KOMPAS.com - Berwirausaha memang butuh ketelatenan.
Bermula dari usaha sampingan, kini usaha mukena colet batik Pekalongan
beromzet ratusan juta.
Salah satunya adalah usaha Omah Mukena
Batik Colet khas Pekalongan milik Dicky Roswy dan Mardiyah. Kedua
pasangan suami istri ini hingga saat ini masih berstatus karyawan. Namun
untuk menambah pendapatan, pasangan ini lantas mencoba-coba untuk
membuat usaha pemasaran mukena batik colet atau istilahnya mukena batik
lukis tangan khas Pekalongan.
Usaha tersebut dirintis sejak 1997
lalu. Seluruh produksi dilakukan di Pekalongan karena daerah ini
merupakan sentra batik yang terkenal, selain Solo dan daerah-daerah
lain. Produksi di daerah ini membuat harga jual mukena batik colet akan
bisa bersaing, walau sudah sampai didistribusikan di Jakarta.
Uniknya, produksi mukena colet batik ini memang cukup rumit karena benar-benar buatan tangan si perajin alias handmade. Dengan cara seperti ini, nilai seninya semakin kelihatan dan membuat mukena colet ini semakin menawan.
Awalnya,
produksi mukena colet ini hanya menggantungkan dari dua tenaga pekerja.
Lantas semakin permintaan membeludak, maka tenaga ditambah hingga tujuh
orang. Itu hanya tenaga pelukisnya saja. Sementara tenaga penjahit,
pengobras dan bagian melipat serta quality control berjumlah 8 orang.
Pada
saat menjelang bulan puasa (Ramadhan), biasanya usaha mukena batik
colet ini menambah jumlah pekerja karena permintaan juga meningkat
tajam. "Orang-orang bilang berkahnya Ramadhan, mukena laris manis
seperti kacang goreng," kata Dicky.
Selama rentang hampir enam
tahun, Omah Mukenah Batik Colet Khas Pekalongan telah menghasilkan
beragam jenis produk mukena dan kreativitas dari seni colet ini.
Kini
sudah hampir 15 model colet mukena, mulai dari mukena colet biasa
perpaduan bunga-bunga aneka warna plus renda, mukena gradasi, mukena
pasir cinta, mukena gribigan (motif bilik), mukena colet timbul, mukena
gelombang cinta, mukena mega cinta -perpaduan colet dengan bahan full
color-, mukena anak-anak dari ukuran S, M, dan L dan untuk ABG pun
diproduksi.
Selain itu, mukena ini juga menyediakan mukena untuk orang yang memiliki ukuran tubuh khusus, yaitu ukuran "jumbo" alias big size.
Untuk
promosinya, mukena batik colet ini dipasarkan melalui jalur mulut ke
mulut, arisan, saudara, komunitas pengajian hingga dijual di media
sosial. Untuk harga per biji sekitar Rp 90.000-Rp 135.000.
Dengan
hanya model pemasaran seperti itu saja, omzet sebulan bisa mencapai Rp
40 juta (pemasaran di Pekalongan) dan Rp 50-60 juta (pemasaran di
Jakarta). "Jika ditotal, saat ini baru Rp 100-110 juta sebulan. Inipun
kalau bulan biasa, belum lagi saat Ramadhan, Idul Fitri atau Idul Adha.
Bisa lebih lagi," tambahnya tanpa mau menyebut marjin bersihnya.
Memang untuk menjual mukena batik colet ini pun tidak gampang. Usaha ini pun mendapat pesaing dari booming-nya
mukena bordir dari Tasikmalaya dan Bukittinggi. Namun karena mukena ini
memakai bahan kain santung (katun rayon) yang notabene lebih adem saat
dipakai serta jahitannya lebih halus, maka lama-lama masyarakatpun lebih
menyukai mukena jenis ini.
Untuk mengatasi bila sepi pesanan
(khususnya bila bukan bulan Ramadhan atau Idul Fitri), maka Omah Mukenah
Batik Colet Khas Pekalongan ini membuat inovasi dalam desain dan
coraknya. Ke depan, pihaknya akan mengembangkan kebutuhan busana muslim
lain seperti sajadah, sarung, baju koko, kopiah dan lainnya.