http://belajarbarengziya.blogspot.com/2012/06/makalah-kebudayaan-minangkabau.html
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai
satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian
sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dalam proses belajar
(Koentjaraningrat).
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan
Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan
pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau,
Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang
dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Adat Minangkabau pada
dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa
perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan
karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu,
matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan
lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap
orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan
raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua
laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur
secara adat.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang kita dapat merumuskan masalah
1.
Bagaimana sistem religi di
minangkabau?
2.
Bagaimana sistem organisasi
masyarakat minangkabau?
3.
Bagaimana sistem pengetahuan dan
teknologi masyarakat minangkabau?
4.
Bagaimana sistem bahasa masyarakat
minangkabau?
5.
Bagaimana sistem kesenian masyarakat
minangkabau?
6.
Bagaimana sistem mata pencaharian
masyarakat minangkabau?
1.3.
Tujuan
Dari rumusan
masalah kita dapat mengetahui tujuan :
1.
Untuk mengetahui bagaimana sistem
religi di minangkabau
2.
Untuk mengetahui bagaimana sistem
organisasi masyarakat minangkabau
3.
Untuk mengetahui bagaimana sistem
pengetahuan dan teknologi masyarakat minangkabau
4.
Untuk mengetahui bagaimana sistem
bahasa masyarakat minangkabau
5.
Untuk mengetahui bagaimana sistem
kesenian masyarakat minangkabau
6.
Untuk mengetahui bagaimana sistem
mata pencaharian masyarakat minangkabau
BAB
11
PEMBAHASAN
Kebudayaan
Minang
Budaya
Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang di Minangkabau serta
daerah rantau Minang. Budaya Minangkabau merupakan salah satu dari dua
kebudayaan besar di Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini
memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik. Hal ini menjadi anti-tesis
bagi kebudayaan besar lainnya, yakni Budaya Jawa yang bersifat feodal dan
sinkretik.
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa
Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur
masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh,
Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang
dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.
Adat Minangkabau pada
dasarnya sama seperti adat pada suku-suku lain, tetapi dengan beberapa
perbedaan atau kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan
karena masyarakat Minang sudah menganut sistem garis keturunan menurut Ibu,
matrilinial, sejak kedatangannya di wilayah Minangkabau sekarang ini. Kekhasan
lain yang sangat penting ialah bahwa adat Minang merata dipakai oleh setiap
orang di seluruh pelosok nagari dan tidak menjadi adat para bangsawan dan
raja-raja saja. Setiap individu terikat dan terlibat dengan adat, hampir semua
laki-laki dewasa menyandang gelar adat, dan semua hubungan kekerabatan diatur
secara adat.
2.1. Sistem
religi atau keagamaan di Minangkabau
Kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18,
telah menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Budaya
menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam
pesta-pesta adat masyarakat Minang. Para ulama yang
dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Tuanku Nan Renceh mendesak kaum
adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat
kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk
berkiblat kepada syariat Islam.
Reformasi budaya di Minangkabau
terjadi setelah perang Paderi yang
berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya
perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak
pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya
Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam adagium Adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai (Adat
bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran). Sejak
reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan
manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu,
setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, disamping
surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang
beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar
mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.
2.2. Sistem Organisasi Masyarakat
- Sistem Kelarasan Koto Piliang
- Sistem Kelarasan Bodi Caniago
- Sistem Kelarasan Panjang
Dalam pola pewarisan adat dan harta, suku Minang menganut pola matrilineal yang mana
hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia yang menganut pola patrilineal. Terdapat
kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang
menjadi anutan orang Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang,
dikenalah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi
merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan
harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh
berdasarkan hukum Islam.
Sistem
Kelarasan Koto Piliang
Sistem adat ini merupakan gagasan
adat yang digariskan oleh Datuk Ketumanggungan. Ciri yang menonjol dari adat Koto
Piliang adalah otokrasi atau kepemimpinan menurut garis keturunan yang dalam
istilah adat disebut sebagai "menetes dari langit, bertangga naik,
berjenjang turun" Sistem adat ini banyak dianut oleh suku Minang di daerah
Tanah Datar dan sekitarnya. Ciri-ciri rumah
gadangnya adalah berlantai dengan ketinggian bertingkat-tingkat.
Sistem Kelarasan Bodi Caniago
Sistem adat ini merupakan gagasan
adat yang digariskan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Sistem
adatnya merupakan antitesis terhadap sistem adat Koto Piliang dengan menganut
paham demokrasi yang dalam istilah adat disebut sebagai "yang membersit
dari bumi, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Sistem adat ini banyak
dianut oleh suku Minang di daerah Lima Puluh Kota. Cirinya tampak pada lantai rumah
gadang yang rata.
Sistem
Kelarasan Panjang
Sistem ini digagas oleh adik
laki-laki dari dua tokoh di atas yang bernama Mambang Sutan Datuk Suri Dirajo
nan Bamego-mego. Dalam adatnya dipantangkang pernikahan dalam negara yang sama.
Sistem ini banyak dianut oleh luhak Agam dan
sekitarnya.Namun dewasa ini semua sistem adat di atas
sudah diterapkan secara bersamaan dan tidak dikotomis lagi.
2.3. Sistem Pengetahuan dan teknologi
Masyarakat
akademik adalah masyarakat yang dalam berbagai kegiatan sosial budayanya
menggunakan berbagai macam penanda keilmuan, misalnya;penggunaan angka-angka, dan
penggunaan bahasa.Dan menurut kajian sosiologi, disebutkan bahwa masyarakat
demikian adalah masyarakat yang berpikir pragmatis, egaliter dan metropolis.Artinya,
mereka terbuka menerima sesuatu yang baru tanpa kehilangan identitas dirinya.
Berdasarkan
kajian sosio-lingustik dan sosiologi
tersebut, masyarakat Minangkabau secara umum dapat dikatakan sebagai masyarakat
akademis.
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut;
Beberapa indikasi untuk itu adalah sebagai berikut;
1.Penggunaan angka-angka. Angka-angka bagi masyarakat Minangkabau tidak hanya sebagai
penghitung dan pembatas sebuah bilangan atau penjumlahan, tetapi sekaligus juga
sebagai pembedamyang satu dengan yang lain.Orang Minang mengenal
sistim perimbangan dengan angka-angka yang genap; dua, empat, delapan, duapuluh
dstnya.Bilangan empat merupakan perimbangan antara dua dan dua.
Hal ini banyak ditemukan dalam sistem adat dan bahasa yang mereka pakai sampai sekarang; koto nan ampek (untuk tempat), urang nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan ampek (untuk bahasa dan hukum), indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral), sahabat nan ampek (untuk agama), langkah ampek (untuk silat), pakok ampek (untuk musik, saluang), dan banyak lagi.Sesuatu yang empat terdiri dari suatu keseimbangan 2 dan 2. Siang dan malam akan berimbang dan pagi dan sore.Hilir dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah.Begitu seterusnya.
Dalam perkembangan berikutnya, setelah Islam masuk dan ajarannya telah mengakomodasi sistem adatnya dalam beberapa aspeknya, masyarakat Minangkabau mengenal apa yang disebut bilangan “tunggal” dan “banyak” menurut terminologi Islam.
Hal ini banyak ditemukan dalam sistem adat dan bahasa yang mereka pakai sampai sekarang; koto nan ampek (untuk tempat), urang nan ampek (untuk fungsi manusia), kato nan ampek (untuk bahasa dan hukum), indak tahu dinan ampek (untuk etika dan moral), sahabat nan ampek (untuk agama), langkah ampek (untuk silat), pakok ampek (untuk musik, saluang), dan banyak lagi.Sesuatu yang empat terdiri dari suatu keseimbangan 2 dan 2. Siang dan malam akan berimbang dan pagi dan sore.Hilir dan mudik berimbang dengan ateh dan baruah.Begitu seterusnya.
Dalam perkembangan berikutnya, setelah Islam masuk dan ajarannya telah mengakomodasi sistem adatnya dalam beberapa aspeknya, masyarakat Minangkabau mengenal apa yang disebut bilangan “tunggal” dan “banyak” menurut terminologi Islam.
Tunggal
(Allah) atau aso atau satu adalah angka atau bilangan 1.
Banyak (lebih dari satu adalah 3,5, dan 7); langit tujuh lapis, kelambu tujuh lapis, puti nan batujuah, dan banyak lagi.Penggunaan angka-angka tersebut juga digunakan oleh masyarakat modern bagi penanda atau pembeda.
Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan nama-nama jalan; 1st Street 2nd Sreet, dan seterusnya, sebagaimana yang ditemukan pada nama-nama jalan di kota-kota besar dunia seperti New York misalnya. Tidak ada bedanya dengan apa yang telah diterapkan orang Minang ketika mereka memberi nama negerinya; Koto nan ampek, Koto Tujuah, Nagari nan sambilan, 2 x 11 Anam lingkuang, Rantau nan aso kurang duopuluah dan seterusnya.
Banyak (lebih dari satu adalah 3,5, dan 7); langit tujuh lapis, kelambu tujuh lapis, puti nan batujuah, dan banyak lagi.Penggunaan angka-angka tersebut juga digunakan oleh masyarakat modern bagi penanda atau pembeda.
Hal ini dapat dilihat dengan penggunaan nama-nama jalan; 1st Street 2nd Sreet, dan seterusnya, sebagaimana yang ditemukan pada nama-nama jalan di kota-kota besar dunia seperti New York misalnya. Tidak ada bedanya dengan apa yang telah diterapkan orang Minang ketika mereka memberi nama negerinya; Koto nan ampek, Koto Tujuah, Nagari nan sambilan, 2 x 11 Anam lingkuang, Rantau nan aso kurang duopuluah dan seterusnya.
2.Dalam penggunaan bahasa
Dalam
sistim komunikasi, diplomasi, perundingan dan pembicaraan umum,masyarakat
Minangkabau lebih mementingkan kesamaan pengertian untuk setiap kata
(vocabulary).Mereka menyadari, bila pengertian untuk satu kata berbeda untuk
masing-masing pihak yang sedang berkomunikasi apalagi dalam suatu perundingan,
akan dapat menyebabkan kesalahan-kesalahan pengertian, maksud dan tujuan.
Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato adat atau pasambahan.
Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti misalnya, orang Minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata hijau.
Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat mereka menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjianjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah,.
Hal semacam itu dapat disimak dalam pidato-pidato adat atau pasambahan.
Setiap kata selalu diberikan batasan yang jelas. Seperti misalnya, orang Minang tidak mengenal kata biru dalam kamus bahasanya, mereka mengenal kata hijau.
Untuk biru laut, mereka harus menjelaskan dengan sebutan “ijau lauik”, hijau seperti warna laut, ijau daun (untuk warna daun), ijau pucuak (untuk warna hijau muda), dsbnya. Memberikan batasan yang jelas terhadap suatu kata, dalam kehidupan masyarakat modern ditemukan saat mereka menyiapkan naskah perundang-undangan, perjanjian-perjianjian, pernyataan-pernyataan, kertas kerja ilmiah,.
- Sistem sosial
Selain
dua faktor di atas, masih ada beberapa kondisi sosial masyarakat Minang yang
mempercepat mereka menyerap dan mengembangkan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
Sejarah telah mengantarkan informasi yang sangat berharga sekali kepada kita.
Orang Minang adalah masyarakat yang sangat mementingkan informasi.
Selalu mereka bertanya kepada seseorang yang datang; Baa kaba.Bagaimana khabar.Bukan sapaan; alah makan.Dalam sejarahnya, masyarakat Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang lebih dulu mengenal dan menerbitkan surat kabar di Indonesia. Surat kabar terbanyak yang terbit di Indonesia, adalah di Minangkabau.
Sejarah telah mengantarkan informasi yang sangat berharga sekali kepada kita.
Orang Minang adalah masyarakat yang sangat mementingkan informasi.
Selalu mereka bertanya kepada seseorang yang datang; Baa kaba.Bagaimana khabar.Bukan sapaan; alah makan.Dalam sejarahnya, masyarakat Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang lebih dulu mengenal dan menerbitkan surat kabar di Indonesia. Surat kabar terbanyak yang terbit di Indonesia, adalah di Minangkabau.
Begitu
juga penerbitan buku-buku.Pembuatan senjata dan mesiu, merupakan home industri
terbesar Minangkabau .Catatan Raffles terhadap masyarakat di pedalaman
Minangkabau terhadap hal ini dapat dipelajari kembali.
Menghancurkan home industri inilah yang pertama dilakukan Belanda sebelum mereka merajalela di Minangkabau.
Menghancurkan home industri inilah yang pertama dilakukan Belanda sebelum mereka merajalela di Minangkabau.
Begitu
juga dengan adanya institusi merantau, telah menyebabkan orang Minang
menjadi sangat terbuka, menerima berbagai perkembangan keilmuan.
Karenanya, sampai sekarang “rantau” bagi orang Minang adalah “jembatan” bagi mereka untuk menyalurkan berbagai ilmu dan pengetahuan bagi masyarakatnya yang berada di negerinya (nagari). Dari apa yang dibentangkan seperti di atas dapat dijadikan sebagai indikator bahwa masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang “sesungguhnya” adalah masyarakat yang selalu berjalan di depan dalam menyerap dan pengembangkan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
Karenanya, sampai sekarang “rantau” bagi orang Minang adalah “jembatan” bagi mereka untuk menyalurkan berbagai ilmu dan pengetahuan bagi masyarakatnya yang berada di negerinya (nagari). Dari apa yang dibentangkan seperti di atas dapat dijadikan sebagai indikator bahwa masyarakat Minangkabau adalah masyarakat yang “sesungguhnya” adalah masyarakat yang selalu berjalan di depan dalam menyerap dan pengembangkan pengetahuan, ilmu dan teknologi.
2.4. Bahasa
Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia.
Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu,
ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari
dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di
dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa
mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa
Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur
bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung
kepada daerahnya masing-masing.
Pengaruh bahasa lain yang diserap ke dalam Bahasa Minang
umumnya dari Sanskerta, Arab,
Tamil,
dan Persia.
Kemudian kosakata Sanskerta dan Tamil yang dijumpai pada beberapa prasasti
di Minangkabau telah ditulis menggunakan bermacam aksara di antaranya Dewanagari,
Pallawa,
dan Kawi.
Menguatnya Islam
yang diterima secara luas juga mendorong masyarakatnya menggunakan Abjad Jawi
dalam penulisan sebelum berganti dengan Alfabet Latin.
Meskipun memiliki bahasa sendiri orang Minang juga menggunakan Bahasa Melayu
dan kemudian bahasa Indonesia secara meluas. Historiografi
tradisional orang Minang, Tambo
Minangkabau, ditulis dalam bahasa Melayu dan merupakan bagian sastra Melayu
atau sastra Indonesia lama. Suku Minangkabau menolak
penggunaan bahasa Minangkabau untuk keperluan pengajaran di sekolah-sekolah.
Bahasa Melayu yang dipengaruhi baik secara tata bahasa maupun kosakata oleh bahasa Arab
telah digunakan untuk pengajaran agama Islam. Pidato di sekolah agama juga
menggunakan bahasa Melayu. Pada awal abad ke-20 sekolah Melayu yang didirikan
pemerintah Hindia Belanda di wilayah Minangkabau
mengajarkan ragam bahasa Melayu Riau, yang dianggap sebagai bahasa standar dan
juga digunakan di wilayah Johor, Malaya. Namun kenyataannya bahasa yang
digunakan oleh sekolah-sekolah Belanda ini adalah ragam yang terpengaruh oleh
bahasa Minangkabau.
Guru-guru dan penulis Minangkabau berperan penting dalam pembinaan
bahasa Melayu Tinggi. Banyak guru-guru bahasa Melayu berasal dari Minangkabau,
dan sekolah di Bukittinggi merupakan salah satu pusat
pembentukan bahasa Melayu formal. Dalam masa diterimanya bahasa Melayu Balai Pustaka,
orang-orang Minangkabau menjadi percaya bahwa mereka adalah penjaga kemurnian
bahasa yang kemudian menjadi bahasa Indonesia itu.
2.5. Kesenian
Masyarakat Minangkabau memiliki
berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan
dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan
bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada
tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan
bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring
pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan
oleh talempong dan saluang.
Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri
tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula
tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai
biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam
randai ini juga terdapat seni peran (acting) berdasarkan skenario.
Di samping itu, Minangkabau juga
menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan
(persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat
lidah, lebih mengedepankan kata sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme. Dalam seni
berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga
diri, tanpa menggunakan senjata dan kontak fisik.
2.6.
Sistem Mata Pencaharian
Orang
Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai profesional dan
intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu
dan Sriwijaya yang gemar berdagang
dan dinamis. Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada
dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar,
seperti Jakarta,
Bandung,
Pekanbaru, Medan,
Batam,
Palembang, dan Surabaya.
Di luar wilayah Indonesia, etnis Minang banyak terdapat di Negeri Sembilan,
Malaysia dan Singapura
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Kebudayaan
minang memiliki ragam budaya yang memiliki potensi besar bagi kekayaan
kebudayaan Indonesia.
Orang
melayu umumnya diidenditaskan sebagai orang yang tinggal di tanah melayu,
beragama islam, dan melaksanakan adat istiadat melayu, namun sebenarnya melayu
sendiri ibarat rumah yang di isi oleh berbagai macam penghuni dengan berbagai
macam jenis pandangan hidup pula dan tidak harus orang yang mendiami daerah
melayu. Dikarenakan dalam perkembangan zaman melayu memiliki berbagai macam
versi. Namun keanekaragaman yang ada dapat memberi warna baru bagi
kekayaan kebudayaan Indonesia yang perlu
ketahui dan kita lestarikan.
3.2. Saran
Keaekaragaman kebudayaan Indonesia terutama
kebudayaan melayu harus senantiasa kita jaga dan kita lestarikan, mulai dari
memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada tiap-tiap generasi diantaranya
melalui pendidikan kebudayaan Indonesia.
Perlu
diadakannya penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan
minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan perkembangan kebudayaannya.
Daftar Pustaka
Koetjaraningrat. 2000, Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-8 Jakarta: Rineka Cipta.