Korupsi
merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar tercapai
pertumbuhan dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang
korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media masa baik cetak maupun
elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model
korupsi.
Dimensi
politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “anactment
policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominant di Negara
berkembang, pengusaha tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau
positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini
dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya
praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Fakta
yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi
menggulur Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui
korusilah system ekonomi social rusak, baik Negara maju dan berkembang.
Bahkan dalam buku “The Confession of Economic Hit Man” John Pakin
mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika serikat melalui
lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional
terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya
dikorup oleh pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi dan metamorfosis
Korupsi pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru,
Soeharto, membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di
Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut.
Namun sayangnya reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui
rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Budle gum” yang setiap saat siap
meledak itu. Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk
membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya rakyat tak pernah sadar, dan
terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir
dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi
tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi
daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah,
korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan.
Disharmonisasi politik ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat
terus naik karena korupsi.
Dalam
kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan
diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai
sosial., kepentingan pribadi menjadi pilihan utama dibandingkan
kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi
etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang.
Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas
public. Biro prlayanan public justru digunakan oleh pejabat public untuk
mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan
kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan public,
bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak
di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan,
kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada
keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial,
pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah
menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di daerah,
bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota
DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah”
dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi
rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon
1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi
rakyat (dan tidak pada konglomerat), dalam bentuk program-program
pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan
politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak kembangkannya
keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang
adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita
menghimbau para filosof dan ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras
dan berpikir secara empiric indktif yaitu selalu menggunakan data-data
empiric dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saj,
lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan
berpikir empiric kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan
langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa
sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika
pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis
sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak
ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu
mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak
bukti yang menunjukan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi
dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral
para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti
Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk
mengendalikan sumber dya alam kepada perusahaan multinasional dan negar
adi daya yang Didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk
pundik-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun
Kelompoknya.