Home » » Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi

Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi

Written By Unknown on Rabu, 07 November 2012 | Rabu, November 07, 2012

Korupsi merupakan permasalan mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dengan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media masa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi.
Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “anactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominant di Negara berkembang, pengusaha tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominant terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan.
Fakta yang terjadi menunjukan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggulur Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korusilah system ekonomi social rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam buku “The Confession of Economic Hit Man” John Pakin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional terperangkap dalam hutang luar Negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh pengusaha Indonesia saat ini. Demokrasi dan metamorfosis Korupsi pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan Icon orde baru, Soeharto, membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebutperubahan tersebut. Namun sayangnya reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Budle gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrassy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau ditanya rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulu para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tertralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi dan desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan kekuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signefikan. Disharmonisasi politik ekonomi social, grafik pertumbuhan jumlah rakyat terus naik karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial., kepentingan pribadi menjadi pilihan utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro prlayanan public justru digunakan oleh pejabat public untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan public, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan kedua alasan ini menyeruak di Indonesia, justru memfasilitasi korupsi. Mubaryanto menjelaskan, kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislative di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, jika sejak krisis multidimensi yang berasal dari krimon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan social sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak  kembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga Negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuan-ilmuan social, untuk bekerja keras dan berpikir secara empiric indktif yaitu selalu menggunakan data-data empiric dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saj, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori berat. Dengan berpikir empiric kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan asalan untuk mengendalikan sumber dya alam kepada perusahaan multinasional dan negar adi daya yang Didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundik-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun Kelompoknya.
Share this article :

Kunjungan

Update

 
Copyright © 2013. BERBAGI ILMU SOSIAL - All Rights Reserved | Supported by : Creating Website | Arif Sobarudin