MASALAH-MASALAH
PERKOTAAN
(Tugas Sosiologi Perkotaan)
Oleh :
·
Agus Riyanto
·
Ali Fatia
·
Arif Sobarudin
·
Mahardika Wicaksana
·
Wike
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
T.A 2013
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kita sering mendengar berbagai masalah mengenai
ibukota negara Indonesia, jakarta. Pertumbuhan populasi manusia di kota talah
memunculkan berbagai masalah, seperti pencemaran atau polusi, banjir, sampah,
air bersih, transportasi, perumahan atau tempat tinggal, dan kebakaran, yang kesemuanya
dapat berdampak pada kesehatan, baik kesehatan manusia maupun kesehatan
lingkungan. Pemerintah pun juga sudah berupaya untuk mengatasi berbagai
permasalahan tersebut seperti pembangunan banjir kanal, penggunaan teknologi
pengolahan sampah, teknologi informasi untuk mitigasi bencana, penggunaan
teknologi untuk mengurangi dampak polusi, dan lain sebagainya.
Seiring dengan pertumbuhan pembangungan kota Metropolitab,
muncul gagasan untuk mengembangkan wilayah dari metropolitan ke megapolitan.
Konsep megapolitan tersebut, memerlukan telaah dan persiapan lintas disiplin
ilmu dan telaah mendalam dari berbagai sudut pandang, agar gagasan tersebut
membawa dampak pada kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan hidup.
Gagasan tersebut merupakan salah satu upaya perencanaan konsep keberlanjutan
masa depan.
PEMBAHASAN
1.
BANJIR
Penyebab banjir di DKI Jakarta,
secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor alam dan faktor
manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40%
kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang. Sehingga
Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini. Berbagai
faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan permukiman
yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak
berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Kondisi ini
diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding limpasan
(debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai dan saluran makro ini
disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan
pembuangan sampah secara sembarangan
2. ARUS URBANISASI YANG CEPAT
Berdasarkan survei penduduk antar
sensus (Supas) 1995, tingkat urbanisasi di Indonesia padatahun 1995 adalah
35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen penduduk Indonesia tinggal
didaerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat dari sekitar 22,4 persen pada
tahun 1980 yanglalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang tinggal di daerah
pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun 1980 menjadi 64,09 persen
pada tahun 1995.Meningkatnya kepadatan penduduk perkotaan membawa dampak yang
sangat besar kepadatingkat kenyamanan yang tinggi. Kota seperti Jakarta
misalnya tidak dirancang untuk melayanimobilitas penduduk lebih dari 10 juta
orang. Dengan jumlah penduduk lebih dari 8 juta penduduk saat ini,
ditambah dengan 4-6 juta penduduk yang melaju dari berbagai kota
sekitar Jakarta, menjadikan Jakarta sangatlah sesak.
3.
ARUS URBANISASI YANG CEPAT
Urbanisasi menurut Prijono Tjiptoherijanto berarti persentase penduduk yang
tinggal di daerah perkotaan. Sedangkan mereka yang awam dengan ilmu
kependudukan seringkali mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk
dari desa ke kota (Prijono, Urbanisasi, Kompas, Senin 8 Mei 2000).
Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 1995, tingkat urbanisasi di
Indonesia pada tahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen
penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat
dari sekitar 22,4 persen pada tahun 1980 yang lalu. Sebaliknya proporsi
penduduk yang tinggal di daerah pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun
1980 menjadi 64,09 persen pada tahun 1995.
Meningkatnya kepadatan penduduk perkotaan membawa dampak yang sangat besar
kepada tingkat kenyamanan yang tinggi. Kota seperti Jakarta misalnya tidak
dirancang untuk melayani mobilitas penduduk lebih dari 10 juta orang. Dengan
jumlah penduduk lebih dari 8 juta penduduk saat ini, ditambah dengan 4-6 juta
penduduk yang melaju dari berbagai kota sekitar Jakarta, menjadikan Jakarta
sangatlah sesak.
Kedekatan jangkauan terhadap pusat-pusat perekonomian di perkotaan, menjadikan
daya tarik lain sehingga sebagian penduduk lebih memilih tinggal di kota, meski
mereka terpaksa tinggal di ruang yang sangat terbatas. Akibatnya, area-area
kumuh, dengan fasilitas kehidupan dan kebutuhan umum yang terbatas, menjadi
semakin meluas.
4. KRIMINALITAS
Kejahatan atau kriminalitas di
kota-kota besar sudah menjadi permasalahan sosial yang membuat semua warga yang
tinggal atau menetap menjadi resah, karena tingkat kriminalitas yang terus
meningkat setiap tahunnya.faktor penyebab Tingkat pengangguran yang tinggi ,
Kurangnya lapangan pekerjaan membuat tingkat kriminal juga meningkat karena
kurangnya lapangan pekerjaan danKemiskinan yang dialami oleh rakyat kecil
kadang membuat mereka berfikir untuk melakukan tindakan kriminalitas.
Contoh tindak kejahatan adalah
pencurian, perampokan, penjambretan, pencopetan, pemalakan, korupsi, pembunuhan,
dan penculikan. Banyaknya tindak kejahatan menciptakan rasa tidak aman.
Perampokan dan penodongan menggunakan senjata api sering terjadi di kota besar.
Di desa pun sering terjadi pencurian. Misalnya, ada yang mencuri ternak, hasil
pertanian, hasil hutan, dan sebagainya.
Tindak kejahatan pencurian dan
perampokan sering disebakan oleh masalah kemiskinan dan pengangguran. Karena
itu, pemerintah dan masyarakat harus berusaha keras untuk menciptakan lapangan
kerja. Selain itu, kualitas dan pemerataan pendidikan harus ditingkat-kan untuk
meningkatkan keterampilan dan keahlian warga. Sementara itu, aparat keamanan,
terutama polisi harus mampu memberantas tindak kejahatan. Masyarakat diharapkan
membantu polisi.
5.
MENINGKATNYA SEKTOR INFORMAL
Kesenjangan antara kemampuan menyediakan sarana penghidupan dengan permintaan
terhadap lapangan kerja, memacu tumbuhnya sektor informal perkotaan.
Pada saat krisis ekonomi terjadi jumlah penduduk perkotaan yang bekerja di
sektor informal ini semakin besar. Di satu sisi tumbuhnya sektor informal ini
merupakan katup pengaman bagi krisis ekonomi yang melanda sebagian besar Bangsa
Indonesia. Namun, pada gilirannya peningkatan aktivitas sektor informal,
terutama yang berada di perkotaan dan menyita sebagian ruang publik perkotaan,
menimbulkan masalah baru terutama menyangkut aspek kenyamanan dan ketertiban
yang juga menjadi hak publik bagi warga perkotaan yang lain.
6.
DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR PENDUDUK
PERKOTAAN (KESENJANGAN SOSIAL)
Perbedaan tingkat kemampuan, pendidikan dan akses terhadap sumber-sumber
ekonomi menjadikan persoalan perbedaan pendapatan antarpenduduk di perkotaan
semakin besar.
Di satu pihak, sebagian kecil dari penduduk perkotaan menguasai sebagian besar
sumber perekonomian. Sementara di sisi lain, sebagian besar penduduk justru
hanya mendapatkan sebagian kecil sumber perekonomian. Akibatnya, terdapat
kesenjangan pendapatan yang semakin lama semakin besar.
Sebagai bagian dari mekanisme pasar, kondisi ini sebenarnya sah-sah saja dan
sangat wajar terjadi. Persoalannya, ternyata dan praktiknya disparitas
pendapatan ini menimbulkan persoalan sosial yang tidak ringan. Terjadinya
kecemburuan sosial yang bermuara pada kerusuhan massal, kerap terjadi karena
persoalan ini. Dalam skala yang lebih kecil, meningkatnya kriminalitas di
perkotaan, merupakan implikasi tidak meratanya kemampuan dan kesempatan untuk
menikmati pertumbuhan perekonomian di perkotaan.
7.
MENINGKATNYA KEMACETAN
Pertumbuhan
jumlah kendaraan sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pendapatan
penduduk, membawa implikasi lain bagi perkotaan. Masalah kemacetan lalu lintas
merupakan masalah yang tidak mudah dipecahkan oleh para pengambil kebijakan
perkotaan.
Terbatasnya wilayah untuk memperluas jaringan jalan, merupakan kendala terbesar
sehingga penambahan ruas jalan yang dilakukan pemerintah tak dapat mengimbangi
laju pertambahan penduduk. Akibatnya persoalan kemacetan lalu lintas ini
semakin lama semakin menjadi.
Persoalannya semakin pelik, ketika pemerintah tidak mampu menyediakan sarana
transportasi umum dan massal yang memadai, sehingga masyarakat lebih nyaman
menggunakan kendaraan pribadi dan akhirnya menjadikan masalah kemacetan ini
makin menjadi.
Di lain pihak pembangunan kota-kota satelit di sekitar Jakarta, tak mampu
memecahkan masalah ini, karena para penduduk kota satelit ini justru masih
mencari penghidupan di Jakarta. Akibatnya pembangunan kota-kota ini justru
hanya memperluas sebaran daerah-daerah pusat kemacetan lalu lintas.
8.
KEBAKARAN
Masalah sosial lainnya yang juga
sering dihadapi warga masyarakat di lingkunganmu adalah kebakaran. Siapa yang
pernah melihat kebakaran? Kebakaran apa yang kamu saksikan itu? Apakah rumah
atau hutan dan semak belukar? Apa yang terjadi ketika kebakaran? Api melahap
segala sesuatu dengan cepat, bukan? Kebakaran yang terjadi di masyarakat
umumnya merupakan kebakaran pemukiman. Sebuah rumah terbakar dan menjalar ke
rumah-rumah di sekitarnya. Penyebabnya antara lain kompor meledak dan sambungan
arus pendek (korsleting) listrik. Karena itu, masyarakat harus sangat hatihati
dengan dua hal ini. Kebakaran pemukiman kumuh dan padat penduduk umumnya
merusak sebagian bahkan seluruh rumah yang ada di sana. Ini disebabkan karena
bahan-bahan yang dipakai untuk membangun rumah memang mudah terbakar. Selain
itu, jalan masuknya sempit sehingga sulit dijangkau oleh mobil pemadam
kebakaran.
Kebakaran pemukiman sangat menyusahkan warga. Kita harus berusaha mencegah
terjadinya kebakaran di lingkungan kita. Caranya antara lain sebagai berikut.
1. Merawat kompor supaya layak pakai
dan tidak bermasalah.
2. Merawat jaringan listrik. Kabel yang
mulai mengelupas diganti.
3. Mematikan kompor setelah memasak.
4. Berhati-hati menggunakan lilin dan
korek api.
Kebakaran hutan sering terjadi pada
musim kemarau. Asap kebakaran hutan banyak sekali. Asap kebakaran hutan
mengganggu kesehatan dan lalu lintas. Selain itu, kawasan hutan akan semakin
berkurang. Kalau terjadi kebakaran, segera menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran
terdekat. Warga juga harus saling membantu memadamkan api. Dan yang juga
penting adalah mencegah terjadinya kekacauan atau aksi pencurian yang biasanya
ikut terjadi pada saat terjadi kebakaran.
9.
PENCEMARAN LINGKUNGAN
Kamu sudah pernah belajar masalah
pencemaran di Kelas 3. Apakah kamu masih ingat macam-macam pencemaran? Ada
pencemaran air dan pencemaran udara. Apa yang menyebabkan pencemaran air
seperti sungai, danau, waduk, dan laut? Perairan bisa tercemar karena ulah
manusia, misalnya membuang sampah ke sungai dan menangkap ikan dengan
menggunakan pestisida. Sungai, danau, atau waduk juga menjadi tercemar kalau
pabrik-pabrik membuang limbah industri ke sana. Pencemaran mengakibatkan
matinya ikan dan makhluk lainnya yang hidup di air. Akhirnya, manusia juga
menderita kerugian.
Pencemaran udara disebabkan asap kendaraan bermotor dan asap pabrik-pabrik.
Kamu yang tinggal di kota pasti menghadapi masalah ini setiap hari. Kalau kamu
habis jalan-jalan, coba usaplah wajahmu dengan kapasbersih. Apa yang kamu lihat
pada kapas itu? Kapas itu akan menjadi hitam karena kotoran yang ada di
wajahmu. Kotoran itu berasal dari debu dan asap kendaraan bermotor. Udara yang
kita hirup adalah udara yang sangat kotor. Bayangkan apa yang terjadi dengan
paru-paru kita, kalau kita menghirup udara yang sangat kotor seperti itu.
Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi pencemaran udara.
Misalnya, membuat taman kota dan menanam pohon sebanyak-banyaknya. Kita sebagai
warga negara sebaiknya ikut serta dalam program ini. Selain itu, kalau kita
memiliki kendaraan bermotor, usahakan supaya kendaraan tersebut layak dipakai.
Jangan sampai kendaraan milik kita mengeluarkan banyak asap. Kalau bepergian ke
mana-mana, sebaiknya menggunakan kendaraan umum. Jumlah kendaraan di jalan jadi
berkurang.
10. JUMLAH ANAK
JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS (GEPENG) YANG MAKIN BANYAK.
Penyandang masalah sosial
seperti gelandangan dan pengemis (gepeng) dan pedagang asongan merupakan
fenomena sosial yang tidak dapat dihindarkan keberadaannya dari kehidupan
masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan. Selama ini, kebijakan
yang sering diterapkan dalam menangani anak jalanan adalah dengan mendirikan
rumah singgah. Rumah singgah adalah konsep pembinaan anak jalanan dengan cara
melokalisir keberadaan mereka sehingga tidak hidup secara liar dan meresahkan
masyarakat sekitar. Namun keberadaan rumah singgah sering tidak menyelesaikan
persoalan. Banyak anak jalanan yang bosan dengan program rumah singgah yang
diterapkan oleh pemerintah daerah. Mereka lebih merasa bebas dan nyaman dengan
tetap hidup dengan cara mereka sendiri.
Keterbatasan sumber daya
aparatur pemerintah dan banyaknya masyarakat yang masih bersimpati dengan cara
memberikan sumbangan di persimpangan jalan dan di tempat-tempat umum lainnya
juga jadi kendala, serta adanya kenyataannya bahwa penghasilan gelandangan,
pengemis dan pedagang asongan dengan meminta sedekah dan berjualan di jalanan
lebih banyak daripada memiliki usaha sendiri yang permanen. Gelandangan,
pengemis dan pedagang asongan mendapatkan uang tanpa ada usaha kerja keras
namun melanggar norma yang berlaku di masyarakat serta mengganggu ketertiban
dan ketentraman masyarakat.
Persoalan ini menjadi dilema
bagi pemerintah karena di satu sisi pemerintah melakukan pembinaan agar gepeng
dan pedagang asongan tidak meminta-minta dan berjualan di jalanan, namun di
sisi lain masyarakat memberikan sedekah di jalanan dan membeli sesuatu dari
pedagang asongan tersebut, dan bahkan kegiatan gelandangan dan pengemis
dilaksanakan melalui eksploitasi oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan.
11. HILANGNYA
RUANG PUBLIK
Dalam praktiknya berbagai kepentingan dan fungsi perkotaan kerap harus
mengorbankan fungsi kota lainnya. Kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi tentu
saja memerlukan lahan bagi pengembangan ekspansi kepentingan tersebut.
Persoalannya, ruang dan wilayah perkotaan jumlahnya tetap, sehingga untuk
kepentingan ekonomi tersebut harus menggunakan ruang wilayah fungsi kota
lainnya. Yang kerap dikorbankan adalah ruang-ruang publik.
Sarana olahraga, pendidikan kerap harus tersingkir oleh kepentingan
ekonomi.Kasus penggusuran sebuah sekolah di Kawasan Melawai Jakarta baru-baru
ini, merupakan salah satu contoh betapa sebuah kepentingan ekonomi harus
mengorbankan fungsi kota lainnya, meski itu juga penting, yakni pendidikan.
Pergeseran fungsi lahan atau penghilangan fungsi ruang publik, disadari atau
tidak menimbulkan implikasi lain yang serius. Sejak puluhan tahun terakhir ini,
ruang-ruang publik antara lain untuk keperluan olahraga harus dikorbankan.
Akibantnya, anak-anak muda jakarta kehilangan tempat untuk mengekspresikan jiwa
muda dan ”kelebihan energinya”.
Hidup di lingkungan dan ruang yang terbatas, tidak adanya sarana untuk
mengekpresikan diri, menimbulkan dampak sosial yang serius. Perkelahian pelajar
misalnya, salah satu penyebabnya adalah karena mereka kehilangan ruang publik
tempat mengekspresikan jiwa mudanya.
Kondisi ini digambarkan secara cepat oleh Prijono Tjiptoherijanto:
Kebijaksanaan
pembangunan perkotaan saat ini cenderung terpusat pada suatu arena yang
memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi
penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin
membesarnya area konsentrasi penduduk sehingga menimbulkan apa yang yang dikenal
dengan nama daerah perkotaan. Sementara terdapat keterkaitan timbal balik
antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk.
Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki
konsentrasi penduduk tinggi serta memiliki sarana dan prasarana yang lengkap.
Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara lain biaya
distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada
pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih muda
memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan (Urbanisasi dan perkotaan di
Indonesia, Artikel Harian Kompas, Senin, 8 Mei 2000)
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah sosial di perkotaan
adalah pertambahan penduduk yang tidak terkendali, tingkat kesadaran dan
kepedulian masyarakat kota dengan lingkungan di sekitar itu rendah sekali
sehingga berdampak sangat besar. Di sini hukum rimba pun berlaku dimana yang kuat
yang berkuasa dan yang lemah pasti akan tertindas. Tidak ada lagi yang namanya tepo
seliro. Terjadilah kesenjangan sosial yang menyebabkan ketidakseimbangan
dalam kehidupan perkotaan. Dimana orang hanya akan memperdulikan dirinya
sendiri dan tidak memperdulikan orang lain lagi.
SARAN-SARAN
Menurut kami, untuk fenomena
sosial yang ada di masyarakat sekarang terletak pada pemerintah kota sendiri.
Bagaimana mau menangani kota tersebut. Apakah kota tersebut mau di jadikan kota
komersial atau kota budaya atau kota industri. Sehingga karakteristik kota
tersebut ada. Kota dianggap dapat memenuhi kebutuhan semua orang karena berbeda
dengan desa.