KOMPAS.com — Tekun menjalani usaha disertai dengan
kerja keras tentu akan membuahkan hasil yang maksimal. Itulah yang
dilakukan Teguh Poerwono Edi, pengusaha kue kacang dengan merek Tidar
di Kediri, Jawa Timur.
Menjadi produsen kue kacang sejak 24 tahun
silam, kini Teguh mengantongi omzet ratusan juta dari usaha ini. Dalam
sehari, ia rutin memproduksi 67.200 kue kacang. Bentuk kuenya sendiri
agak bulat seukuran bakpia atau donat mini.
Kue-kue tersebut
dipasarkannya dalam kemasan stoples. Dengan harga jual Rp 240 per butir
kue, omzet yang mengalir ke kantongnya kini mencapai Rp 300 juta per
bulan.
Untuk memproduksi kue sebanyak itu, Teguh menghabiskan
bahan baku tepung terigu sebanyak 20 zak hingga 22 zak per hari. Selain
di kawasan Kediri, kue kacang buatannya juga sudah dipasarkan ke
pelbagai daerah lain. Kebetulan, telah banyak penjual keduanya yang
memasarkan kue kacangnya lewat internet.
Teguh mulai menekuni
usaha pembuatan kue kacang sejak tahun 1989. Kala itu, ia dan keluarga
baru pindah ke kawasan Kediri dan ingin memiliki usaha sendiri.
Kebetulan,
Teguh dan sang istri punya hobi sama, yakni membuat aneka kue.
"Awalnya, istri saya suka membuat kue, terus resepnya saya ubah-ubah,"
ujarnya.
Dari hobi itu pula, Teguh menemukan resep kue kacang.
Dari sekadar memberi contoh ke teman dan tetangga, resep kue kacang
hasil kreasinya ini ternyata cukup banyak peminat. Ia pun terinspirasi
untuk memproduksi dan memasarkannya.
Kebetulan ia tinggal di
dekat kawasan pabrik. Sore hari, para pekerja pabrik sering membeli
jajanan sepulang kerja. Awalnya, skala produksinya masih sangat kecil,
yakni hanya 300 kue per hari. "Modal awal saya hanya Rp 5.000,"
ujarnya.
Ia menggunakan modal uang yang tak seberapa itu untuk
membeli terigu sebanyak 3 kilogram (kg). Saat itu, harga terigu masih
Rp 750 per kg. Sisa uang dipakainya buat membeli gula dan aneka bahan
lainnya. "Saya memulai usaha dengan modal dan perlengkapan seadanya,"
ujar Teguh.
Bahkan, untuk membuat cetakan kue, Teguh menggunakan
tutup botol minuman anaknya. Roti kacang itu kemudian dijual seharga Rp
25 per buah.
Untuk tenaga kerja, awalnya Teguh hanya dibantu
anak dan pembantu rumah tangganya. Kendati serba terbatas, ia tetap
optimistis bisnis kue kacangnya ini bakal berkembang.
Makanya,
walaupun banyak tantangan, Teguh tak pernah menyerah. Jerih payahnya
ini baru membuahkan hasil setelah bertahun-tahun menekuni usaha.
Permintaan
terhadap kue kacang buatan Teguh terus meningkat. Sejak itu, bisnis
kuenya ini berkembang dengan pesat. Kini, ia mempekerjakan sebanyak 45
karyawan. Ia juga sudah membangun rumah produksi sendiri di Kediri.
Kue
kacang buatan Teguh tak sekadar dikenal para pekerja pabrik di kawasan
dekat rumahnya, tetapi juga telah dipasarkan ke luar Kota Kediri.
Berkat kegigihannya, Teguh juga dinominasikan dalam penghargaan Bogasari
SME Award tahun 2012 lalu.
Utang
Teguh Poerwono Edi merintis usaha pembuatan kue kacang pada tahun 1989 dengan modal yang serba pas-pasan itu. Meski demikian, Teguh mengaku tak pernah mencari pinjaman modal ke bank. Sebenarnya, ada keinginan buat mengajukan pinjaman ke bank. "Tapi, akses terhadap pinjaman modal bank itu tidak mudah," katanya.
Utang
Teguh Poerwono Edi merintis usaha pembuatan kue kacang pada tahun 1989 dengan modal yang serba pas-pasan itu. Meski demikian, Teguh mengaku tak pernah mencari pinjaman modal ke bank. Sebenarnya, ada keinginan buat mengajukan pinjaman ke bank. "Tapi, akses terhadap pinjaman modal bank itu tidak mudah," katanya.
Beruntung beberapa pemasok bahan baku
bersedia memenuhi kebutuhan produksinya, dengan sistem bayar di
belakang. Hal itu sangat mendukung kelancaran aktivitas produksi
kuenya.
Walau bayar belakangan, Teguh tak pernah meleset dari
kewajiban membayar. Alhasil, para pemasok bahan baku kian percaya
dengannya.
Lantaran sudah terjadi kepercayaan, suatu ketika, para
pemasok malah menawarinya untuk membeli bahan baku dalam jumlah lebih
besar dari biasanya. "Di awal produksi, setiap hari saya menghabiskan 3
kg sampai 5 kg terigu," tuturnya.
Karena dipercaya, Teguh
dibolehkan mengambil terigu jauh lebih banyak dari jumlah biasanya. Ia
mengaku tak punya uang untuk membeli tepung dalam jumlah besar. "Tapi
mereka membolehkan saya berutang," ujarnya.
Sejak itu, Teguh pun
mengambil terigu langsung untuk kebutuhan selama enam hari ke depan,
dan membayarnya di akhir pekan. Selain terigu, ia juga dipercaya oleh
para pedagang peralatan kue.
Beberapa kali ia mengambil
peralatan, seperti oven, plastik, serta keperluan lain, dan membayarnya
di belakang. "Hampir seluruh bahan saya utang dari pedagang," ujar
Teguh.
Dengan didukung pasokan bahan baku yang cukup besar dan
peralatan yang memadai, usaha Teguh pun cepat berkembang. Ia pun mulai
menyisihkan sedikit demi sedikit keuntungan yang didapatnya dari usaha
pembuatan kue kacang itu.
Setelah uang terkumpul di akhir pekan,
Teguh akan melunasi seluruh utangnya. Ia memang tak ingin
menyia-nyiakan kepercayaan para mitra bisnis yang diberikan kepadanya.
Teguh
sadar betul, jika pandai merawat kepercayaan, bisnisnya juga terus
berkembang seperti sekarang. Kini, produksi kue kacang merek Tidar pun
semakin meningkat.
Dari biasanya hanya menghabiskan 3 kg terigu,
produksinya sekarang menjadi satu zak terigu per hari. Bahkan, kini
mencapai 22 zak per hari. "Sekarang, bahkan terserah saya mau utang
tepung berapa. Berapa pun saya ambil pasti dibolehkan pemilik toko,"
kata Teguh sambil tertawa.
Setelah skala usahanya lumayan besar
seperti sekarang, barulah bank mau melirik dan memberikan pinjaman.
Tahun lalu, misalnya, Teguh memperoleh pinjaman senilai Rp 220 juta
dari sebuah bank untuk membesarkan usaha.
Pinjaman itu dipakainya buat membeli kendaraan guna mempermudah distribusi kue Tidar. (Revi Yohana/Kontan)