"Gejalanya kejang-kejang pada ibu, gawat janin, pendarahan pada ibu, dan henti jantung mendadak pada bayi," kata Kepala Departemen Kandungan dan Kebidanan RSCM, dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K), dalam simposium mini mengenai 'Risiko Tindakan Medik dalam Praktik Kebidanan' di RSCM, Jl Salemba Raya, Jakarta,
Menurut dr Budi, ada faktor-faktor penyebab terjadinya emboli ketuban seperti usia ibu yang tua, persalinan caesar, persalinan dengan instrumen, dan reaksi kimia pada anestesi. Namun ada juga faktor eksternal yang memicu seperti kelengkapan dan kesediaan laboratorium RS, serta ketersediaan dokter di Indonesia yang tidak merata.
Emboli air ketuban dapat terjadi kapan saja pada proses persalinan. "Contoh kasus yang dilaporkan membuktikan bahwa emboli air ketuban tidak dapat diprediksi. Ada yang terjadi pada saat air ketuban pecah, pada saat persalinan (pengeluaran bayi), bahkan ada yang melaporkan 48 jam setelah persalinan selesai," papar dr Budi.
Saat peristiwa ini terjadi, menurut dr Budi, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh dokter. Namun dokter Budi merekomendasikan beberapa hal untuk diperhatikan. "Menjaga pantauan pada saluran tubuh ibu. Baik itu saluran pernafasan, saluran darah, maupun saluran pencernaan," sarannya.
"Selain itu, kerja sama yang baik antara tim dokter sangat diperlukan," imbuhnya.