Muhammad digambarkan sebagai seorang berperawakan sedang. Tidak kecil dan tidak
besar. Rambutnya hitam berombak dengan cambang lebar. Matanya hitam, roman
mukanya seperti selalu merenung. Ia gemar pula berhumor, namun tak pernah sampai
tertawa terbahak yang membuat gerahamnya tampak. Ia juga tak pernah meledak
marah. Kemarahannya hanya terlihat pada raut muka yang serius serta keringat
kecilnya di dahi. Muhammad inilah yang dipertimbangkan Khadijah sebagai
suaminya.
Saat itu Khadijah binti Khuwailid berusia 40 tahun -15 tahun
lebih tua dibanding Muhammad. Ia pengusaha ternama di Mekah. Bisnisnya
menjangkau wilayah Syria -daerah yang menjadi persimpangan antara "Jalur Sutera"
Cina-Eropa dengan jalur Syria-Yaman. Ia cantik, lembut namun sangat disegani
masyarakatnya. Orang-orang Mekah menjulukinya sebagai "Ath-Thahirah" (seorang
suci) dan "Sayyidatul Quraish" (putri terhormat Quraish)." Khadijah dan Muhammad
sama-sama keturunan Qushay.
Khadijah lalu menyampaikan keinginan menikah
tersebut pada Muhammad, melalui Nufaisa -sahabatnya. Muhammad sempat gamang. Ia
tidak punya apa-apa untuk menikah. Namun kedua belah pihak keluarga mendukung
mereka. Dengan mas kawin 20 unta, Muhammad menikahi Khadijah. Paman Khadijah,
Umar bin Asad menjadi wali lantaran Khuwailid telah meninggal sebelum Perang
Fijar. Muhammad kemudian tinggal di rumah Khadijah.
Keluarga mereka
tenteram dan damai. Pada usianya yang terbilang tua, Khadijah masih melahirkan
enam anak. Dua anak pertama, Qasim dan Abdullah meninggal selagi kecil. Empat
putri mereka tumbuh hingga dewasa. Zainab yang sulung dinikahkan dengan
keponakan Khadijah, Abul'Ash bin Rabi'. Ruqaya dan Ummi Khulthum dinikahkan
dengan kakak-adik putra Abu Lahab, paman Muhammad, yakni Uthba' dan Uthaiba.
Setelah ajaran Islam turun, Abu Lahab meminta anak-anaknya menceraikan anak-anak
Muhammad. Kelak mereka menikah dengan Khalifah Usman bin Affan, mula-mula Ruqaya
yang kemudian wafat, lalu Ummi Khulthum. Si bungsu Fatimah masih kecil. Setelah
masa Islam, Fatimah dinikahkan dengan Ali.
Perhatian pasangan
Muhammad-Khadijah bukan hanya memikirkan keluarganya sendiri, melainkan juga
orang lain. Setiap musim paceklik tiba, Halimah -Ibu susu Muhammad-selalu datang
minta bantuan. Mereka akan membekali pulang Halimah dengan air serta bahan
pangan yang diangkut unta untuk memenuhi kebutuhan warga desanya. Mereka juga
menolong Abu Thalib dari kemiskinannya. Untuk itu, Muhammad menemui pamannya
yang kaya Abbas untuk mengambil salah seorang anak Abu Thalib, Ja'far, sedangkan
keluarga Muhammad mengasuh anak yang lain, Ali.
Muhammad mendapat
penghormatan besar saat renovasi Ka'bah. Saat itu Ka'bah telah retak. Lokasinya
di cekungan perbukitan batu, membuat Ka'bah selalu menjadi sasaran banjir di
musim hujan. Masyarakat bermaksud membangun baru Ka'bah, namun tak seorang pun
berani memulai merobohkannya. Setelah tertunda beberapa lama, Walid bin Mughirah
memberanikan diri untuk memulai penghancuran itu. Ka'bah dibangun kembali hingga
setinggi 18 hasta atau sekitar 11 meter. Pintunya ditinggikan dari tanah
sehingga aman dari banjir. Enam tiang berderet tiga-tiga dipancangkan.
Untuk pembangunan itu, warga Mekah membeli kayu milik pedagang Romawi
Baqum yang kapalnya pecah di dekat Jeddah. Baqum bahkan bersedia membantu
pembangunan itu bila didampingi Kopti -tukang kayu Mekah. Pekerjaan berjalan
lancar. Hubal, arca terbesar, telah dimasukkan ke dalam Ka'bah. Namun, kemudian
muncul persoalan, yakni untuk menempatkan Hajar Aswad. Semua kabilah ingin
mendapatkan kehormatan itu. Keluarga Abdud-Dar dan 'Adi bahkan telah mengangkat
sumpah darah untuk menyerang siapapun yang akan mengambil tugas itu.
Orang tertua dan dihormati di antara mereka, Abu Ummayah bin Mughira
dari Bani Makhzum, mengajukan usul. Urusan penempatan Hajar Aswad agar
diserahkan pada orang pertama yang masuk ke pintu Shafa. Siapapun dia. Orang itu
ternyata Muhammad Al-Amien.
Secara bijaksana, Muhammad melibatkan semua
keluarga untuk meletakkan batu hitam itu. Caranya: ia membentangkan kain. Semua
pemimpin keluarga dipersilakannya memegang pinggir kain. Muhammad mengangkat
batu itu ke atas kain, lalu semua secara bersama-sama mengotong batu tersebut,
kemudian Muhammad kembali mengangkat dan meletakkannya pada tempat semestinya.
Semua puas.
sumber : www.pesantren.net