Studi yang dilakukan oleh Kurasawa ini bertujuan untuk menganalisis
perubahan sosial, ekonomi dan psikologis yang muncul atau berkembang
selama masa pendudukan Jepang di masyarakat pedesaan Jawa.
Kebijakan-kebijakan Jepang di Jawa dapat dicirikan oleh perpaduan antara
mobilisasi dan kontrol. Mobilisasi berarti memanggil rakyat untuk
berpartisipasi dalam pengabdian militer, pekerjaan umum, kegiatan
politik atau seremonial lainnya.
Kebijakan mobilisasi ini juga dipadukan dengan kebijakan kontrol yang ketat oleh pemerintah. Seluruh kegiatan ekonomi secara ketat dikontrol oleh pemerintah melalui berbagai bentuk peraturan. Tidak terdapat kebebasan dalam kegiatan politik, ideologi dan seni. Rakyat diharapkan mempunyai pikiran yang seragam dan melakukan konformitas dalam tingkah laku mereka.
Kebijakan Jepang membantu melahirkan berbagai perubahan dan fenomena baru di masyarakat. Perubahan sosial semacam ini paling mencolok di kawasan pedesaan. Masyarakat desa merupakan sumber dari barang-barang yang dibutuhkan Jepang untuk menjalankan kebijakan militernya. Keberhasilan pemerintah Jepang ditentukan oleh keberhasilan menarik bantuan dari masyarakat pedesaan. Oleh karenanya, Jepang melakukan berbagai proyek atau kegiatan baru di desa sehingga campur tangan dengan masalah administrasi dan adat masyarakat desa.
Di bidang pertanian, Jepang yang membutuhkan bahan pangan untuk pasukan militernya, harus berupaya mendapatkan bahan pangan dari masyarakat pedesaan. Bahan pangan utama yang dibutuhkan adalah padi, sehingga upaya peningkatan produksi dilakukan oleh Jepang. Pengenalan varietas padi baru yang dihasilkan oleh ilmuan Jepang dilakukan pada masyarakat pedesaan. Untuk memperluas sawah, hutan-hutan dibuka, pembangunan jaringan irigasi dan tanah-tanah perkebunan diubah menjadi sawah. Namun demikian, kebijakan peningkatan produksi ini mengalami kegagalan.
Kebijakan-kebijakan pendudukan Jepang di Jawa bertanggung jawab atas timbulnya bermacam-macam perubahan sosial di dalam masyarakat pedesaan. Kontrol yang kuat dipergunakan terhadap usaha-usaha dan kegiatan ekonomi petani di pedesaan menyebabkan perubahan struktur pertanian dan ekonomi di Jawa. Selain itu juga diperkenalkan kontrol terhadap pemerintahan desa dan menimbulkan perubahan dalam hubungan sosial dan sistem kepemimpinan desa. Propaganda dan pendidikan juga dilakukan oleh Jepang untuk dapat melakukan pengerahan massa sesuai dengan tujuan Jepang. Mobilitas sosial yang meningkat baik secara horisontal maupun vertikal menyebabkan timbulnya identitas “nasional”. Selain itu, Jepang juga harus bertanggung jawab atas menguaknya keterpisahan sosial antar lapisan dalam masyarakat pedesaan. Ringkasnya, Jepang telah membantu meningkatkan keragaman dan diversivikasi di masyarakat pedesaan. Cara berpikir dan bertingkah laku yang baru, pola-pola persekutuan dan persaingan menjadi berkembang di pedesaan Jawa. Masa penjajahan Jepang yang hanya 3,5 tahun ternyata tidak cukup bagi Jepang untuk mencapai sasaran-sasaran yang mereka kehendaki.
Jepang berusaha melakukan propaganda melalui pendidikan sehingga akan menghasilkan nilai budaya dan kepercayaan yang baru. Semangat kerja keras ala samurai juga coba diperkenalkan kepada masyarakat pedesaan. Dalam perspektif idealis memandang usaha yang dilakukan Jepang merupakan suatu proses yang akan menghasilkan perubahan pada masyarakat pedesaan. Penanaman ideologi yang dilakukan oleh Jepang dapat menyebabkan sebuah perubahan sosial yang mendasar di pedesaan. Tumbuhnya semangat untuk melakukan meraih kemerdekaan merupakan perubahan yang mendasar hingga akhirnya tercapai pada tahun 1945. Perubahan pada masa penjajahan Jepang tidak hanya dapat dipandang dari sudut idealisme saja. Perubahan struktur ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan, mau tidak mau juga telah menyebabkan perubahan di dalam hubungan antar individu.
Kebijakan mobilisasi ini juga dipadukan dengan kebijakan kontrol yang ketat oleh pemerintah. Seluruh kegiatan ekonomi secara ketat dikontrol oleh pemerintah melalui berbagai bentuk peraturan. Tidak terdapat kebebasan dalam kegiatan politik, ideologi dan seni. Rakyat diharapkan mempunyai pikiran yang seragam dan melakukan konformitas dalam tingkah laku mereka.
Kebijakan Jepang membantu melahirkan berbagai perubahan dan fenomena baru di masyarakat. Perubahan sosial semacam ini paling mencolok di kawasan pedesaan. Masyarakat desa merupakan sumber dari barang-barang yang dibutuhkan Jepang untuk menjalankan kebijakan militernya. Keberhasilan pemerintah Jepang ditentukan oleh keberhasilan menarik bantuan dari masyarakat pedesaan. Oleh karenanya, Jepang melakukan berbagai proyek atau kegiatan baru di desa sehingga campur tangan dengan masalah administrasi dan adat masyarakat desa.
Di bidang pertanian, Jepang yang membutuhkan bahan pangan untuk pasukan militernya, harus berupaya mendapatkan bahan pangan dari masyarakat pedesaan. Bahan pangan utama yang dibutuhkan adalah padi, sehingga upaya peningkatan produksi dilakukan oleh Jepang. Pengenalan varietas padi baru yang dihasilkan oleh ilmuan Jepang dilakukan pada masyarakat pedesaan. Untuk memperluas sawah, hutan-hutan dibuka, pembangunan jaringan irigasi dan tanah-tanah perkebunan diubah menjadi sawah. Namun demikian, kebijakan peningkatan produksi ini mengalami kegagalan.
Kebijakan-kebijakan pendudukan Jepang di Jawa bertanggung jawab atas timbulnya bermacam-macam perubahan sosial di dalam masyarakat pedesaan. Kontrol yang kuat dipergunakan terhadap usaha-usaha dan kegiatan ekonomi petani di pedesaan menyebabkan perubahan struktur pertanian dan ekonomi di Jawa. Selain itu juga diperkenalkan kontrol terhadap pemerintahan desa dan menimbulkan perubahan dalam hubungan sosial dan sistem kepemimpinan desa. Propaganda dan pendidikan juga dilakukan oleh Jepang untuk dapat melakukan pengerahan massa sesuai dengan tujuan Jepang. Mobilitas sosial yang meningkat baik secara horisontal maupun vertikal menyebabkan timbulnya identitas “nasional”. Selain itu, Jepang juga harus bertanggung jawab atas menguaknya keterpisahan sosial antar lapisan dalam masyarakat pedesaan. Ringkasnya, Jepang telah membantu meningkatkan keragaman dan diversivikasi di masyarakat pedesaan. Cara berpikir dan bertingkah laku yang baru, pola-pola persekutuan dan persaingan menjadi berkembang di pedesaan Jawa. Masa penjajahan Jepang yang hanya 3,5 tahun ternyata tidak cukup bagi Jepang untuk mencapai sasaran-sasaran yang mereka kehendaki.
Jepang berusaha melakukan propaganda melalui pendidikan sehingga akan menghasilkan nilai budaya dan kepercayaan yang baru. Semangat kerja keras ala samurai juga coba diperkenalkan kepada masyarakat pedesaan. Dalam perspektif idealis memandang usaha yang dilakukan Jepang merupakan suatu proses yang akan menghasilkan perubahan pada masyarakat pedesaan. Penanaman ideologi yang dilakukan oleh Jepang dapat menyebabkan sebuah perubahan sosial yang mendasar di pedesaan. Tumbuhnya semangat untuk melakukan meraih kemerdekaan merupakan perubahan yang mendasar hingga akhirnya tercapai pada tahun 1945. Perubahan pada masa penjajahan Jepang tidak hanya dapat dipandang dari sudut idealisme saja. Perubahan struktur ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan, mau tidak mau juga telah menyebabkan perubahan di dalam hubungan antar individu.
http://dyahhapsari.blogspot.com/2009/11/mekanisme-perubahan-sosial-perspektif.html