tugas2kuliah.wordpress.com/makalah-pendidikan-agama-islam-integrasi-islam-dalam-kebudayaan-bugis/
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertama kali islam sebelum masuk dalam
wilayah kerajaan bone yang dikenal hingga pelosok nusantara, para ulama
islam lebih awal mengislamkan raja Gowa, paru ulama umumnya datang dari
sumatera, khususnya Aceh seperti ulama ternama khatib tunggal. Ulama
yang dikenal sebagai ulama pertama yang datang ke makassar
Islam merupakan syariat atau acuan hidup
bagi kehidupan dan jika di satukan atau diintegrasikan dengan kebudayaan
Bugis adalah merupakan pembaharuan antara syariat dan budaya Bugis
sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh.
Menurut sejarah, suku Bugis merupakan
penduduk asli sekaligus suku yang berjumlah paling banyak orang-orang
Bugis berjumlah kira-kira 3 juta dan mendiami daerah-daerah kabupaten
Bulukumba, Sinjai, bone, Soppeng, Wajo, Luwu, enrekang, sidrap,
pare-pare, Pinrang, Poliwali, baru, Pangkajene dan Maros. Konon keluarga
raja-raja berasal dari suku Bugis dan sekarangpun dalam kenyataan Bugis
masih mendapat kedudukan yang penting dalam pemerintahan dan
sebagainya.
B. Rumusan Masalah
- Pengertian integrasi
- Awalannya islam masuk kedalam kebudayaan Bugis Bone
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Integrasi menurut kamus sastra indonesia bahwa pembaharuan hingga menjadi suatu kesalahan yang utuh dan bulat.
B. AWALNYA ISLAM MASUK KEDALAM KEBUDAYAAN BUGIS BONE
Pertama kali Islam sebelum masuk dalam
wilayah kerajaan Bone yang dikenal hingga ke seluruh pelosok nusantara,
para ulama Islam lebih awal mengislamkan raja Gowa, para ulama umumnya
datang dan Sumatera, khususnya Aceh, seperti misalnya ulama ternama
Khatib Tunggal. Ulama ini dikenal sebagai ulama pertama yang datang ke
Makassar dan menyebarkan Islam. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1606.
Di bawah pemerintah Raja Bone XII,
kerajaan Bone dikenal sebagai kerajaan paling besar di antara
kerajaan-kerajaan lainnya dalam wilayah suku Bugis. Raja Gowa yang lebih
dahulu masuk Islam dikenal sangat bersemangat dalam memperjuangkan
Islam, begitu pula dengan rakyatnya. Sehingga beliau beniat untuk
menyampaikan dakwah pada kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya,
termasuk Raja Bone. Kemudian raja Gowa menyampaikan pesan kepada Raja
Bone bahwa dia hanya akan dipandang dan dihormati sebagai raja yang
setaraf, apabila Raja Bone menganut ajaran agama Islam dan menyembah
Tuhan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1910 Bone secara resmi masuk
Islam, pada masa pemerintahan Raja Bone XIII yaitu La Madderemueng
(1631-644) mulailah Kerajaan Bone berbenah diti dengan melaksanakan
hukum Islam ke dalam lembaga tradis Bone. Selain itu juga mencanangkan
pembaharuan keagamaan, serta memerintahkan kawulanya untuk mematuhi
alaran hukum Islam secara total 4an menyeluruh.
Menurut sejarah, suku Bugis merupakan
penduduk asli dan sekaligus suku yang berjumlah paling banyak.
Orang-orang Bugis berjumlah kira-kira tiga juta dan mendiami
daerah-daerah Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Luwu,
Enrekang, Sidrap, Pare-pare, Pinrang, Polewali, Barru, Pangkajene dan
Maros. Konon keluarga raja-raja berasal dan suku Bugis dan sekarangpun
dalam kenyataan Bugis masih mendapat kedudukan yang penting dalam
pemenintahan dan sebagainya.
% bahasa yang digunakan orang Bugis
disebut bicara lagi. Sejak berabad-abad yang lalu, orang Bugis telah
mengenal tulisan kuno yang berasal dan huruf sansakerta yang disebut
aksara lontara. Naskah-naskah kuno yang ditulis di daun lontar tersebut
berisikan mitologi, amanat nenek moyang, himpunan undang-undang dan
peraturan adat, dongeng dan sebagainya.
Pada masa-masa dahulu ketika kekuasaan
Bugis masih berbentuk kerajaan, masyarakat terbagi atas tiga lapisan
sosial, yaitu anakarung (lapisan kaum kerabat raja) sebagai lapisan
tertinggi, tomaradeka (lapisan orang merdeka) yang merupakan sebagian
rakyat besar rakyat Sulawesi Selatan, ata (lapisan orang budak), yaitu
golongan orang yang ditangkap dalam peperangan, orang yang tidak dapat
membayar utang atau orang yang melanggar pantangan adat. Namun, sejak
permulaan abad ke-20, lapisan budak sudah mulai hilang. Bahkan sekarang
mi gelar-gelar kebangsawanan tidak lagi kental seperti dulu, walaupun
masih sering dipakai. Pembedaan di antara lapisan-lapisan masyarakatjuga
sudah tidak tampak lagi.
Suku Bugis yang suka merantau sampai
keluar negeri banyak yang mendiami negara-.negara tetangga seperti
Malaysia, Singapura, Brunei, Saudi Arabia dan negara lainnya. Meski
telah menjadi warga negara atau propinsi lain yang didiaminya, mereka
masih ketat menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa komunikasi antar
mereka sehari-hari. Pada umumnya, orang-orang Bugis memang lebih suka
menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa komunikasi antar mereka
sehari-hari. Pada umumnya, orang-orang Bugis memang lebih suka
menggunakan dan mempertahankan pemakalan bahasa Bugis yang sulit
berkomunikasi dengan bahasa nasional, terutama yang berdomisili di
pedesaan.
Memahami pola tingkah laku serta budaya
Bugis-Makassar hanya mungkin memahami dengan baik konsep tentang
Pangngaderreng dan sin Pangngaderreng merupakan suatu ikatan utuh sistem
nilai yang memberikan kerangka acuan bagi hidup bermasyarakat
orang-orang Bugis Makassar. Sedangkan Siri’ merupakan sikap hidup yang
sangat mementingkan diri.
Pangngadereng dibangun ole unsur-unsur:
- Ade’, yaitu sistem norma atau seperangkat adat yang menentukan dan mengatur batas-batas, bentuk-bentuk dan kaidah-kaidah. Misalnya, Ade’ yang khusus mengatur norma-norma perkawinan dan hal-hal yang berhubungan dengan etika rumah tangga disebut ade’ akkalabinengeng. Di dalamnya diatur garis keturunan mana yang dibolehkan untuk menjalin tali perkawinan dengan garis keturunan yang lain, kemudian kaidah-kaidah yang mengatur sah atau tidak sahnya perkawinan dan etika pergaulan dalam berumah tangga.
- Bicara, mengatur segala hal-ikhwal yang berhubungan dengan peradilan, mengatur hak dan kewajiban warga negara dalam pelaksanaan hukum seperti penggugatan dan pembelaan di pengadilan. Namun bila dilihat materinya, mengarah pada wilayah penerapan hukum adat.
- Rapang, berarti contoh, kiasan atau perumpamaan atau semacam yurisprudensi. Hal ini diberlakukan untuk situasi di mana kaidah atau undang-undang belum ditemukan untuk suatu kasus atau kejadian.
- Wari berfungsi menata, mengklasifikasi, mengatur urutan dan berbagai hubungan norma atau kaidah terutama dalam hubungannya dengan hal-ikhwal ketatanegaraan serta hukum, seperti tata cara menghadap raja. Di dalamnya juga diatur tentang pelapisan masyarakat atau stratifikasi sosial.
- Sara’ merupakan unsur yang terbaru yang diserap dalam Pangngadereng. Ia mengandung pranata dan hukum dimana kata sara’ itu jelas diambil dan kata syariah. Bahwa sejak raja-raja Bugis dan Makassar pada abad ke-17 mulai masuk Islam, hukum Islam diintegrasikan ke dalam pangngadereng. Keberadaan sara’ memberi warna Islam kepada pangngadeneng. Dalam hirarki kerajaan diangkatlah pegawai yang khusus mengurusi rentang sara’ ini yang disebut parewa sara’. Dialah yang bertanggung jawab dalam soal ibadah, zakat, pengurusan masjid, serta pemikahan dan warisan.
Jika budaya Bugis-Makassar ditelusuri ke
zamannya yang paling ma, niaka zaman itu disebut Galigo. Kebudayaan
bugis Makassar yang sebelumnya hanya terdiri dan empat (ade’, bicara,
rapang dan wan) merupakan materi perjanjian yang dilakukan antara
Tomanurung di satu pihak dan rakyat di lain pihak pada zaman para Islam.
Setelah selesai zaman para Islam,
mulailah zaman pengaruh Islam yang amat kuat berinternalisasi ke dalam
tubuh kebudayaan Bugis-Makassar. Ia memberikan coraknya pada papangaja
dan paseng. Kenyataan ini pun menunjukkan betapa kuatnya kedudukan
lontara sebagai khazanah kebudayaan Bugis-Makassar yang dihasilkan
sebelum islam, sebab sebagian besar masih tetap terpelihara dalam zaman
setelah memeluk agama Islam. Lontara Latoa misalnya memuat sejumlah
nasihat sekitar akhlak penyelengaraan masyarakat atau negara yang
dikemukakan oleh Kajaoliddo, Toriyolo, Matinro ‘eri Tanana, petta
Maddanrenge, A rung Bila, Nabi Muhammad Luqman al-Hakim, Petta Matinroe
Lariangbangngi. Di dalamnya terdapat juga sejumlah pedoman bagi raja
(Arung), bagi anak raja (Ana ‘karung ‘e), guru (Anre ‘guru) baik yang
laki-laki maupun perempuan.
Materinya yang khusus ada kaitannya
dengan masalah gender adalah pembicaraan sekitar keharusan anak raja di
dalam rumah tangga istana, keharusan permaisuri, serta keharusan anak
gadis. Anak gadis harus dijaga ketat karena diibaratkan kaca, jika sudah
retak, bahkan bisa bernasib pecah, tidak berguna lagi. Perempuan juga
diibaratkan kayu basah, sedangkan laki-laki ibarat api yang meluap-luap
sehingga mudah memakan kayu basah itu.
Peranan dalam islamisasi di Bone
Arungpone dibantu oleh seorang qadhi yang bernama Syekh Ismail, beliau
adalah qadhi kedua di kerajaan Bone sekaligus merangkap jadi qadhi di
Soppeng. Syeikh Ismail menjadi guru di tengah-tengah pemikiran penduduk
yang memiliki banyak fungsi, selain fungsi tempat ibadah, termasuk
menjadi sarana pendidikan.
Lambat laun ajaran Islam menjadi bagian
dan kehidupan masyarakat dalam proses islamisasi dikaitkan dengan
kegiatan upacara-upacara keislaman dan upacara yang berhubungan dengan
lingkungan hidup. Jadi setiap ada upacara senantiasa ditempatkan sifat
islami yang berdampingan dengan budaya masyarakat Bone dalam
perkembangan selanjutnya nuansa keagamaan semakin bercorak dan diperkuat
dengan masuknya aliran tasawuf dalam prosesi penyiaran Islam.
Dalam sejarah disebutkan bahwa para raja
Bone, mulai dan raja pertama sampai raja terakhir yang masuk Islam
memberikan kesan bahwa masing-masing berbeda dalam usaha islamisasi dan
memahami Islam. Hal ini berkenaan dengan kehadiran dan perkembangan
agama Islam di Bone. Hal ini diwujudkan dalam setiap kebijakan yang
dikeluarkan, kendatipun demikian, sejak agama Islam dikenal luas oleh
masyarakat Bone, hampir semua kebijakan mempunyai muatan-muatan Islam,
termasuk dalam aspek pendidikan ajaran agama Islam, pemerintah Bone
banyak memberikan dukungan sampai pada masa pemerintahan raja terakhir
Haji Andi Mappanyukki.
Pada masa raja yang terakhir ini,
kehidupan sosial keagamaan meningkat, komitmen terhadap ajaran Islam
diwujudkan dengan kepedulian menerapkan nilai-nilai keagamaan bagi
masyarakat Bugis Bone. Selain itu juga dibarengi dengan sikap
keteladanan yang ditunjukkan, beliau dikenal sangat taat dalam
menjalankan syariat islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa sumber didapatkan ket bahwa
sebelum kerajaan bone diislamkan para ulama lebih awal mengislamkan
raja Gowa umumnya diatas dari Sumatra dan khususnya dari Aceh. Bone
resmi masuk islam pada tahun 1910, pada masa pemerintahan raja bone XIII
yaitu ia madderemung (1631-644) mulailah kerajaan bone berbenah diri
dengan tradisi bone dan mecanangkan pembaharuan untuk mematuhi ajaran
hukum islam secara total dan menyeluruh.
Sebelum islam masuk kedalam kebudayaan
bugis, ada 4 aturan yang merupakan suatu acuan bagi hidup bermasyarakat
orang-orang bugis makassar yaitu ade’, bicara, rapang dan wari. Setelah
islam masuk kedalam kebudayaan bugis maka bertambah satu aturan yakni
sara’.
B. Saran dan Kritik
Penyusunan menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu diharapkan kepada para pembaca saran dan
kritik yang sifatnya membangun guna sempurnaan penyusunan makalah
kedepannya.