Fase Pertama (Sebelum 1800)
Pada fase ini, masyarakat pribumi yang ada di Asia, Afrika,dan
Amerika mulai didatangi oleh bangsa Eropa sejak akhir abad ke-15. pada
masa itu mulai terkumpul suatu besar himpunan buku-buku kisah
perjalanan, laporan, dan sebagainya yang ditulis oleh para musafir,
pendeta, pelaut, ataupun pegawai pemerintah. Bahan-bahan deskripsi itu
kemudian disebut sebagai etnografi, atau deskripsi tentang
bangsa-bangsa. Isi dari deskripsi itu terkesan aneh di mata orang Eropa,
namun hal itu amat menarik perhatian kalangan terpelajar di Eropa Barat
di abad ke-18. dalam pandan orang eropa, timbul tiga macam sikap, yaitu
:
- Sebagian orang Eropa menganggap bangsa-bangsa pribumi itu adalah manusia liar, turunan iblis, dan sebagainya. Sehingga timbul istilah savages, dan primitives, sebutan bagi penduduk asli di Asia, Afrika, dan Amerika.
- Sebagian orang Eropa menganggap bahwa manusia dari tanah Asia, Afrika, dan Amerika itu adlah contoh dari manusia murni, yang belum kemasukan hasutan kejahatan dan keburukan yang sudah terjadi di Eropa.
- Sebagian orang Eropa tertarik dengan adapt-istiadat yang aneh, dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa primitive tersebut. Kumpulan itu kemudian dihimpun menjadi satu dan diperlihatkan kepada umum (museum).
Fase Kedua (Pertengahan Abad ke-19)
Ketika sekitar tahun 1860 ada beberapa karangan yang
mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di dunia
dalam berbagai tingkat evolusi, lahirlah antropologi. Ilmu itu bersifat
akademis. Mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud
mendapatkan pengertian mengenai tingkat-tingkat kuno dalam sejarah dan
sejarah penyebaran kebudayaan manusia di muka bumi.
Fase Ketiga (Permulaan abad 20)
Dalam fase ini, ilmu antropologi menjadi sangat penting. Orang-orang
Eropa mempelajari kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna
kepentingan pemerintak colonial dan guna mendapat suatu pengertian
tentang masyarakat kini yang kompleks.
Fase Keempat (sesudah 1930)
Ilmu antropologi mengalami masa perkembangan yang paling luas, baik
mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun
mengenai ketajaman metode-metode ilmiahnya. Pokok atau sasaran para ahli
antropologi tidak lagi hanya suku-suku bangsa primitive yang ada di
luar benua Eropa, melainkan juga daerah di pedesaan pada umumnya,
ditinjau dari sudut anekawarna fisiknya, masyarakatnya, serta budayanya.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2002) p 1-6