Korupsi adalah penyimpangan yang berakar dari watak
koruptif manusia yang tidak terkontrol, berupa hasrat akan kekayaan dan
kekuasaan yang menghalalkan segala cara Dan otoritas yang tidak
transparan. Pemikiran kritis para penulis tersebut, pastinya ikut
memberi andil dalam isi buku ini dan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Namun, bagaimanapun kehadiran Mochtar Lubis sebagai penulis kritis tiga
zaman, secara tidak langsung telah memberikan inspirasi, motivasi, sikap
kritis, konsistensi (istiqamah), keberanian, serta sejumlah nilai-nilai
luhur lainnya kepada mereka dan penulis-penulis kritis lainnya yang
bersikap kritis dan peduli terhadap pemberantasan korupsi.
Harus diakui, bahwa setiap penulis dan pemikir kritis lainnya memiliki gaga penulisan, nilai budaya, clan karakteristik tersendiri. Bahkan, mereka memiliki latar belakang ideologi, kognisi sosial, serta perbedaan pengaruh kekuatan politik kekuasaan. Namun, buku ini tidak hendak melakukan studi yang bersifat komparatif, tetapi lebili bersifat komprehensif. Artinya, pemikir-pemikir kritis tentang korupsi selain Mochtar Lubis, pemikiran-pemikirannya telah dielaborasi sebagai referensi yang semakin memperkuat wawasan dalam buku ini.
Harus diakui, bahwa setiap penulis dan pemikir kritis lainnya memiliki gaga penulisan, nilai budaya, clan karakteristik tersendiri. Bahkan, mereka memiliki latar belakang ideologi, kognisi sosial, serta perbedaan pengaruh kekuatan politik kekuasaan. Namun, buku ini tidak hendak melakukan studi yang bersifat komparatif, tetapi lebili bersifat komprehensif. Artinya, pemikir-pemikir kritis tentang korupsi selain Mochtar Lubis, pemikiran-pemikirannya telah dielaborasi sebagai referensi yang semakin memperkuat wawasan dalam buku ini.
Secara singkat, sebenarnya buku ini hendak mengungkap secara komprehensif pemikiran politik Mochtar Lubis, melalui pengungkapan peranan pers sebagai institusi budaya dalam mengontrol korupsi, kolusi, nepotisme, clan berbagai penyimpangan kekuasaan. Selama ini ada kecenderungan media massa diposisikan hanya sebagai institusi sosial dan kadang diposisikan sebagai institusi politik dan ditempatkan sebagai kekuatan keempat” setelah legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Pers sebagai institusi budaya, tentu memiliki komitmen untuk memberdayakan masyarakat melalui fungsi informasi, pendidikan, hiburan, komersial, pengawasan (kontrol), dan beberapa fungsi kultural lainnya yang bersifat affirmative dan critical.
Tajuk harian Indonesia Raya sengaja dipilih sebagai unit analisis, selain didasarkan pertimbangan praktis (purposive), juga karena harian ini dipimpin langsung oleh Mochtar Lubis mulai pertama terbit hingga dibredel. Selain itu, harian Indonesia Raya sangat kuat komitmennya memberdayakan masyarakat dan menjalankan fungsi kulturalnya yang bersifat critical. Harian Indonesia Raya cenderung tidak kompromistis terhadap korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai penyimpangan rezim Orde Baru. Mochtar Lubis sebagai pimpinan harian Indonesia Raya telah menulis ratusan tajuk (editorial) yang isinya mengoreksi pemerintahan rezim Orde Baru dengan sangat kritis. Itulah sebabnya, pemikiran-pemikiran Mochtar Lubis telah ditelaah melalui pendekatan life history.”
Karya ini difokuskan pada analisis pemikiran politik Mochtar Lubis dan kritiknya terhadap praktik korupsi pada rezim Orde Lama dan Orde Baru. Untuk itu, pertanyaan penelitian (research question) dirumuskan sebagai berikut: Pertama, bagaimana latar sosial, budaya, historic, ideologi, dan kekuasaan periode Orde Lama (1949-1968) dan Orde Baru .
(1968-1974) mempengaruhi pemikiran Mochtar Lubis tentang negara dan korupsi? Kedua, Ideologi apa yang melatarbelakangi pemikiran politik Mochtar Lubis tentang negara dan korupsi? Ketiga, bagaimana bentuk konstruksi pemikiran politik Mochtar Lubis tentang negara dan korupsi? Karya ini diharapkan dapat memberikan paling tidak dua manfaat.
Manfaat yang bersifat teoretis (akademis) dan kedua manfaat yang bersifat terapan (aplikatiff Manfaat teoretisnya, bahwa secara umum menganalisis dan berupaya melahirkan sintesis pemikiran-pemikiran politik Mochtar Lubis yang kritis tentang korupsi yang dilakukan oleh rezim Orde Baru. Rezim Orde Baru dalam hal ini, adalah representasi negara yang cenderung korup dan absolut. Untuk itu, melalui buku ini diharapkan ada penambahan wawasan yang bersifat metodologis dan teoretis terhadap kajian Antropologi Politik di Indonesia. Sedangkan, manfaat praktis hasil studi ini, diharapkan dapat digunakan untuk ke¬pentingan praktis dalam bidang metodologis dan pengambilan keputusan, bagi akademisi Ilmu Sosial dan khususnya Antropolog yang mendalami Antropologi Politik dan pendekatan Cultural Studies. Selain itu, studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi peningkatan integritas dan profesionalitas jurnalis di Indonesia.