkannya. Ia jadi ingin tahu, hal apakah yang membuat semut hitam itu tidak melakukan pekerjaannya sejak kemarin.
Hari Minggu pun tiba, Mechikko dan kawan-kawan langsung pergi ke halaman untuk bermain sepuasnya. Hari Minggu memang hari yang paling ditunggu-tunggu oleh anak-anak semut, karena mereka bisa bebas bermain seharian tanpa harus bekerja dan belajar. Saat sedang asyik bermain, Mechikko pun melihat bahwa ada satu semut hitam yang tidak bermain, malah duduk menyendiri di ayunan.
“Tidak salah lagi, itu pasti semut yang kemarin. Aku harus pergi ke sana,” batinnya dalam hati.
Baru saja Mechikko ingin pergi, Meghio memanggilnya.
“Hai Mechikko! Kamu mau pergi kemana? Ayo kita lanjut main,” kata Meghio.
“Aku mau kesana sebentar. Jangan bilang-bilang yang lain ya.”
“Loh, kamu tidak boleh main sama semut hitam. Kan sudah ada peraturannya di PERSEMUTAN.”
“Iya, aku tahu. Mangkanya, aku mohon sama kamu, kamu jangan bilang siapa-siapa ya.”
“Uhm… gimana ya?” wajah Meghio tampak bingung sekali.
“Memangnya kamu mau ngapain sih?” tanya Meghio.
“Aku mau ngobrol sebentar sama dia,” kata Mechikko sambil menunjuk ke arah semut hitam yang sedang sendirian.
“Hmm… Yaudah, tapi jangan lama-lama ya.”
“Iya. Terimakasih Meghio.”
Mechikko pun langsung menuju tempat semut hitam itu. Mechikko mengambil jalan sedikit memutar agar tidak kelihatan, baik oleh warga semut merah maupun warga semut hitam.
“Hai…,” sapa Mechikko.
Semut hitam itu pun terlonjak kaget. Ia mundur beberapa senti dari tempat nya.
“Kamu.. kan semut merah. Ngapain kamu disini? Mau gigit aku ya?” tanya semut hitam dengan wajah takut.
“Enggak kok. Aku gak akan gigit kamu. Kenalkan, namaku Mechikko. Namamu siapa?”
“Namaku… Hitama,” jawab Hitama ragu-ragu.
“Kamu lagi sakit?” tanya Mechikko langsung.
“Enggak kok. Emang kenapa?” jawab Hitama bingung.
“Soalnya, dari kemarin aku lihat kamu sendirian terus. Aku kira kamu sedang sakit.”
Hitama pun langsung membuang muka. Ia tidak lagi mengarahkan pandangan nya ke Mechikko.
“Untuk apa kamu peduli? Aku kan semut hitam dan kamu semut  merah,” jawab Hitama sekenanya.
“Aku.. cuma mau jadi temanmu,” suara Mechikko pun mengecil.
Walau terdengar sayup-sayup, tapi Hitama mendengar jelas apa yang dikatakan Mechikko. Maka , ia pun langsung mengarahkan pandangan nya kembali ke Mechikko.
“Kamu.. kenapa ingin jadi temanku?” tanya Hitama hati-hati.
“Sebenarnya, dari dulu aku tidak ingin ingin semut merah dan semut hitam begini. Tidak boleh berteman, tidak boleh bermain bersama, tidak boleh saling membantu, dan masih banyak lagi peraturan-peraturan yang tidak aku sukai. Memangnya ada masalah apa antara semut merah dan semut hitam sampai harus begitu? Aku tidak habis pikir.”
“Itu juga yang aku pikirkan akhir-akhir ini. Aku sudah pernah membicarakannya dengan kakekku, tapi ia malah memarahiku dan bilang bahwa aku tidak tahu apa-apa. Ya bagaimana aku mau tahu kalau tidak ada yang menceritakannya padaku? Lalu, aku bertanya pada semut hitam yang lain, yang umurnya sudah jauh lebih tua dariku tapi tidak lebih tua dari kakekku. Dan aku mendapatkan jawabannya. Mereka bilang bahwa semut merah itu jahat, suka menggigit. Kalau semut merah dan semut hitam bertemu, pasti mereka selalu berantam. Dan semut hitam yang selalu kalah. Kakek buyut semut hitam sebenarnya pernah berpacaran dengan nenek buyut semut merah. Tetapi, karena kakek buyut tidak setia, nenek buyut menggigit kakek buyut sampai ia meninggal. Nah, dari situ, muncullah peraturan PERSEMUTAN,” cerita Hitama panjang lebar.
Mechikko pun mendengarkan nya dengan setia, sambil meresapinya dalam hati.
“Aku diam dari kemarin bukan karena aku sakit seperti yang kamu bilang, tapi aku sedang berpikir bagaimana caranya agar peraturan yang sudah puluhan tahun itu pun hilang. Aku ingin agar semut merah dan semut hitam berkumpul kembali, tidak menyakiti satu sama lain,”
Mechikko terpana mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Hitama itu. Sekarang, ia jadi… terpesona kepada Hitama.
Hitama pun mengalihkan pandangannya ke Mechikko. Mechikko yang ketangkap basah sedang memandangi wajah Hitama pun langsung menunduk malu.
“Kamu tahu tidak bagaimana caranya?” tanya Hitama.
“Ah, eh, ehm.. Bagaimana apanya ya?” Mechikko menjawab dengan gelagapan karena sebenarnya ia tidak betul-betul memperhatikan setiap omongan nya Hitama.
“Ya… bagaimana caranya agar semut merah dan semut hitam bisa rukun lagi,” jawab Hitama santai sambil menatap lurus ke arah matanya, membuat Mechikko semakin berdebar-debar.
Mechikko pun mencoba mengatur napasnya sebelum menjawab pertanyaan Hitama.
“Hmm..” Mechikko pun berpikir.
Tetapi, belum sempat Mechikko berkata, gerombolan semut merah dan semut hitam pun datang dari seluruh penjuru. Mechikko dan Hitama pun kaget bukan main. Seluruh warga semut tahu betul apa hukuman yang akan mereka dapat jika ada yang melanggar.
“Hei kalian berdua. Kalian telah melangar peraturan PERSEMUTAN. Kalian berdua akan dihukum mati,” kata seorang kakek dari semut hitam.
Tiba-tiba saja, Mechikko membisikkan sesuatu kepada Hitama.
“Baiklah, aku akan mencobanya,” kata Hitama kepada Mechikko.
“Selamat siang kepada seluruh warga semut hitam dan semut merah. Saya senang kalian semua bisa berkumpul seperti ini. Izinkan saya bicara sebentar. Saya tahu, ini hal yang tidak boleh dilakukan bagi semut hitam dan semut merah. Tapi, saya sudah lama menyukai Mechikko. Bukan sekadar menyukai, bahkan saya menyayanginya. Saya berjanji di depan seluruh warga semut merah dan semut hitam bahwa saya akan menjaganya, tidak akan menyakitinya apalagi menyia-nyiakannya. Untuk itu, saya mohon izin kepada seluruh warga semut agar mengizinkan kami berdua.”
“Saya juga berjanji untuk tidak menyakiti Hitama dan menyayanginya seumur hidup saya.”
Hening. Tidak ada suara. Mereka semua bingung mau berkata apa. Tetapi, kemudian Meghio pun ikut bicara.
“Sebenarnya, aku juga menyukai Meka. Sudah sejak lama aku ingin ngobrol dengan dia. Tapi, aku tidak punya keberanian,” kata Meghio sambil menatap Meka.
Hitama pun melanjutkan perkataannya.
“Mungkin, masih banyak lagi yang memendam perasaannya selama ini, tapi tidak diungkapkan karena merasa malu dan tidak pantas. Oleh karena itu, saya meminta kebijakannya dari Raja semut merah dan Raja semut hitam untuk menghilangkan peraturan PERSEMUTAN. Saya yakin, semut merah dan semut hitam bisa rukun dan bisa saling bekerja sama satu sama lain. Kesalahan kakek dan nenek buyut kita janganlah disimpan sampai sekarang. Lebih baik, kita hidup bersama dan saling menolong. Bukankah begitu lebih baik?”
Warga semut merah dan semut hitam pun mulai mengiyakan perkataan Hitama, apalagi semut-semut yang masih remaja.
Sejak saat itu, semut merah dan semut hitam pun berbaikan dan hidup bersama.
~ Selesai ~
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin