1.
Pengertian Metafisika
Metafisika merupakan cabang filsafat
yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Dimana metafisika
mempersoalkan realitas dan dunia dengan segala struktur dan dimensinya. Apa
yang sungguh-sungguh ‘ada’ yang paling utama? Apakah itu ‘kehidupan’? apakah
itu ‘dunia fisik’?
Apakah keseluruhan kenyataan itu tunggal atau majemuk? Apakah kenyataan itu
satu ragam ataukah bermacam ragam? Secara garis besar, pandangan filsafat
terkait dengan pokok soal tersebut dapat dikelompokan antara monisme dan
pluraisme, yang baik monisme maupun pluralisme dapat bersifat spiritualistis
ataupun materialistis.
Menurut para pemikir metafisis seperti
Plato dan Aristoteles memberikan asumsi dasar bahwa dunia atau realitas adalah
yang dapat dipahami (intelligible) yang mana setiap aliran metafisika mengklaim
bahwa akal budi memiliki kapasitas memadai untuk memahami dunia. Seolah – olah
akal budi memiliki kualitas “ampuh” untuk menyibak semua realitas mendasar dari
segala yang ada.
Sedangkan menurut Hamlyn, metafisika adalah bagian kajian filsafat yang paling
abstrak dan dalam pandangan sementara orang merupakan bagian yang paling
“tinggi” karena berurusan dengan realitas yang paling utama, berurusan dengan
“apa yang sungguh-sungguh ada” yang membedakan sekaligus menentukan bahwa
sesuatu itu mungkin ataukah tidak. Sekalipun demikian, subjek yang pasti dari
kajian metafisika secara terus menerus dipertanyakan, demikian juga validitas
klaim-klaimnya dan kegunaannya.[4]
Dengan demikian, metafisika adalah
bagian kajian filsafat tentang sifat dan fungsi teori tentang realita.
2.
Tafsiran Metafisika
Manusia memberikan pendapat mengenai
tafsiran metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia
terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural) dan hal-hal
tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang
nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini
lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme. Selain faham diatas, ada juga
paham yang disebut paham naturalisme. Paham ini sangat bertentangan dengan
paham supernaturalisme. Paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala alam
tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan
yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan diketahui. Penganut
faham naturalisme percaya bahwa setiap gejala, gerak bisa dijelaskan menurut
hukum kausalitas (hukum sebab-akibat) atau hukum stimulus-respon. Contoh: bola
bilyard tidak akan bergerak kecuali karena ada bola yang menabraknya atau
disodok oleh tongkat bilyard.
http://mboyzasdan.blogspot.com