BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum
melangkah lebih jauh untuk membicarakan topik-topik yang lebih
langsung terkait dengan etika sosial, perlu terlebih dahulu dipaparkan
beberapa pengertian umum dan dasar tentang teori-teori etika sebagai
latar belakang pembicaraan mengenai etika sosial. Ini terutama
dilakukan sebagai semacam perkenalan umum tentang etika dan karena itu
tidak semua materi etika dibahas disini. Beberapa pengertian umum
tentang teori etika ini juga diperlukan untuk mencegah berbagai
kerancuan yang tidak perlu.
Untuk
itu dalam bab ini pertamatama disinggung secara sekilas beberapa
pengertian dasar tentang etika atau sopan santun, nilai dan norma yang
semuanya akan sangat berguna untuk memahami makna etika sosial.
Adapun
tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk membuat kita lebih
sensitif dan mementingkan isu-isu etika sebelum kita menghadapi isu-isu
tersebut.
1.2 Pengertian Etika
Perkataan
etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS
yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran
bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh
beberapa ahli berikut ini :
ü Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
ü Drs.
Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang
tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk,
sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
ü Drs.
H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara
mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam
hidupnya.
Etika
dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama
bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan
kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1. Etika
Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku
atau sikap yang mau diambil.
2. Etika
Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini
sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian
sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan.
Etika normatif dapat dibagi menjadi :
a. Etika
Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia
bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis,
teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan
bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau
buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu
pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. Etika
Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan
khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan
prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud :
Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang
kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang
memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil
suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang
ada dibaliknya.
Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :
a. Etika individual
b. Etika Sosial
BAB II
ETIKA SOSIAL
Etika
sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika
individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain
dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan
sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.
Etika
sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung
maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis
terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun
tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian
luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau
terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang
paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1 Etika keluarga
a) Etika suami istri
b) Etika anak terhadap orang tua
2 Etika pendidikan
a) Etika dosen
b) Etika pegawai administrasi
c) Etika mahasiswa
3 Etika bisnis
4 Etika lingkungan
5 Etika kedokteran
6 Etika jurnalistik
7 Etika seksual
8 Etika politik
2.1 ETIKA KELUARGA
Etika
keluarga adalah sikap atau perilaku yang baik dalam hubungan keluarga
baik antara suami dengan istri maupun anak dengan orang tua atau
sebaliknya.
2.1.1 Etika suami Istri
Hak-hak
ini, sebagian sama di antara suami-istri dan sebagiannya tidak sama.
Hak-hak yang sama di antara suarni-istri adalah sebagian berikut:
1. Masing-masing
suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak
mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah laksana
dua mitra di mana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling
menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan
urusan umum keduanya.
2. Masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus kepada pasangannya sepanjang hidupnya
3. Masing-masing
suami-istri harus mempercayai pasangannya, dan tidak boleh meragukan
kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya.
Adapun hak-hak khusus, dan etika-etika
yang harus dikerjakan masing-masing suami-istri terhadap pasangannya
adalah sebagai berikut:
Hak-hak Istri atas Suami
Terhadap istrinya, seorang suami harus menjalankan etika-etika berikut ini:
1. Memperlakukannya
dengan baik. Artinya Ia memberi istrinya makan jika ia makan,
memberinya pakaian jika ia berpakaian, dan mendidiknya jika ia khawatir
istrinya membangkang dengan menasihatinya tanpa mencaci-maki atau
menjelek-jelekkannya.
2. Memberikan
perlindungan yang memadai kepadanya dengan tidak mengizinkannya
merusak akhlak atau agamanya, dan tidak membuka kesempatan baginya
untuk menjadi wanita fasik terhadap perintah Tuhan.
3. Tidak membuka rahasia istrinya dan, sebab ia orang yang diberi kepercayaan terhadapnya, dituntut menjaga, dan melindunginya.
Hak-hak Suami atas Istri
Terhadap suaminya, seorang istri harus menjalankan etika-etika berikut ini:
1. Menjaga kehormatan suaminya, kemuliaanya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan rumah tangga lainnya
2.1.2 Etika Anak Terhadap orang Tua
Seorang
anak harus menghormati orang tua, berbakti kepada orang tua dan taat
pada orang tua. Karna orang tua kita telah melahirkan, membesarkan kita
dari kecil hngga dewasa yang penuh kasih saying. Bahkan orang tua kita
sudah memberikan segala-galanya tanpa pamrih kepada ank-anaknya tanpa
mengharapkan imbalan dari anaknya. Orang tua menyayangi anaknya
melebihi dirinya.
Kewajiban seorang anak hanya membalasnya dengan tingkah dan sikap anak
yang baik terhadap orang tua, membahagiakan atau membanggakan orang
tua melalui prestasi dan keberhasilan anak. Orang tua bukan berarti
hanya kedua orang tua yang melahirkan kita. Tetapi orang tua yang
dimaksud disini adalah orang yang lebih tua dari kita haruslah bersikap
baik dengannya. Selain kewajiban anak terhadap orang tua, anak juga
mempunyai hak terhadap orang tua, yaitu: mendapatkan kasih sayang,
perhatian, bimbingan dan kehidupan yang layak.
2.2 ETIKA PENDIDIKAN
Etika
Pendidikan adalah sikap atau tingkah laku untuk mempengaruhi pembinaan
dan pembentukkan kepribadian, termasuk perubahan perilaku, karena itu
pendidikan selalu melibatkan dimensi social.
2.2.1 Etika Dosen
1. Etika Dosen bertujuan untuk:
· membentuk citra dosen yang dapat dijadikan teladan dalam memasuki lingkungan masyarakat modern dan profesional.
· membentuk citra dosen sebagai figur yang memiliki integritas intelektual dan terbuka terhadap perubahan.
· membentuk citra dunia civitas akademika yang peduli terhadap lingkungan, kesehatan, dan waktu.
· membuat citra profesional dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Butir-butir Aturan Tentang Etika
· Busana
a. pakaian dosen sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b. pakaian dosen di kantor dan di kelas/ruang kuliah adalah pakaian formal.
c. pakaian
dosen di luar kelas, dalam peran sebagai utusan fakultas/universitas
untuk menghadiri undangan resmi adalah pakaian formal dan disesuaikan
dengan syarat/permintaan pengundang.
d. pakaian dosen untuk acara yudisium sarjana adalah pakaian bebas rapi.
· Waktu
a. Dosen melakukan tatap muka dikelas setiap kali pertemuan sesuai dengan jadwal perkuliahan.
b. Dosen memulai dan mengakhiri tatap muka di kelas tepat waktu.
c. Dosen
memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan kepada mahasiswa baik
dalam memberikan layanan di luar acara tatap muka di kelas maupun dalam
bimbingan skripsi dan bimbingan akademik.
d. Dosen memenuhi jam kerja yang telah ditentukan.
· Interaksi
a. Dosen
terbuka untuk menerima pernyataan dari mahasiswa mengenai pelajaran
yang diasuhnya dan siap membantu mahasiswa yang mengajukan pertanyaan
di kelas maupun di tempat lain.
b. Dosen
terbuka dan berani menerima perbedaan pendapat yang menyangkut ilmu
pengetahuan dengan mahasiswa mengingat ilmu pengetahuan senantiasa
berubah dan berkembang.
c. Dosen
memiliki integritas dan dedikasi tinggi dalam mengevaluasi hasil ujian
dan bentuk penugasan lain dalam memenuhi komitmen yang telah disusun
dalam silabus.
d. Dosen Pembimbing Akademik wajib memberikan bimbingan kepada mahasiswa bimbingan.
e. Dosen
senantiasa berusaha meningkatkan mutu dunia akademis melalui proses
belajar mengajar, penelitian dan kepedulian sosial dalam bentuk
pengabdian kepada masyarakat.
f. Dosen bebas menyampaikan pendapat sesuai dengan kebebasan akademik dan mimbar akademik.
· Lingkungan
a. Dosen memiliki kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan.
b. Dosen tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan Fakultas/Kampus.
c. Dalam menggunakan telpon fakultas, dosen berbicara seperlunya, dan menggunakan air, listrik sehemat mungkin.
2.2.2 Etika Pegawai Administrasi
1. Etika Pegawai Administrasi bertujuan:
a. membentuk citra pegawai yang dapat dijadikan teladan dalam memasuki lingkungan masyarakat modern dan profesional.
b. membentuk citra lingkungan civitas akademika yang peduli terhadap lingkungan, kesehatan dan waktu.
c. membentuk citra profesional dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Butir-Butir Aturan tentang Etika
· Busana
a. pakaian pegawai sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b. pakaian pegawai kantor adalah pakaian formal.
c. pakaian
pegawai di luar kantor dalam peran sebagai utusan fakultas untuk
menghadiri undangan resmi adalah pakaian formal (PSH) atau disesuaikan
dengan syarat/permintaan pengundang.
· Waktu
a. pegawai mempunyai komitmen tinggi terhadap waktu
b. pegawai masuk dan pulang kerja tepat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
c. pegawai memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan dan memberikan layanan kepada pengguna jasa fakultas.
d. pegawai
memberitahukan sebelumnya untuk pembatalan komitmen waktu yang telah
dijanjikan dalam memberikan layanan kepada mahasiswa.
e. pegawai senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan jasanya sebagai perwujudan tanggungjawabnya.
· Lingkungan
a. pegawai memilik kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan.
b. pegawai tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan fakultas/kampus.
c. dalam menggunakan telpon fakultas, pegawai berbicara seperlunya, dan menggunakan air, listrik sehemat mungkin.
2.2.3 Etika Mahasiswa
1. Etika Mahasiswa bertujuan:
a. Membentuk citra mahasiswa sebagai manusia yang unggul secara intelektual.
b. Membentuk citra mahasiswa sebagai figur yang memiliki integritas intelektual, profesional, dan terbuka terhadap perubahan.
c. Membentuk citra mahasiswa yang santun, peduli terhadap lingkungan kesehatan dan waktu.
2. Butir-Butir Aturan tentang Etika
· Busana
a. pakaian mahasiwa harus sopan dan disesuaikan dengan peran dan lingkungan.
b. mahasiswa
di kampus dalam proses belajar mengajar (kuliah, laboratorium, di
perpustakaan, ujian, konsultasi dengan dosen pembimbing dan kegiatan
akademilainnya), dilarang memakai t-shirt tanpa leher, celana pendek, celana panjang robek, sandal atau tanpa alas kaki.
c. pakaian
mahasiswa di kampus untuk acara di luar proses belajar mengajar
disesuaikan dengan persyaratan yang umum dalam acara tersebut.
d. pakaian
mahasiswa di luar kampus dalam peran sebagai utusan Fakultas untuk
menghadiri undangan resmi adalah jaket almamater dengan rok yang sopan
(bagi wanita) atau celana panjang (bagi pria) dan bersepatu serta
disesuaikan dengan syarat/permintaan pengundang.
e. pakaian
mahasiswa untuk ujian skripsi dan yudisium adalah : kemeja putih
lengan panjang, celana panjang hitam (pria), rok hitam (wanita), dasi
hitam (pria), dan dasi kupu-kupu hitam (wanita).
f. pakaian
mahasiswa untuk menghadiri upacara nasional adalah jaket almamater
dengan rok yang sopan (bagi wanita) atau celana panjang (bagi pria).
· Waktu
a. mahasiswa mempunyai komitmen tinggi terhadap waktu.
b. mahasiswa mengikuti tatap muka di kelas secara teratur sesuai dengan jadwal tatap muka yang ditetapkan.
c. mahasiswa
memenuhi komitmen waktu yang telah dijanjikan kepada dosen, baik dalam
konsultasi dengan dosen di luar acara tatap muka di kelas maupun dalam
proses bimbingan skripsi dan bimbingan akademik.
d. Mahasiswa
menghargai dosen atau mahasiswa lain dengan memberitahukan sebelumnya
untuk pembatalan komitmen waktu yang telah dijanjikan sebelumnya.
· Interaksi
a. mahasiswa berani mengemukakan pendapat dan siap menerima pendapat orang lain dalam proses belajar mengajar.
b. mahasiswa
mempunyai tanggungjawab untuk mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan
dosen dalam proses belajar mengajar sesuai dengan silabus.
c. Mahasiswa tidak menggunakan telephone genggam (HP) pada waktu mengikuti kegiatan pembelajaran maupun kegiatan resmi lainnya.
· Lingkungan
a. mahasiswa memiliki kepedulian terhadap kebersihan kesehatan lingkungan.
b. mahasiswa tidak merokok dalam ruangan kelas dan ruangan kantor di lingkungan fakultas/kampus.
c. dalam menggunakan telpon fakultas, mahasiswa berbicara seperlunya, dan menggunakan air, listrik sehemat mungkin.
2.3 ETIKA BISNIS
Etika
bisnis adalah Suatu sikap yang baik yang harus dilaksanakan dalam
hubungan bisnis/jalannya bisnis atau dapat juga dikatakan suatu aturan
yang harus dijalankan dalam pebisnis atau praktisi bisnis yang
melakukan kegiatan bisnis pada jalan yang benar di dunia bisnis sesuai
dengan aturan yang berlaku.
Berbicara
tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan
budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat
dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku
bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki
moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan
dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji
dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya,
dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen,
jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan
satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat
saling menguntungkan.
Moral
dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar
menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
Moral
lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya.
Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang
sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada
agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis.
Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa
ditentukan dalam bentuk suatu peraturan yang ditetapkan oleh pihak-pihak
tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan
ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari
Apabila
moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan
etika bertindak sebagai rambu-rambu yang merupakan kesepakatan secara
rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan
mampu mengembangkan etika yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang,
selaras, dan serasi.
Etika
sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang
terpuji yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam
bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Dunia
bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan
pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional.
Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu
pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha,
pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak
saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa
yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak
mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang
disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan.
Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang
menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu
pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang
tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan
dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain
dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak
lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu
merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus
memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan
berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang
dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas,
tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya,
harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan
menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk
itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang
seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa
mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal
mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang
walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan
besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin
tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi
dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai
kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong"
dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan
“kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah
agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya
yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada
antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan
kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam
dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana
apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika
tersebut.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal
ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
"proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis
yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat
diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan
globalisasi dimuka bumi ini.
2.4 ETIKA LINGKUNGAN
Kerusakan
lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun
pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan
berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan.
Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan. Apakah manusia sudah
melupakan hal-hal ini atau manusia sudah kehilangan rasa cinta pada
alam? Bagaimanakah sesungguhnya manusia memahami alam dan bagaimana
cara menggunakannya?
Perhatian
kita pada isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang
bagaimana keterkaitan dan relasi kita dengan generasi yang akan datang.
Kita juga diajak berpikir kedepan. Bagaimana situasi alam atau
lingkungan di masa yang akan datang? Kita akan menyadari bahwa relasi
kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik.
Karenanya ada teori etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot
pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas isu
lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus, memandang
generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan
sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka.
Pernyataan ini turut memunculkan beberapa pandangan tentang etika
lingkungan dengan kekhususannya dalam pendekatannya terhadap alam dan
lingkungan.
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal.
Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika
pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang
menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan
manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk.
Yang
dimaksud Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan
yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan
kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan
makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua
bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak
untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak
untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus
melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas.
Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang
menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Sedangkan
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia,
yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya
diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu
pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak
ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan
bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Etika Ekologi Dangkal
Etika
ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang
menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang
mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang
berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu
Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus
dicari pada aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan
estetika. Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan
kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau
konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.
Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam,
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi
Etika Ekologi Dalam
Bagi
etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan.
Untuk itu lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang
baik. Etika ini juga disebut etika lingkungan ekstensionisme dan etika
lingkungan preservasi. Etika ini menekankan pemeliharaan alam bukan
hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam
disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk
itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi kepentingan bersama.
2.5 ETIKA KEDOKTERAN
Di
dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang
sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu,
seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran,
profesionalisme dan lain-lain.
Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat
dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang
telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang
mengandung nilai-nilai etika.
Aspek
etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar
profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang
diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya.
Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang
memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif.
Keadaan
menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar
prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum,
padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi
adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian
pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan
juga sekaligus pelanggaran hukum.
Kemungkinan
terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter
atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai
akibat dari
a. semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat sehingga membuat mereka lebih tahu tentang haknya dan lebih asertif,
b. semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi,
c. komersialisasi
dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan sehingga
masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna,
dan
d. provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.
Etik Profesi Kedokteran
Etik
profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam
bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya
dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran
muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang
bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah
sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut
berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap,
atau semacam code of conduct bagi dokter.
Selain
Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada
prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan
arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai
baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis
dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya
kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman
bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis
(clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang
medis.
Nilai-nilai
materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan
profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama
hak dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa
yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan tindakan
untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap
altruisme (pengabdian profesi).
Pendidikan
etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip
moral kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama
pendidikan kedokteran, dengan memberikan lebih ke arah tools dalam
membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan lebih banyak
dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu
(clinical ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan
menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari.
Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat mengubah
perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
2.6 ETIKA JURNALISTIK
Etika
jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat
para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya.Etika jurnalistik ini
penting. Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar
kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk
melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan
dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si
jurnalis bersangkutan. Selain organisasi profesi, institusi media
tempat si jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan
aturan perilaku (Code of Conduct) bagi para jurnalisnya.
Di
Indonesia atau pun di berbagai negara lain, isi Kode Etik pada umumnya
bersifat universal dan tak banyak berbeda. Tentu saja tidak akan ada
Kode Etik yang membolehkan jurnalis menulis berita bohong atau tak
sesuai dengan fakta, misalnya. Variasi kecil yang ada mungkin saja
disebabkan perbedaan latar belakang budaya negara-negara bersangkutan.
Untuk gambaran yang lebih jelas, sebagai contoh di sini disajikan Kode
Etik AJI.
Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
- Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
- Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
- Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
- Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
- Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
- Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
- Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
- Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
- Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
- Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental, atau latar belakang sosial lainnya.
- Jurnalis menghormati privasi seseorang, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
- Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisik dan seksual.
- Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
- Jurnalis dilarang menerima sogokan.
- Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
- Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
- Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
- Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
2.7 ETIKA SEKSUAL
Dalam
hal ini yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah masalah
kebebasan seks. Kebebasan seks yang dominan disebut sikap seksual yang
negatif sudah sekian lama menggerogoti moral dan nyawa masyarakat kita.
Masyarakat seharusnya takut dengan berbagai macam penyakit
psikosomatik dan penyakit rohani yang akan diderita akibat free seks
ini.
Menurut
dunia barat, memang free seks ini tidak seberapa dilarang. Malah
sekarang dunia barat percaya akan keharusan menghormati dan membebaskan
hawa nafsu seksual dengan jalan membuang kekangan-kekangan
tradisional. Karena memang sudah barang kenyataan kalau orang barat itu
lebih menyukai kebebasan seksual. Mereka menyatakan bahwa moralitas
apa pun yang telah mereka warisi tidaklah membawa apa-apa selain
konotasi religius. Mereka mengklaim bahwa moral-moral baru zaman
sekarang ini bukan hanya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
filosofis, tetapi juga dalam alasan ilmiah
Sungguh
suatu perilaku yang lebih rendah daripada tingkah laku binatang.
Manusia memang seperti itu. Disini, dapat diartikan juga bahwa anjuran
pembebasan seksual manusia dari kekangan moral tradisional berarti
pernyataan bahwa tidak ada sesuatu pun yang jelek, buruk, ataupun hina,
yang dapat timbul dari seks. Anjuran ini tidak menerima pembatasan apa
pun dalam seks selain dari batas alami seperti dalam hal makan dan
minum, nafsu belaka.
Disiplin
Seks Kebutuhan untuk memperluas dan mengkondisikan instink dan
dorongan nafsu alami individu dengan cara yang lunak adalah kebutuhan
yang pokok. Akan tetapi harus ada cara yang sehat, yang bnar secara
moral dan agama. Yang tidak membuat makin banyak ketimpangan dan
menimbulkan masalah sesudahnya. Sebenarnya kalau ingin menelaah masalah
‘siapa otak dibalik’ pencetus pembenaran kebebasan seks, adalah mudah.
2.8 ETIKA POLITIK
Secara
subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika
politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada
manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan
pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah
kewajiban manusia sebagai manusia. Walaupun dalam hubunganya dengan
masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar
fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar
etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat
manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu
kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang kearah
keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Aktualisasi etika politik
harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia, Sejak abad ke-17 filsafat mengembangkan pokok-pokok
etika politik seperti :
1. Perpisahan antara kekuasaan gereja dan kekuasaan negra (John Locke)
2. Kebebasan berfikir dan beragama (Locke)
3. Pembagian kekuasaan (Locke, Montesque)
4. Kedaulatan rakyat (Roesseau)
5. Negara hukum demokratis/repulikan (Kant)
6. Hak-hak asasi manusia (Locke, dsb)
7. Keadilan social
BAB III
STUDI KASUS
Apa yang membuat orang melaksanakan seks bebas?
Pada
waktu yang sama kita juga pasti akan berpikiran bahwa kita harus
menahan diri dari menggalakkan kebebasan seks tanpa kekangan.
Akan
tetapi pada dasarnya yang melatar belakangi maraknya ‘free seks’
adalah orang-orang yang mempunyai pola pikir seperti berikut:
kebebasan
harus dijamin setiap individu, selama ia tidak mengganggu kebebasan
orang lain. 2. semua keinginan dan sikap seksual yang merupakan
pembawaan haruslah dipupuk secara bebas dan diusahakan pemenuhannya
tanpa halangan atau kekangan, karena menghalanginya akan membuat
frustasi atau membawanya kepada kekacauan-kekacauan ego. 3. setiap
dorongan alami akan mereda setelah dipenuhi, dan akan memberontak serta
menimbulkan ekses-ekses bila dikenai kekangan moral yang negatif atau
larangan yang salah pandang.
Para
penganut seks bebas memberikan argumentasi bahwa ketidakstabilan emosi
timbul karena diskriminasi di antara naluri-naluri alami dan
dorongan-dorongan nafsu, sehingga hanya sebagian daripadanya saja yang
dipenuhi sedang yang lainnya tetap mengalami frustasi. Mereka juga
mengatakan bahwa pembebasan proses alamiah pemenuhan nafsu seksual juga
akan mencegah kejahatan, keburukan dan pembalasan dendam yang menjadi
ciri-ciri dari situasi yang melibatkan pembatasan-pembatasan moral.
Dalam
memburu kebebasan seks mereka melakukan kesenangan-kesenangan yang
tidak terbatas dalam eksperimentasi seksual dengan seseorang, bukan
saja sebelum menikah tapi bahkan sesudahnya. Mereka (para pendukung
free seks, pelaku free seks) menunjukkan bahwa dengan adanya
sarana-sarana konstrasepsi yang murah dan cukup aman, kenikmatan seks
dapat dianeka ragamkan tanpa perlu melibatkan resiko kehamilan, baik
yang sah maupun tidak. Tindakan seperti ini sangat tidak memanusiakan
manusia. Bahkan menghewankan manusia pun tidak.
Disiplin
seks Kebutuhan untuk memperluas dan mengkondisikan instink dan
dorongan nafsu alami individu dengan cara yang lunak adalah kebutuhan
yang pokok. Akan tetapi harus ada cara yang sehat, yang bnar secara
moral dan agama. Yang tidak membuat makin banyak ketimpangan dan
menimbulkan masalah sesudahnya. Sebenarnya kalau ingin menelaah masalah
‘siapa otak dibalik’ pencetus pembenaran kebebasan seks, adalah mudah.
Hanya
orang yang sakit saja yang membenarkan dan melegalkan seks bebas.
Masalah pemuasan instink jasadi dan nafsu-nafsu yang spontan, dapat
diserahkan saja kepada penilaian orang itu sendiri-sendiri. Karena hanya intelek manusia saja yang dapat mencegah setiap perkembangan instink yang tidak sehat
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Etika
dan moralitas, sama berarti system nilai tentang bagaimana manusia
harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan
dalam sebuah kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang
baik dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana layaknya
sebagai kebiasaan hidup yang benar, baik pada diri seseorang maupun
pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti berkaitan
dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik
dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke
orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan
ini lau terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai
sebuah kebiasaan.
4.2 Saran
Hendaklah
etika maupun moral lebih ditingkatkan dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam lingkungan keluarga, Sosial maupun lingkungan bisnis. Agar
tecipta suatu ketentraman/kedamaian juga hubungan yang baik dan
harmonis antar individu.
http://masfedri.blogspot.com