Home » » LANDASAN TEORI MANAGEMEN KEUANGAN

LANDASAN TEORI MANAGEMEN KEUANGAN

Written By Unknown on Selasa, 20 November 2012 | Selasa, November 20, 2012

Sistem penganggaran moderen (Public Expenditure Management) menekankan pentingnya tiga prinsip penting (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara yaitu :

  • Aggegate Fiscal Dicipline,
  • disiplin anggaran pada tingkat nasional agar besarnya belanja negara disesuaikan dengan kemampuan menghimpun pendapatan negara
  • Allocative Efficiency, efisiensi alokasi anggaran melalui distribusi yang tepat sumber-sumber daya keuangan untuk berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome (manfaat atau hasil) yang diharapkan dari penyelenggaraan tugas kementrian/lembaga
  • Operational Efficiency, efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi pemerintahan untuk menghasilkan output sesuai tugas dan fungsi instansi pemerintahan bersangkutan

Reformasi di bidang perbendaharaan dilakukan sejalan dengan prinsip operational efficiency dengan mengubah fokus dari kontrol pengeluaran pada input menjadi output dan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada manajer untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya (Let’s the manager manage). Pemberian kewenangan yang lebih besar pada manajer dilakukan untuk melaksanakan kegiatan berorientasi pada hasil (output) dan manfaat (outcome)

1. Dasar Hukum Pembayaran
  • UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
  • UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
  • UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
  • UU No.13 tahun 2005 tentang APBN TA.2006
  • PP No.21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKAKL
  • Keppres No.42 tahun 2002 jtentang Pedoman Pelaksanaan APBN
  • PMK No.134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Pembayaran APBN
  • Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 tanggal 28-12-2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN

2. Pembagian Kewenangan

Pasal 19 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ayat (1) menyebutkan bahwa Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Dalam pelaksanaannya pembayaran APBN tersebut dilakukan oleh KPPN. Selanjutnya pada ayat (2) bahwa dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban untuk :
  1. Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
  2. Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran;
  3. Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
  4. Memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;
  5. Menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Kewajiban dalam rangka pelaksanaan pembayaran ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 pada pasal 11 sebagai berikut :
  1. Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat substansif dan formal.
  2. Pengujian substantif dilakukan untuk:
  • Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;
  • Menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;
  • Menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);
  • Menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran;
  • Menguji faktur pajak beserta SSP-nya;

Pengujian formal dilakukan untuk:
  • Mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan spesimen tandatangan;
  • Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.

Pada Pasal 7 ayat (2.c.) UU No.1/2004 bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara. Sedangkan pada penjelasan UU tersebut Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.

Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang kewenangan kebendaharaan (comptable).


3. Kewenangan Administratif (Ordonateur)

Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.

Satu hal penting yang mendasar dalam penyempurnaan manajemen keuangan alah adanya kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar bagi kementerian negara/lembaga dalam mengelola program dan kegiatan yang ada dalam lingkup kerjanya dimana penganggaran berdasarkan kinerja akan sangat membantu dalam penerapannya.

Penganggaran berdasarkan kinerja adalah penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Indikator kinerja (performance indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja dalam rangka mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya.

Penganggaran berdasarkan kinerja pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan antara beban kerja dan kegiatan terhadap biaya. Secara lebih dalam, penerapan penganggaran berdasarkan kinerja akan mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Sistem ini terutama berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil (outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan.
  • Ekonomis: sejauh mana masukan/sumberdaya yang ada digunakan dengan sebaik-baiknya;
  • Efisiensi: sejauh mana perbandingan antara tingkat keluaran suatu kegiatan dengan sumberdaya/dana yang digunakan;
  • Efektivitas: sejauh mana keluaran yang dihasilkan mendukung pencapaian
    http://www.sarjanaku.com
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin